05. Das erste Treffen

240 31 0
                                    


.
.
.
.
Busan, 03 mei 2017

Seorang pemuda manis berusia 22 tahun itu tampak asik dengan novel romansa yang sedang dibacanya di sudut books cafe.

Tidak ada yang aneh memang, kecuali dia datang setiap hari, mulai siang hari hinggal cafe menjelang tutup. Untung saja dia bisa membayar banyak pesanannya, jika tidak dia pasti sudah di usir oleh manager books cafe itu.

Dia Wooyoung, ntah kenapa dia seolah tidak memiliki pekerjaan resmi.

"Ya tuhan, kenapa dia tampan sekali...!!!" pemuda itu menjerit heboh dihatinya saat menatap sosok pria yang sedang mencatat sesuatu di buku catatan didepannya.

Ah sepertinya lelaki manis itu tidak hanya membaca novel ditangannya tapi juga memperhatikan seorang lelaki tampan diseberang tempat duduknya.

"Bukankah sungguh tidak sopan menatap orang asing seperti itu?" Wooyoung mengedipkan matanya cepat saat mendengar suara berat dari lelaki disebelahnya itu.

Sungguh, hal itu membuat Wooyoung merasa ingin menghilang karena insiden memalukan tadi. Wooyoung tau wajahnya pasti sudah memerah karena malu.

"Siapa yang menatapmu?" Wooyoung mencoba bersikap ketus pada pemuda dihadapannya.

"Jika kau tidak melihatku, kenapa kau menyahut?" pemuda itu tersenyum tipis, sukses membuat jantung Wooyoung berdebar dengan sangat kencang.

"K-karena tidak ada orang lain disini." pemuda itu terkekeh melihat kegugupan si manis dihadapannya itu. Tanpa melihat Wooyounh, pemuda itu membereskan buku-buku yang dibacanya.

"Yeosang." pemuda itu menyebutkan satu nama sebelum berdiri dan hendak meninggalkan cafe.

"Huh?"

"Namaku Yeosang, jika kita bertemu lagi, kau harus memberitahu nama mu." tepat setelah menyebutkan itu, pemuda tersebut langsung beranjak dari hadapan Wooyoung, tanpa menunggu jawaban Wooyoung.

"Ah ya tuhannnn, jantungku...!!" Wooyoung memekik heboh sambil menyentuh dada kirinya, jantungnya benar-benar berdetak sangat cepat.
.
.
.
.
Tidak ada yang berubah dari keseharian Wooyounh. Dia terus saja datang ke books cafe, dengan harapan bisa bertemu dengan lelaki yang membuat jantungnya berdebar-debar minggu lalu.

"Apa dia datang hari ini?" Wooyoung berguman sambil sesekali mengalihkan pandangannya ke sekeliling cafe.

"Apa kau menunggu kedatanganku?" Wooyoung terkejut saat sebuah suara terdengar dari arah belakangnya.

"Astaga, kenapa setiap kau berbicara selalu saja mengagetkanku." tanpa sadar Wooyoung memasang wajah cemberut saat tahu bahwa pelaku yg mengejutkannya adalah Yeosang, orang yang dia tunggu selama seminggu ini.

"Hahahaha."

"Apa yang kau tertawakan?" Wooyoung melotot saat mendengar tawa dari Yeosang.

"Kau." Wooyoung beranjak dari duduknya dan pindah kehadapan Yeosang dengan wajah yang dibuat marah.

"Lihatlah wajahmu lucu saat marah seperti ini."

Blush...

Apa Yeosang tidak sadar jika ucapannya bisa berakibat fatal untuk Wooyoung. Lihat saja wajahnya sudah merah bukan karena marah tapi karena tersipu oleh ucapan Yeosang.

"K-kau pikir aku badut." Wooyoung menjawab setelah bisa mengendalikan debaran dijantungnya.

"Tidak."

"Kau menyebalkan." Wooyoung melipat tangannya didada dengan wajah yg cemberut, sepertinya dia sadar tidak akan menang jika berdebat dengan lelaki dihadapannya itu.

"Jadi siapa namamu?" Wooyoung melirik Yeosang yang duduk santai dihadapannya.

"Wooyoung." Yeosang mengulas senyum setelah mengamati wajah manis Wooyoung.

"Baiklah Wooyoung, ayo berteman." Wooyoung menatap sekilas uluran tangan Yeosang, sebelum membalas uluran tangan itu.

"Ya, mari berteman." Wooyoung mengulas senyum saat tangannya menyentuh tangan Yeosang.
.
.
.
.
.
Setelah deklarasi pertemanan yang mereka lakukan, pertemuan mereka semakin sering terjadi.

Books cafe adalah saksi berbagai cerita yang telah mereka lalui sebagai teman.

Yeosang yang sangat perhatian pada Wooyoung, melindungi dan mengabulkan apapun yang diinginkan Wooyoung. Membuat tumbuhnya rasa di hati Wooyoung.
.
.
.
.
.
Seoul, 22 mei 2017

Mansion keluarga Choi terlihat sangat ramai dengan lalu lalang para pelayan yang sedang membersihkan mansion. Mereka harus segera menyelesaikan pekerjaan mereka sebelum tuan mereka, San, sampai di mansion.

Hongjoong memperhatikan para pelayan yang bekerja dengan cepat karena tahu bahwa San akan segera pulang. Hongjoong tahu kenapa para pelayan itu sangat takut pada San, ya meskipun Hongjoong akui dia juga takut pada San, saat kakaknya itu sedang marah.

"Semoga San hyung sedang dalam mood yang baik." Hongjoong tidak bisa membayangkan jika San pulang dengan kondisi mood yang buruk, pasti dia akan dijadikan sasaran lagi.

"Hah, aku ingin liburan." Hongjoong mendudukkan dirinya dianak tangga sembari memperhatikan para pelayan yang lalu lalang di lantai bawah. Jika dilihat dari posisi dan ekspresinya Hongjoong sudah mirip dengan anak anjing yang minta dipungut.
.
.
.
.
.
Sebuah mobil berhenti tepat didepan pintu mansion keluarga Choi, Yunho keluar dari balik kemudi mobil, disusul San yang turun dari mobil dengan raut wajah datar.

"Yunho, aku mau kau mencari tahu apa yang anak itu kerjakan sekarang." San melangkah memasuki mansion dengan Yunho yang setia berjalan dibelakangnya.

"Baik, ada lagi yang kau perlukan." Yunho menatap San yang berhenti tiba-tiba di depannya.

"Tidak, aku ingin laporannya sudah ada dimeja kerjaku dua jam lagi." Yunho hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan San yang sekarang sudah menaiki tangga.

"Ya, jangan lakukan apapun pada Hongjoong!" Yunho berteriak pada San, yang sudah pasti hanya dibalas dengusan oleh San.

San sudah akan memasuki kamarnya sebelum sebuah suara lirih Hongjoong menghentikannya.

"Hyung." Hongjoong menatap San ragu.

"Masuk, katakan didalam." San membuka pintu kamarnya dan meminta Hongjoong untuk masuk. Tepat setelah Hongjoong melangkah masuk ke kamarnya, San menutup pintu dan menguncinya. Dia punya waktu dua jam sebelum Yunho mencarinya.

"Apa yang kau inginkan?" San menatap Hongjoong yang menunduk di hadapannya.

"Hyung, b-bolehkah aku berlibur?" San menyeringai mendengar permintaan Hongjoong. Sepertinya dia tidak perlu bersusah payah mencari umpan, umpan itu sudah menawarkan dirinya sendiri.

"Berlibur heh?" San melangkah mendekati Hongjoong, membuat Hongjoong secara refleks melangkah mundur. Hongjoong baru berhenti melangkah saat menyadari bahwa dia sudah terpojok oleh tembok.

"Kau bisa berlibur, aku akan membiarkanmu pergi, tapi kau pasti tau apa yang harus kau lakukan untuk mendapatkannya." San berbisik tepat di telinga kanan Hongjoong. Hongjoong hanya bisa menahan nafasnya saat San melanjutkan ucapannya, Hongjoong sangat paham apa yang diinginkan orang yang saat ini berstatus sebagai kakaknya.

"H-hyung h-haruskah?" San menjauhkan wajahnya dan menatap wajah Hongjoong yang terlihat gugup dan takut.

"Ya, jika kau melakukan itu maka aku akan membiarkanmu bebas selama satu bulan, kau bisa berlibur dan juga melakukan tugas dariku." Hongjoong menatap San ragu. Tawaran seperti itu tidak akan datang dua kali dari San. Disamping itu dia juga bisa memastikan orang itu selamat.

"B-baiklah hyung, a-aku terima." Hongjoong akhirnya memutuskan menerima tawaran San.

"Bagus." San mengulas senyum kecil yang tidak disadari Hongjoong. Tepat setelah itu San menarik tangan Hongjoong dan mendorongnya kekamar mandi.

Blam..

Pintu kamar mandi tertutup disusul bunyi benturan dan rintihan yang terdengar lirih.
.
.
.
.
.
Tbc.
.
.
.
.
.

AuswahlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang