Ketika kau memulai hari tanpa diriku, aku tidak ada di sana untuk menyaksikannya.
Jika matahari terbit dan menyinari wajah indahmu, aku sangat berharap kau tak akan menangis sepertiku.
Memikirkan, menyesali banyak hal yang tidak pernah sempat kita ungkapkan.
💚💚💚
Ini sudah tiga pekan sejak kepergian Xiao Zhan yang misterius. Kadang-kadang saat Yibo pulang kerja, rasanya masih seperti dulu. Ketika memasuki apartemen mungilnya, dia masih berharap melihat pemuda manis itu duduk di sofa atau meja makan.
Adakalanya ketika ia sadar bahwa ia tidak memikirkannya selama satu hari atau keliru mendengar suara tawa atau sentuhannya, itu membuatnya takut.
Yibo bersyukur ketika mengingat Xiao Zhan. Bersyukur ketika masih bisa menangis karena itu berarti ia belum melupakannya. Yibo bersyukur bahwa Xiao Zhan pernah menjadi kekasihnya, dan ia akan selalu menyayanginya. Meski tak pernah ada kata yang terucap, dan meski pada akhirnya genggaman tangan mereka terlepas. Setidaknya, untuk satu hari. Mereka pernah saling mencintai.
Hari sudah sangat senja ketika Yibo pulang kerja, tetapi cuaca senja itu sangat cerah. Menjelang akhir pekan, biasanya kondisi finansialnya mulai megap-megap. Dia akan melakukan apa pun untuk menekan pengeluaran, meski kala bersama Xiao Zhan, dia selalu tidak bisa mengelak dari kebangkrutan.
Sore ini Yibo tidak naik bis seperti rutinitas sehari-hari. Dia menumpang mobil Zhuocheng dan sialnya, ia diturunkan di tepi jalan karena kawannya harus mengubah tujuan gara-gara mendapat telepon bahwa ayahnya masuk rumah sakit.
Jadi, saat ini Yibo berjalan tersaruk-saruk di bawah langit yang memerah, menyaksikan matahari mulai menyelinap ke balik gumpalan awan.
Sial! Sial! Zhuocheng, awas kau, ya! Kalau nanti aku sudah kaya, aku tak akan memberikanmu tumpangan!
Sebenarnya apartemennya sudah bisa ditempuh dengan berjalan kaki lewat jalur yang berkelok-kelok. Dia mengambil jalan pintas itu, yang biasa dia lewati jika benar-benar sedang merasa miskin.
Kawasan itu disesaki flat flat sederhana, aneka kedai masakan yang menguarkan aroma sedap ke udara, dan ada beberapa warga bersepeda berlalulalang.
Yibo berharap mendapatkan pengalaman yang baik-baik saja ketika melintasi daerah itu. Kekesalan pada Zhuocheng sudah cukup untuk menutup hari membosankan ini dengan mimpi buruk.
Lewat di depan kedai kopi yang ramai oleh beberapa pria setengah baya dan sebagian sudah cukup tua, Yibo mengawasi dua orang pria yang duduk berhadapan menikmati secangkir kopi.
Mungkinkah dia dan Xiao Zhan cukup beruntung untuk diberkati umur panjang? Menikmati masa tua bersama, bicara tentang apa saja di bawah langit senja yang indah.
Xiao Zhan, di mana kau berada sekarang?
Pemuda itu merasakan sepasang matanya menghangat saat pertanyaan yang sama selalu berulang dan kembali berulang tanpa mendapat jawaban. Tanpa terelakkan, mengabur disaput air mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐨𝐫𝐭𝐫𝐚𝐢𝐭 𝐨𝐟 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐄𝐧𝐝 𝐏𝐝𝐟 )
FanfictionPadahal aku telah menyerah. Padahal aku telah melupakan impianku untuk menemukan objek terindah di muka bumi. Namun, tiba-tiba kau datang dengan senyuman indahmu. Xiao Zhan, impianku tentangmu membuatku takut. Aku takut ... tidak menemukan akhir ya...