46. Kilas Balik Luka Lama

900 80 1
                                    

Sepulang sekolah, Zaki memarkirkan sepedanya di dekat toko bunga, setelah mampir sebentar untuk membeli sebucket bunga, Zaki berjalan menapaki tangga menuju pemakaman. Pemuda itu sempat menghentikan langkahnya dan menghela napas panjang. Hari ini, segala lelahnya akan terbayarkan dengan banyaknya hal yang akan Zaki ceritakan pada Nenek dan Ibu. Hari-harinya tetap terus berjalan meski masih berat untuk menerima kenyataan bahwa Nenek dan Ibu telah pergi untuk selama-lamanya.

Dan hari-hari itu, terasa sangat menyakitkan.

Setelah sampai pada makam sang Nenek, Zaki duduk di dekat batu nisan bernamakan orang yang sangat ia sayang itu. Zaki mengusap batu nisan tersebut dengan mata yang memanas. Kepalanya menunduk, dan hatinya terasa seperti dicabik-cabik. Zaki rindu setengah mati dengan Nenek. Biasanya, ketika dunia tak ramah padanya, ada Nenek yang akan selalu ada untuk membuat dunia yang tak ramah itu terasa begitu mudah untuk dijalani. Namun kini, semuanya terasa runtuh. Zaki seperti tak punya benteng untuk bersandar.

Ketika matanya beralih menatap makam sang Ibu, dadanya semakin terasa begitu sakit. Adanya figur Ibu di kehidupan Zaki mungkin terlihat begitu semu, dan kehilangan sosoknya mungkin tidak akan terasa sesakit ini. Namun, Zaki tetaplah seorang anak yang tidak bisa hidup tanpa sosok Ibu. Sekejam apapun Ibu semasa hidupnya, hadirnya tetap menjadi semangat hari-harinya.

Hari-hari yang Zaki lalui kini terasa begitu sulit untuk dijalani. Tapi, meskipun itu berat setengah mati, Zaki tetap mampu berjalan dengan dua kakinya sendiri.

"Nenek sama Ibu apa kabar? Tempo hari lalu Zaki mengikuti tes untuk les agar bisa masuk di jurusan kedokteran. Do'akan agar hasilnya sesuai. Zaki sudah berusaha agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Nenek dan Ibu yang tenang ya di sana, Zaki berjanji akan menjadi orang yang bahagia."

Bahkan meskipun Zaki selalu menceritakan semuanya pada Nenek, ia tak pernah sekalipun menceritakan hal menyedihkan yang sedang menimpanya. Karena Zaki takut jika di sana Nenek mendengarnya.

"Kayna juga tidak pernah rewel sekarang. Dia hari ini ulang tahun. Zaki bingung akan beri kado Kayna apa. Zaki belikan apa ya? Kayna suka apa sih selain gula-gula? Mau Zaki belikan pesawat mainan, tapi dia sudah punya banyak. Jadi bingung." Zaki yang semula menunduk, kini mengangkat kepalanya menatap gundukan tanah yang baru saja ia taburi kelopak bunga mawar.

Lagi-lagi Zaki menghela napas panjang. Kali ini helaan napasnya tak membuatnya merasa lega. Rasanya justru sesak. Zaki tidak pernah berlari untuk mengejar sesuatu yang sangat ia inginkan, tapi rasanya kenapa selelah ini berada di dunia?

Tak lama setelahnya, Zaki terdiam. Ia tak lagi mengatakan apa-apa. Hanya diam sembari menikmati ketenangan dan dinginya angin sore ini. Entah mengapa, berlama-lama di sini membuatnya merasa sedikit lebih baik. Karena satu-satunya tempat yang memberinya ruang untuk tenang setelah lelahnya seharian ia bertemu bisingnya dunia luar---hanyalah tempat ini. Area pemakaman.

Terlalu lama hanyut dalam keterdiaman, Zaki sampai tak sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Seharusnya jam ini ia harus segera berangkat bekerja ke Kids Cafe, ia telat setengah jam. Maka dengan cepat-cepat, Zaki bergegas untuk beranjak dari sana setelah meletakkan buket bunga di makam Nenek dan Ibu.. "Zaki berangkat kerja dulu ya," katanya.

Zaki adalah orang yang dikenal sangat disiplin, dia juga orang yang tidak enakan. Hanya karena telat lima menit saja ia sudah dibuat panik bukan main, takut jika Sagara akan kecewa padanya karena menyepelekan waktu. Hal itu lah yang membuatnya gegabah dan tanpa sadar menubruk orang yang hendak masuk ke area pemakaman.

"Eh, maaf-maaf. Aku tidak sengaja." Zaki membungkukkan badannya berulang kali untuk meminta maaf pada orang yang barusan ia tabrak. Alih-alih mendapat caci makian, Zaki justru mendapat pekikan girang dari orang tersebut.

Lembaran Luka | Jay Enhypen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang