kenapa aku tidak bisa melawan?

29 5 12
                                    

🚫 BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA 🚫

❌ JANGAN JADI PEMBACA GELAP YAH GUYSS❌

NO PLAGIAT ❌

Aku tidak salah, itu semua bukan salahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku tidak salah, itu semua bukan salahku. Kenapa aku yang mendapatkan ini semua? Kenapa bibirku serasa mati rasa sehingga aku tidak bisa membungkam semua cibiran manusia itu, kenapa aku tidak bisa melawan mereka semua? Aku lemah, iyah aku lemah untuk membela sendiri. Aku hanya bisa diam layaknya patung, aku hanya bisa meneteskan air mata, aku hanya bisa mengurung diri untuk waktu yang lama. Tuhan, inikah takdir yang kau tuliskan untuk ku jalankan? Tapi kenapa sepahit ini.

***


Suara kicauan burung-burung di udara serta hembusan angin pagi yang cukup kencang hari ini membuat Elena Liuvia harus memakai cardigan panjang. Ia mulai melangkahkan kaki keluar dari pekarangan rumahnya. Yah, seperti pagi-pagi biasanya, Elena selalu berjalan kaki menuju sekolahnya, jarak yang ia tempuh sungguh jauh bahkan memakan waktu sekitar 30 menit setiap harinya.

Bukan tanpa alasan Elena harus berjalan kaki menuju sekolahnya. Meskipun memiliki fasilitas yang mewah, serta mobil-mobil yang canggih terpajang di garasinya namun Elena tetap berjalan kaki menuju sekolah. Hal ini di karena Elena yang di perlakukan bagaikan anak tiri di rumahnya sendiri oleh ayahnya sendiri pula. Bahkan kakak perempuannya pun juga tidak pernah memperdulikannya.

Ayah dan Kakak perempuannya menganggap Elena adalah anak pembawa sial, bahkan tidak sesekali juga makian Elena dengar dari mulut ayah dan Kakak perempuannya itu.

Hanya karena suatu isiden yang merenggut nyawa ibunya tersebut, lalu ia di sebut pembawa sial, bahkan anak tidak ada gunanya. Elena juga tidak menginginkan kejadian tersebut terjadi dan membuat nyawa ibunya hilang.

Tidak ada satupun keluarga yang pernah membelanya, bahkan kakak, sepupu, nenek, kakek, ataupun keluarga lainnya.

Ia di perlakukan layaknya sebuah narapidana bahkan seorang budak yang harus mengikuti semua perintah keluarganya. Yah, tidak heran jika Elena selalu sakit.

Terkesan tidak adil namun ini lah hidup. Mau tidak mau Elena harus tetap bertahan hidup sampai ia menyelesaikan semua studinya. Meskipun dengan derasnya air mata yang selalu ia keluarkan.

Kerasnya dunia ia hadapi sendiri, tanpa kasih sayang, tanpa perhatian, bahkan tanpa kata semangat. Terkadang ia juga pernah merasa iri dengan teman-temannya, yang memiliki keluarga utuh dan harmonis. Bahkan di banyak acara sekolah, Elena hanya diam dan memandangi keluarga temannya. Tidak hanya memandangi, Elena juga sering membayangkan betapa beruntungnya ia jika memiliki keluarga yang harmonis seperti itu.

Ahh, khayalan semata yang bersifat sementara.

****

Hari ini, adalah hari pertama Elena Liuvia masuk ke sekolahnya setelah beberapa hari tidak hadir.

Saat berjalan di koridor sekolah, Elena merasa tangannya berkeringat bahkan gemetaran. Entahlah, apakah penyakit itu muncul kembali?

'Lo bisa, Na. Ayo, jalan terus,' batin Elena.

Saat ia berjalan menyusuri koridor menunju kelasnya, ia tidak sengaja menabrak seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan pakaian layaknya berandalan sekolah.

"Woeee cewek gila, punya mata engga Lo?" bentak Jervisto.

"M-maaaf, maaf,  gue engga sengaja," jawab Elena sambil menunduk.

"Punya otak engga Lo? Minimal kalau mau minta maaf, Lo tatap mata gue." Jervisto menarik rambut Elena sehingga Elena menatap wajahnya.

"Nah, sekarang Lo minta maaf sekali lagi ke gue. Buruan-!!!!"

Tangan Elena kembali berkeringat bahkan jantungnya berdetak kencang. Rasa sakit itu kembali.
"Gue minta m-maaf," ucapnya gemetaran.

Jervisto melepaskan rambut Elena dari cengkraman nya.
"Dah, pergi Lo. Lain kali jalan pakai mata."

Elena kembali berjalan menuju kelasnya.
'Cihh, cowok brengsek,' batin Elena.

Dengan jantung yang tetap berdegup kencang dan sulit untuk di kendalikan, Elena tetap saja mencoba melangkahkan kakinya hingga langkahnya selesai di kelasnya.

Baru saja melangkah kan kakinya masuk. Kedalam kelas, sudah ada saja. Cobaan yang di hadapi oleh-Nya.

"Apaa ini?" Tanya Elena.

Tidak ada satupun murid yang menjawabnya, semuanya terdiam bahkan tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suaranya.

Elena terus memegangi rambutnya yang terkena cat berwarna putih.
"Sialaann!!! Ngaku lo semua. Siapa yang lakuin ini semua?" bentak Elena.

"Gue, gue yang lakuin itu semua. Mau apa lo?" Satu suara mulai terdengar dari balik punggung Elena. Mendengar suara itu Elena pun langsung menoleh ke belakang dan mendapati seorang gadis dengan seragam yang acak-acakan bagaikan anak berandalan.

Ketika melihat gadis itu, entah mengapa Elena malah menundukkan kepalanya. Seisi kelas juga begitu, masih terdiam dan tidak ada yang mampu membuka suara.

Gadis yang tampak berandalan itu mendekat ke arah Elena dan menarik rambutnya, hingga kepala Elena mendongak ke arah gadis itu.
"Lebih baik lo pulang! Lo enggak pantes mendapatkan pendidikan, lo itu hanya seorang pembunuh-!! "

Gadis itu pun melepaskan cengkeraman tangannya dari rambut Elena, dan pergi begitu saja seakan-akan tidak berdosa.

"Kasihan."

"Kenapa yah sekolah masih diam aja dengan kasus pembullyan ini?"

"Gue ga tega liat Elena kayak gitu."

"Pantes sih Elena di gituin. Namanya juga pembunuh."

"Seharusnya Elena dapet lebih dari itu sih, nyawa di balas nyawa ga sih."

Begitu banyak suara dari dalam kelas yang membuat Elena tidak tahan jika harus berlama-lama berdiri di sini. Rasanya kelas itu seperti neraka bagi-Nya. Meskipun semua cibiran siswa-siswi di kelas tidakk melulu pada kontra. Namun, baginya itu sama saja. Banyak suara mampu membuat ia khawatir.





Salam manis
Juju❤️‍🔥

Pantaskah Aku Hidup?? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang