48. Kunci Kamarnya Ya, Dek

1.1K 77 1
                                    

Setelah kembali dari kamar mandi, Dafa berjalan menuju meja belajarnya sembari mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pemuda itu duduk dan memandang buku-bukunya yang berserakan dengan tatapan kosong. Fokusnya adalah menatap satu buku catatan yang terbuka lebar. Tulisan di buku itu terlihat begitu rapi dan sangat mudah dipahami. Itu adalah buku catatan biologi dari Zaki.

Dafa tertawa getir. "Buku dari lo nggak ada yang berguna. Emang dasarnya otak gue aja yang goblok." Kemudian ia menutup buku itu dengan kasar. Dafa juga mengemasi semua buku-bukunya yang ada di sana. Memasukkannya ke dalam ransel sekolah. Kemudian menghela napas panjang dan menatap ke atap kamarnya dengan hati yang terasa begitu sakit.

Lantas pemuda itu berdiri dari kursi belajarnya, berjalan ke arah lemari dan mengganti kaos putih polosnya itu menjadi seragam.

Setelah selesai berganti pakaian, Dafa mengambil ranselnya di atas meja belajar, kemudian berjalan keluar dari kamarnya. Baru satu langkah ia beranjak dari kamar, sudah ada kakek di depannya. Yang menatap Dafa dengan tatapan tajam penuh penekanan. Sungguh. Dafa sangat muak!

"Mau ke mana kamu?!"

"Mau sekolah." Dafa menjawab dengan malas.

"Kan Kakek sudah bilang! Kamu berhenti aja sekolah di sana! Mulai besok kamu bakal Kakek kirim ke luar negri! Sana masuk! Mending kamu siap-siap aja, ngapain sekolah?! Kakek udah urus surat pengunduran diri kamu!"

Dafa menghela napas samar. "Kek, Dafa pengen ke sekolah buat terakhir kalinya. Dafa cuma mau pamitan sama temen-temen. Iya, Dafa nurut kok sama Kakek. Besok Dafa berangkat ke luar negri. Tapi, izinin Dafa buat pamitan dulu sama temen-temen."

"Nggak usah! Ngapain?!" Kakek marah.

"Kakek----"

"Nggak! Nggak usah bantah! Sana masuk kamar! Belajar! Kakek sudah belikan kamu banyak buku untuk belajar menggeluti dunia bisnis!"

"Kakek? Dafa janji nanti bakal pulang lebih awal! Tolong...."

PLAKKKK

Kakek menampar Dafa.

"Ini semua demi kebaikan kamu, Dafa! Kakek nggak mau masa depan kamu hancur kayak Mama kamu! Kamu harus lebih sukses dari pada Kakek dan Om kamu! Biar nggak ada yang bisa menginjak-injak harga diri kamu!"

"Kakek cuma mau kamu hidup bahagia, Dafa..."

"Sudah cukup hidup Mama kamu yang hancur, kamu harus jadi orang hebat yang nggak akan bisa jatuh harga dirinya..."

Tapi kenyataannya apa, Kek? Dafa enggak bahagia. Dan nggak akan pernah bisa ngerasain apa itu bahagia karena semua tuntuan Kakek yang di luar kemampuan Dafa... batinnya.

"Papa!" Dari kejauhan, Fabi berlari menghampiri sang Papa.

"Papa, ada klien yang mau menanam saham di perusahaan Papa sebesar tiga puluh persen. Orangnya udah nunggu di kantor. Lebih baik Papa ke sana sekarang, soalnya udah nunggu lama, kasihan, Pa," kata Fabi.

"Siapa?"

Fabi nampak ragu, tapi ia harus tenang. Kemudian laki-laki itu berkata, "Pak Andreson Danudirja."

"Kenapa kamu nggak bilang dari tadi?!"

"Y-ya soalnya----"

"Udah cepetan kamu siapin mobil!" Kemudian si tua bangka itu berjalan meninggalkan anak dan cucunya.

Dafa menatap Fabi dengan tatapan tak suka. Pemuda itu tahu bahwa Fabi berbohong pada sang Kakek hanya untuk membantunya lagi kali ini. Dan itu hanya akan membuat Fabi berakhir terkena masalah lagi.

Lembaran Luka | Jay Enhypen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang