CHAPTER 11
Aku selalu berpikir bahwa aku tidak pernah pantas bahagia.
* * *
Kier tidak mengerti, mencoba memahami mengapa Rona bisa setakut ini. Padahal sejak tadi Rona terlihat baik-baik saja. Tak sangka bahwa diam-diam Rona bisa tidak ingin pulang ke rumah, meskipun Kier sendiri tidak tahu mengenai alasan di balik sikap itu.
Tetapi Kier juga tidak tahu, apakah ia bisa menolong Rona? Apakah Rona menginginkan pertolongan darinya?
Kier tetap berdiri di dekat Rona sepanjang waktu. Satu jam telah berlalu sejak Rona meminta agar Kier menemaninya. Namun, sekarang waktu sudah berjalan cukup lama, dan kali ini Kier memberanikan diri untuk bertanya. Meskipun dia belum tahu persis apa yang akan Rona katakan, Kier merasa sudah waktunya baginya untuk menawarkan bantuan.
"Gimana sekarang?" tanya Kier dengan hati-hati sambil melonggarkan pegangan pada Rona. Matanya mencari tanda-tanda apa pun yang bisa memberinya petunjuk. Ia tak mau menanyakan masalah yang mungkin tengah dihadapi Rona. Kier menghormati privasi Rona, siap mendengar jika Rona ingin bercerita. "Lo masih perlu waktu satu jam lagi?" lanjutnya, memberi ruang bagi Rona untuk berbicara tentang rencananya sendiri.
Tubuh Rona masih gemetar, dan Kier merasakan kebingungan. Dia tidak sepenuhnya memahami perubahan yang sedang dirasakan oleh Rona. Ada sesuatu yang terjadi pada cewek itu, tetapi Kier tidak tahu pasti apa yang tengah dirasakan oleh Rona. Namun, saat ini Kier merasakan kebahagiaan. Melihat Rona di dekatnya, bukan lagi dari kejauhan, membuat hati Kier merasa hangat. Kier merasa senang karena kini dia dapat berada begitu dekat dengan Rona. Tidak lagi melihat Rona yang menangis dari kejauhan.
"Thank you, Kier." Suara Rona terdengar sangat lirih. "Kayaknya gue pulang sekarang."
Kier melihat ke arah Rona lagi, ekspresinya penuh tanda tanya, menanyakan keputusan Rona sekarang. "Yakin?"
"Ya." Rona mengangguk. Tatapannya menerawang, Rona seakan tidak memiliki keputusan selain benar-benar pulang. Ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi. Pilihan lain sepertinya sudah tidak mungkin. Rumah yang menjadi tempat pulangnya adalah satu-satunya tempat Rona untuk kembali. Rona terbayang wajah mamanya, membayangkan reaksi yang mungkin terjadi jika ia tak kembali. Apa yang akan dikatakan mama jika Rona tidak pulang? Apa yang akan terjadi jika Rona memilih pergi dari rumahnya sendiri?
Kier mengeluarkan ponselnya. Dahi Rona mengerut, karena Kier langsung memberikan ponsel cowok itu kepada Rona.
"Ketik nomor lo!" pinta Kier, memastikan Rona memasukkan nomornya. Tanpa menunggu lama, Kier langsung mengirim pesan ke Rona,
Ponsel Rona tiba-tiba berkedip dan suara notifikasi pesan dari Kier terdengar. Pandangan matanya tertuju pada layar, di mana beberapa nomor telepon terpampang yang tak ia pahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Warna Tidak Pernah Ada
Romansa"Cinta itu memang indah, tapi apa kamu bersedia jika cinta membuatmu kehilangan dirimu sendiri?" Bagi Rona, hidup seperti palet warna yang tidak menentu. Satu waktu, warna bisa sangat cerah, namun di lain waktu bisa tiba-tiba berubah menjadi gelap d...