3. You're not the only one suffering

126 23 1
                                    

"Hey! Anak baru, bawakan minuman untukku."

Dongmyeong meraih sebotol air mineral dan membawanya kepada seorang pria berusia sekitar empat puluh tahunan.

"Sialan! Air macam apa ini!"

Air dari dalam mulut pria itu menyembur ke wajah Dongmyeong begitu saja. Pemuda itu menutup matanya erat dan hanya bisa menunduk sembari mengepalkan tangannya. Berusaha menahan amarah yang meluap dan berontak ingin keluar.

"Aku menyuruhmu membawa air minum dingin, apa kau tuli, hah?!" Pria itu memukul kepala Dongmyeong mengunakan botol air mineral tadi. Matanya menatap kesal pada Dongmyeong yang hanya bisa diam.

"Apa? Kenapa kau tidak menjawab? Setelah menjadi tuli kini kau menjadi bisu juga?"

Botol itu terus memukul kepala Dongmyeong dan menimbulkan suara yang agak mengganggu. Pekerja lainnya hanya mentap acuh pada mereka berdua. Tetapi ada saja yang ingin menambah minyak ke api.

"Lihat, dia mengepalkan tangannya. Dia melawan padamu."

Mendengar itu pria tadi tambah marah. Dia mengangkat paksa wajah Dongmyeong hingga melihatnya. Mata tajam itu bertemu dengannya dan itu membuat pria tersebut semakin marah.

"Melawan pada orang tua? Anak jaman sekarang memang mengecewakan. Tidak heran kau tidak punya orang tua, jadi tidak ada yang mengajarimu sopan santun." Pria itu lalu mengangkat botol yang berisi setengah air tadi. "Maka aku yang akan mengajarimu sopan santun."

Pukulan keras menyapa rahang Dongmyeong dan membuat kepalanya pusing. Kepalan tangannya terlepas, karena kini pukulan itu datang bertubi-tubi. Dia menjadi tontonan orang-orang dan samsak tinju pria didepannya.

Dongmyeong terduduk di tanah dengan wajah lebam dan sakit. Kepalanya pusing dan dunia terasa berputar di depannya. Dengan susah payah, Dongmyeong bangkit berdiri untuk lanjut bekerja. Rasa karat memenuhi mulutnya dan pemuda itu meludahkan air liur bercampur darah ke tanah.

***

Tidak ada yang tahu bagaimana Dongju berakhir di toilet dengan baju acak-acakan dan wajah penuh cairan berbau amis. Mulutnya terasa kaku dengan aroma memuakkan. Matanya memerah dengan rasa benci dan dendam. Luka di bibirnya kembali terbuka karna dimasuki oleh benda yang sama dengan yang ada di bawah perutnya.

Dongju muak. Mereka bilang dirinya menjijikkan karena mengaku pada seorang laki-laki. Lalu mengapa mereka menggunakan mulutnya untuk memuaskan nafsu?

Bukankah sekarang mereka sama menjijikkannya dengan Dongju?

Mata Dongju menutup. Dia berusaha merilekskan mulutnya. Saat ia menelan ludah, dia bisa merasakan cairan menjijikkan itu memasuki tenggorokannya. Dengan tangan bergetar, Dongju bangkit dengan menumpuhkan tangannya di toilet. Dia keluar dari bilik toilet menuju wastafel.

Suara air memenuhi kamar mandi dan pantulan pemuda yang sedang mencuci bagian dalam mulutnya terlihat di cermin. Cukup lama dia ada disana, bahkan sampai menelan air dengan sengaja untuk menghapuskan rasa menjijikkan dari mulutnya.

Pernah ia dengar, jika kita hidup menderita di kehidupan yang sekarang, itu artinya di kehidupan kita sebelumnya kita adalah orang paling bahagia dan telah melakukan kesalahan. Hingga pada kehidupan sekarang kita akan membayar kesalahan itu.

Dongju tidak tahu, sebahagia apa dia di kehidupan sebelumnya. Dia tidak tahu kesalahan sebesar apa yang dia lakukan, hingga ia menjadi seperti ini sekarang.

Seperti apa rasanya bahagia?

Seperti apa rasanya bersyukur bahwa dirinya telah terpilih untuk hidup?

Seperti apa rasanya memiliki uang yang cukup?

Dongju tidak tahu. Dia hanya tahu bahwa semuanya sakit. Sakit sekali sampai ke tulangnya. Dongju hanya mengenal rasa sakit.

Dengan lunglai, Dongju mencoba merapikan pakaiannya dan berjalan lemah menuju kelasnya. Sepanjang perjalanan, Dongju merasa dia telah berjalan sejauh berkilo-kilo meter. Dia lelah hingga sesekali harus bersandar pada dinding.

Keadaan kelas sangat berisik. Semua sibuk dengan urusan masing-masing. Tidak ada yang memperhatikan Dongju masuk dan duduk lemah di kursinya yang terpencil dan pengap.

Dongju melihat mejanya yang jelek lalu meletakkan wajahnya disana. Dia mencoba tidur. Mencoba pergi dari semua masalah ini. Membohongi dirinya bahwa ini semua hanya mimpi buruk.

Ya, mimpi buruk seumur hidup yang tidak akan pernah berakhir.

***

Dongmyeong menatap kertas di tangannya lalu pada Dongju yang hanya berdiri diam di depannya. Dia tidak berkata apa-apa dan berbalik untuk tidur.

Itu adalah tagihan uang sekolah yang telah ditunggak selama lima bulan. Sebentar lagi akan ujian dan siswa-siswi yang belum membayar uang sekolah tidak dapat mengikuti ujian.

Dongju membuka sepatunya dan meletakkan tasnya di sudut kamar kecil itu. Dia lalu meraih handuk dan sebatang sabun murah dengan pakaian yang hanya dicuci dengan sejumput detergen.

Pemuda itu memasuki kamar mandi kotor. Dia membersihkan dirinya perlahan. Berusaha menghemat sabun dan air. Lalu segera mengeringkan rambut dan tubuhnya. Dongju memasukkan sabun itu sebentar kedalam mulutnya, berusah menghilangkan kotoran dan bau yang tertinggal disana. Barulah ia kemudian memakai pakaiannya.

Dongju terdiam sebentar di kamar mandi. Dia bisa melihat sudut bibir dan wajah Dongmyeong yang lebam.

Apa yang dihadapi kakaknya itu hari ini?

Pasti berat sekali. Dia pasti kesakitan. Kasihan dia, menderita sekali.

Dongju sadar. Dia bukanlah satu-satunya yang menderita. Penderitaannya ini bukanlah apa-apa dibandingkan dengan Dongmyeong.

Jadi tidak apa-apa. Ada yang menderita juga sepertinya. Dia tidak sendiri, dia punya kakak laki-laki.

Dia tidak sakit sendirian.










To be continued

The Demon's Bride [LeeOn] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang