CHAPTER 00

1.1K 47 6
                                    

Jika Warna Tidak Pernah Ada

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika Warna Tidak Pernah Ada

* * *

Jika warna menggambarkan tentang hidup, apa warna yang tepat untuk hidupmu?

Rona menyukai warna cerah yang begitu penuh keceriaan. Itu menjadi alasan awal yang membuatnya jadi senang melukis. Tetapi ada satu warna yang selalu membuatnya merasa bahagia yaitu warna biru.

Warna biru seperti sedang menjelaskan semua hal tentang hidupnya. Rona selalu tersenyum saat menaruh warna biru terlalu banyak pada lukisannya. Andai warna biru bisa diajak berbicara, Rona akan mengatakan bahwa dia berhasil menggambarkan perasaan bahagianya.

Tetapi yang tidak Rona sadari bahwa warna biru juga memiliki arti sebagai warna kesedihan. Semuanya tergantung pada terang dan gelapnya warna itu. Meskipun cewek itu mengatakan hidupnya seterang warna biru, bisa saja hidupnya juga akan segelap warna biru tua.

Sampai Rona akhirnya menyadari, ia tidak lagi tahu warna yang tepat untuk menggambarkan hidupnya saat ini. Entah itu warna biru atau bukan. Bahkan warna hitam atau putih sekalipun. Tetapi yang jelas hidupnya saat ini begitu kosong, hampa, dan sangat menakutkan.

Sangat-sangat menakutkan.

"Makan!" perintah seseorang kepada Rona yang kemudian menyeringai penuh arti.

Rona sedang berada di meja makan dan pemilik suara di depannya ini memerintah setelah dia menaruh makanan di piringnya. Dia makan dengan lahap. Sementara Rona, sebaliknya, tetap duduk, bahkan sama sekali tidak menyentuh makanan yang orang itu siapkan.

Orang di hadapannya masih makan sambil memperhatikan Rona dengan sangat dalam. Rona tetap diam dan hanya memalingkan muka. Mencoba untuk menutupi ketakutannya detik itu, seperti warna biru yang semakin gelap, seakan sedang menyamar menjadi warna hitam.

"Apa kamu tidak mendengarku, Rona?" Dia bertanya.

Rona tidak mengerti ucapan orang itu kepadanya sebagai bentuk perhatian atau bukan. Ia tidak lagi bisa mengartikan apa yang terjadi saat ini. Apalagi ketika Rona sedang mencoba menahan air matanya yang hendak jatuh lagi.

Ia tidak ingin menangis di depan orang itu. Rona tidak ingin orang itu menyaksikan kelemahannya. Ia memastikan bahwa orang itu melihat Rona sebagai orang yang kuat.

"APA, RONA?!" teriaknya bergema di seluruh rumah.

Dia menghentikan aktivitas makannya, kembali mendekati Rona, dan memegang kedua pipi cewek itu seperti menjepit wajahnya. Tangan Rona bergetar saat merasakan telapak tangan orang itu memegangnya.

Sentuhannya menjadi hal yang paling Rona benci di dunia ini.

"Apa kamu benar-benar tidak mau makan?! Hah?!" Dia bertanya pada Rona lagi dengan suara tinggi. Kedua matanya merah dan wajahnya sangat menunjukkan kemarahan. Urat-urat di wajahnya keluar. Dia menggeram sambil menekan tulang pipi Rona lebih kuat.

Rona tidak ingin makan. Ia ingin menjauh pergi dan mengurung dirinya di dalam kamar. Setidaknya ia tidak perlu bertemu dengan iblis itu lagi.

"Kamu punya mulut buat bicara, Rona!" teriaknya terus-menerus di depan wajah Rona hingga ia merasa tuli karena kerasnya suara itu.

Dia terus menekan wajah Rona, menuntutnya untuk membuka suara. Tetapi Rona semakin diam dalam pertahanan diri yang sebenarnya hampir habis.

Orang itu makin membuat Rona merasakan kesakitan saat jari-jarinya hampir merobek kulit wajah Rona. Rona menelan ludah, akhirnya, ia terpaksa berbicara. "Rona gak mau," balasnya segera melihat ke bawah karena tidak tahan melihat wajahnya.

Tetapi dia mencoba membuat Rona untuk melihatnya lagi dan dia berhasil. Dia menyeringai bangga sambil menunjukkan sebuah senyuman yang sangat tidak Rona suka.

"Kalau begitu lebih baik aku yang makan."

Ucapan itu. Rona tidak suka ke mana arahnya.

Sebelum Rona sempat bergerak, dia sudah berada di atasnya, memerangkapnya hingga Rona tidak merasakan apa-apa. Atau lebih tepatnya, ia tidak ingin merasakan apa pun.

Dia mendorong dirinya ke dalam tubuh Rona sambil menguasai seluruh tubuh cewek itu. Dia mencium setiap bagiannya seperti tubuh Rona adalah makanan penutup favoritnya. Dia melakukannya dengan begitu senang.

Tetapi Rona, tangisan dalam diam yang ia lakukan dengan menekan bibirnya untuk ia tutup rapat-rapat. Semuanya terasa membuat Rona mual karena rasa benci yang luar biasa ia rasakan.

Malam itu gelap, menakutkan, dan menjijikan.

Warna biru cerah yang biasanya selalu menggambarkan kehidupan Rona yang penuh bahagia, sekarang seperti sedang berlindung di dalam warna hitam. Hidupnya tidak akan pernah cerah lagi. Hidupnya tidak akan pernah lagi memiliki warna yang selalu ia suka selama ini.

Kedamaian di dalam hidupnya hilang. Tergantikan dengan perasaan khawatir setiap saat.

Rona kehilangan kesadaran saat ia harus menerima kenyataan bahwa sekarang ia sedang diperkosa oleh seseorang.

Orang yang semestinya melindungi Rona dari berbagai hal berbahaya di dunia ini.

Tetapi dia malah menjadi pemerkosanya.

Dia adalah ... ayahnya sendiri.

* * *

SUKA?

VOTE!

NEXT?

KOMEN!

VOTE, KOMENTAR, DAN SHARE CERITA INI KE MEDIA SOSIAL KAMU SEBANYAK MUNGKIN

TERIMA KASIH

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

FOLLOW MEDIA SOSIALKU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jika Warna Tidak Pernah AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang