Dongju memandang datar pada tubuh hancur bermandikan darah di depannya. Tubuh melayangnya terlihat indah, berpendar putih halus di antara kemerahan yang dipancarkan darah yang membasahi ruangan itu.
Dia mengenakan perhiasan cantik di lehernya dengan pakaian pengantin. Pakaian yang sama dengan tubuhnya yang tampak transparan. Matanya bagaikan tetesan air di ujung dedaunan pada pada pagi hari. Bibirnya berwarna ranum seperti biji delima. Kulitnya putih bersih.
Bulu matanya mengepak indah membentuk bayangan kipas kecil di atas pipinya. Dia berbalik untuk bertemu dengan sosok berpakaian pengantin laki-laki juga. Hanya berbeda warna saja. Dongju mengenakan setelan putih sementara sosok itu mengenakan setelan hitam.
Dia berdiri disana dan menatap memuja pada sosok berpendar putih lembut yang berjalan ke arahnya. Tangannya terulur perlahan menyambut pemuda itu.
"Pengantinku." Sebuah kecupan terjatuh di atas punggung tangan Dongju yang baru saja terletak di telapak tangannya.
"Mari menuju bajingan selanjutnya." Ucap Dongju sembari melihat kepala yang tertunduk didepannya.
"Sesuai dengan keinginanmu, pengantinku."
Ucapan itu sungguh memuja hingga jiwa kosong seperti Dongju terasa bergetar. Biarlah jiwanya mengendap bersama dengan makhluk ini. Yang dia inginkan hanyalah memuaskan emosi menghitam di dadanya. Gumpalan hitam berhiaskan tetesan darah yang masih bersarang di rongga jiwanya bahkan ketika ia sudah mati.
Orang selanjutnya adalah dua orang terakhir yang memperkosa Dongju pada saat itu. Mereka berdua kini sedang mabuk-mabukan di salah satu bar. Dikarenakan Dongju bukan lagi bagian dari dunia ini, dia melewati dinding dengan mudah dan menuju mereka.
Pengantin laki-lakinya menunggu dengan setia seperti pelayan di belakangnya. Sementara Dongju mulai menampakkan dirinya pada dua bajingan di depannya. Mereka nampak menggigil ketakutan saat melihat sosok cantik Dongju.
"K-kau sudah mati!" Ujar mereka dengan ketakutan membara.
Dongju tidak membalas. Dia hanya berjalan perlahan ke arah mereka dan menusuk jantung keduanya menggunakan jarinya yang tajam. Dia sudah mati. Begitu juga dengan orang-orang ini.
Kedua manusia itu tampak menggelepar hebat karena sumber kehidupan mereka telah ditarik paksa dari tempatnya. Matanya memerah dan segera menjadi sarang selanjutnya dari kuku panjang Dongju.
Darah memercik ke wajah dan pakaian putih miliknya. Tetapi Dongju tidak menghiraukannya. Matanya yang sejernih kristal menatap setiap detik dari usaha keduanya untuk menarik nafas kehidupan ke paru-paru mereka yang robek.
Tidak ada senyuman. Hanya emosi hitam di hatinya yang berkurang. Dia berdiri disana, menunggu keduanya untuk mati.
Pengantin Dongju berjalan ke arahnya dan dengan perlahan, dia menyeka darah di wajah Dongju. Mata hitam itu menatap langsung kepada mata cerah di depannya.
"Pengantinku..."
"Jiwa mereka milikmu." Ujar Dongju datar melepaskan wajahnya dari genggaman cakar berwarna hitam itu.
Dua jiwa kebingungan itu ditarik dan dimasukkan ke dalam mulut pengantin laki-laki milik Dongju. Meninggalkan mayat hancur di lantai, yang sama dengan mayat-mayat sebelumnya.
Kini tibalah saatnya bagi Dongju untuk menemui seniornya. Dongju berdiri di belakang seorang pemuda yang memunggunginya. Dia sedang belajar. Tidak ada sedikitpun rasa bersalah padahal dialah yang menyebabkan Dongju menjadi seperti ini.
Dongju tersenyum sinis lalu menggenggam leher pemuda itu dari belakang. Seniornya itu nampak sangat terkejut melihat tangan ramping dengan kuku-kuku tajam di lehernya.
"Selamat malam, senior." Bisik Dongju perlahan di telinga pemuda itu.
Sebelum seniornya itu berteriak, kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Tubuhnya mengejang hebat dan kepalanya menggelinding di lantai. Mata itu memerah memandangi Dongju. Darah membasahi kamar mewah dan elegan itu.
Kaki Dongju terangkat dan menghancurkan kepala itu begitu saja. Bola mata itu keluar dari rongganya dan menggelinding seperti kelereng berdarah di lantai. Hancur. Kepala itu hancur seperti hati Dongju pada hari itu.
Jiwa kebingungan melayang di ruangan itu dan segera ditangkap oleh tangan berkuku hitam serta panjang itu. Sosok iblis di belakang Dongju memandanginya tanpa jeda. Memuja tanah yang dilewatinya dan cemburu pada mayat yang disentuhnya.
Dongju melayang dalam balutan pendar kecantikan yang putih. Dia menatap makam saudara kembarnya. Di tangannya ada tubuh yang hampir mati. Tubuh pria yang pernah memukuli Dongmyeong semasa hidupnya.
Manik itu seindah bintang-bintang di langit malam saat ini. Rambutnya yang halus melambai mengikuti angin. Mayat di tangannya dia lemparkan di atas makam itu. Darahnya ia perasa untuk membasahi tanah kuburan itu. Namun cairan merah itu segera menghilang dan dia terlempar menyakitkan.
Tubuh jiwanya yang transparan menabrak pengantinnya. Dia selalu berada di belakang Dongju dan menopang jiwa yang hampir pecah itu di tangannya.
Benar. Dongju menjual jiwanya pada iblis sementara jiwa Dongmyeong kembali kepada-Nya. Yang Maha Kuasa pemilik seluruh alam semesta. Tentu saja, jiwa hilang sepertinya tidak bisa berdekatan dengan jiwa murni seperti kembarannya.
Dia memang ditakdirkan untuk rasa sakit. Rasa sakit adalah kekasih jiwanya.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon's Bride [LeeOn] ✓
FanficDalam kehidupan ini, Dongju paling membenci rasa sakit. Tetapi entah mengapa, sepanjang hidupnya, dari ia lahir hingga mati, dia selalu merasakan kesakitan. ⚠️21+ for adult and sensitive content