Chapter 11

170 36 10
                                    

Xiao Zhan melingkarkan lengan ke bahu pemuda yang masih termenung itu. Memberinya tepukan lembut dalam upaya mengurangi rasa tidak nyaman yang ditimbulkan akibat mengungkit sebuah kenangan menyakitkan. Yibo menoleh, menatap sepasang mata bening Xiao Zhan yang berbinar dalam temaram lampu jalan. Senyumnya terkembang samar dan mengusap air mata yang masih menggenang dengan kasar.

"Aku benci terlihat lemah di depan seseorang," suaranya mulai menggerutu lagi, menekan rasa malu yang tiba-tiba menyeruak.
Xiao Zhan tertawa perlahan, masih memberi satu tepukan yang terakhir.

"Jadi semenjak itu kau melupakan hobimu pada fotograpi dan mulai belajar dengan rajin?"

"Mau bagaimana lagi?" gumam Yibo.
"Ayah memintaku meneruskan bisnis keluarga, tapi aku memilih pergi ke kota besar dan bekerja sebagai pegawai kantoran."

"Woww! Keluargamu punya bisnis apa?"

Yibo melirik curiga.
"Kau terlihat terkesan mendengar keluargaku punya bisnis," dia berkomentar sarkatis, nyaris panik. Seolah-olah pemuda di depannya adalah seorang penipu ulung.
"Jangan coba mengambil keuntungan dariku, ya!" Yibo meneruskan tanpa ampun.

Xiao Zhan tercengang sekilas, menggaruk-garuk kepala.
"Aku, kan, cuma tanya," dia menukas sambil mengerucutkan bibirnya.

Yibo menghela nafas. "Ayah memiliki perkebunan jagung dan ladang bunga matahari di daerah pedesaan. Terakhir kali, dia merambah bisnis peternakan lebah."

"Keluargamu petani?"

"Begitulah. Tapi aku sama sekali tidak tertarik."

"Padahal sepertinya keren melihat kau menjadi petani, mengenakan caping Rayden dan berfoto di ladang, lalu kau mengunggahnya di media sosial." Xiao Zhan terkekeh riang tetapi segera mengatupkan rahang melihat Yibo menatap padanya dengan mata menyipit penuh kebencian yang dibuat-buat.

"Kau mengejekku," ia menggerutu.

Xiao Zhan tersenyum lagi, lantas mencoba mengalihkan topik.
"Lalu kenapa kau masih menyimpan kamera mahal di laci paling dasar?" ia mengerling, lagi-lagi penasaran.
"Kupikir kau lebih baik menjual kamera itu daripada meminjam uang pada bossmu, kedengarannya seperti kekacauan prioritas."

Yibo terhenyak atas ide mengerikan itu. Hal semacam menjual kamera kesayangan sama sekali tidak pernah terlintas dalam khayalannya bahkan yang paling brutal sekali pun. Walaupun dia sudah lama tidak menggunakannya. Dia lebih baik berhutang daripada menjual identitas dirinya yang sejati.

"Jangan berani-berani menjualnya! Itu kamera terbaik yang bisa kubeli dari hasil menabung berbulan-bulan sebelum aku meninggalkan kampung halaman." Dia megap-megap, mengendalikan emosi agar tetap bisa bertingkah wajar dan tidak membanting bangku yang saat ini mereka duduki berdua. Meskipun ia sangat ingin melakukannya.

"Oh, jadi kau masih memiliki obsesi itu?"

Yibo mengangkat bahu. Mendongakkan wajah, mengamati pucuk pohon sakura di tengah lapangan yang terbentang di hadapan mereka. Angin malam yang berhembus lumayan kencang menggeletarkan ratusan kelopak bunga sehingga menciptakan hujan yang indah.

"Aku ingin sekali mengikuti kontes fotografi bergengsi. Mungkin suatu hari, saat aku sudah berhasil mengumpulkan keberanianku lagi. aku akan kembali menekuni fotografi."

Xiao Zhan bangkit dari duduknya, menarik tangan Yibo untuk ikut bangun.
"Apa kau bahagia dengan hobi-mu itu?" tanya Xiao Zhan, mulai melangkah menuju tengah lapangan.

"Tentu saja," gumam Yibo. "Aku ingin menjadi fotografer professional."

"Lalu kenapa tidak mencoba sedikit demi sedikit untuk memotret kembali? Kalau itu berhasil, bagus, kan?"

𝐏𝐨𝐫𝐭𝐫𝐚𝐢𝐭 𝐨𝐟 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐝𝐟 ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang