Tidak selamanya itu hanya aku. Aku tahu, tapi tetap saja aku membencinya! Tetap saja itu sangat mempengaruhiku.
Hari ini aku datang ke pom bensin. Temanku meminjamkan motornya beberapa hari untukku, rasanya jika aku mengembalikan motor dalam keadaan bensin full, itu akan lebih baik. Setidaknya aku tahu tata krama sehabis menggunakan milik orang lain.
Sebenarnya baru saja kemarin aku mengisi full. Biasanya hanya 20 ribu saja, tapi saat ini bensinnya sudah berkurang sedikit. Ya! Setidaknya dua garis.
Perkiraan ku, aku hanya akan membayar kurang dari 10 ribu, mengingat hanya berkurang sedikit saja. Dan untuk fullnya hanya 20 ribu saja. Tetapi dugaan ku salah, aku memberikan uang 20 ribu dan dikembalikan hanya 3 ribu saja.
Aku sadar, harusnya aku bertanya, agar tidak terjadi kesalahpahaman. Apalagi aku tidak mengetahui aturannya dan SOP di sana. Tapi aku memilih diam dan tidak mengatakan apa-apa. Seolah aku tidak melihat nominal kembaliannya. Mungkin salahku juga tidak melihat harga yang tercantum pada mesinnya.
Tapi ini bukan masalah harga. Ini salah satu contoh dari sekian banyak kejadian. Aku tahu tapi aku hanya menerimanya. Padahal aku tidak benar-benar menerima dan tentu saja ada penyesalan untuk apa yang terjadi.
Tentu saja pikiranku dipenuhi dengan kata seandainya. Aku ragu ketika ada dorongan untuk kembali dan menanyakannya. Tapi aku tahu, diriku sepenuhnya memilih untuk pergi.
Aku begitu pengecut! Ya, memang benar. Aku tidak bisa membela diriku sendiri. Aku tidak bisa melindungi diriku ketika berinteraksi dengan orang lain. Karena itulah aku jengkel terhadap sekian banyak manusia yang aku temui.
Tentu saja, aku tidak ingin seperti ini. Tentu saja aku ingin berubah. Tapi setiap kali mengalaminya, aku hanya bisa diam.
Aku takut, aku akan menangis jika aku berdebat. Aku takut terlihat lemah, jadi aku memilih untuk bersikap bodoh.
Tapi aku sadar sepenuhnya, karena sikapku yang seperti ini, aku sering dijadikan pelampiasan kesalahan.Mungkin karena aku akan diam, jadi mereka berpikir aku tidak akan pernah marah. Atau mungkin mereka berpikir aku tidak akan terluka.
Aku ingin seperti yang lain! Berani bertindak dan membela diri mereka sendiri ketika dipojokkan. Seperti mereka dengan lantang mendebat dan berdebat, agar orang-orang tidak meremehkan. Tapi itu hanya sebatas keinginan.
Tidak hanya takut akan menangis ketika berdebat. Aku lebih takut lagi, jika apa yang keluar dari mulutku nantinya adalah sesuatu yang memalukan untukku di masa depan. Sesuatu yang membuatku terlihat lebih bodoh lagi.
Katanya diam itu emas, katanya diam itu lebih baik. Tapi aku sadar betul, ada saatnya kita untuk berbicara. Ada kalanya diam bukan emas, ada kalanya kita membela diri sendiri agar tidak semakin terluka. Apalagi untuk situasi yang tidak mungkin akan kita jauhi.
Aku benci dengan aku yang seperti ini! Pilihannya hanya dua, aku yang harus menerima aku yang seperti ini, atau aku yang harus bisa berubah.
Apapun dampak dari pilihanku itu, aku hanya ingin mencoba. Keduanya pun tak masalah, karena aku juga berhak untuk dibela. Aku juga tidak berhak diperlakukan seperti mereka memperlakukanku, apalagi setelah apa yang ku lakukan dan setiap usahaku untuk bertahan sejauh ini. Aku tidak ingin membenci bagian diriku yang lainnya!
Aku berhak mendapatkan perlakuan baik. Aku berhak diperlakukan sama seperti mereka yang bisa membela diri mereka sendiri. Kita sama, hanya caranya saja yang berbeda!
KAMU SEDANG MEMBACA
Letter For Me
Contokumpulan surat untuk diri sendiri tentang keinginan lebih mencintai diri sendiri yang Jika kalian mempunyai cerita mari kita saling membagi cerita kita. Tunggu surat selanjutnya yang aku ingin kalian juga membacanya