"Hidup cuman sekali, rugi dong kalau engga pernah ngerasain di cintai anak sastra"
Sastra memang seindah itu, bayangin deh tiap hari kalian mendegarkan kalimat puitis anak sastra.k Jika kamu berhasil membuat anak sastra jatuh cinta maka bersiaplah untuk abadi di setiap karya yang mereka tulis.
"Sastra seindah itu yah, Na."
Elena yang sedari tadi sibuk dengan novel yang ia baca kini mulai menoleh ke arah Nathanael dengan ekpresi yang bertanya tanya.
"Kenapa tiba tiba nanya kayak gitu??" tanya Elena.
Nathanael hanya diam tanpa menjawab pertanyaan yang di lontarkan Elena padanya. Suasana kembali canggung membuat Elena kembali gugup bahkan jantungnya kembali bergetar.
Dengan novel yang masih melekat pada tangannya, Nathanael menghela nafas berat.
"Udah deh Na, lupain aja, gue balik dulu yah." Nathanael beranjak dari kursinya laku pergi tanpa aba aba.
"Rasanya semakin lama duduk sama Elena jantung gue kenapa semakin berdetak kencang yah? apa ini namanya jatuh cinta??" Monolog Nathanael.
Elena menatap punggung Nathanael yang sudah mulai menjauh.
"Kenapa tu orang? Tiba tiba banget kayak gitu?"Elena bingung dengan sikap Nathanael yang tiba tiba saja berubah drastis. Padahal rasanya baru beberapa menit lalu Elena kesal melihat tingkah Nathanael.
"Ah udah lah, dari pada mikirin itu mending lanjut baca. Dia engga sepenting itu juga kan?" Elena kini kembali membaca novel yang sedari tadi berada di tangan nya.
***
Setelah banyak waktu Elena habis kan di coffe shop, Elena kini pulang ke rumah. Selama di perjalanan sebenarnya Zefanya sudah tau apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Pasrah, adalah kata yang mendeskripsikan Elena saat ini.
"Ya udah lah, lagian ini bukan yang pertama kan?" monolog Elena.
Dan yah, baru saja Elena membuka pintu rumahnya sidah tampak wajah seorang laki laki parubaya dengan amarah yang tak bisa di redam dan wajah seorang wanita muda yang tampak mengukir senyum kecil di bibirnya.
"Masih berani pulang kamu?" tanya Alexander.
"Kalau iyah kenapa? Urusan sama papi mau Elena pulang atau engga apa?"
Alexander terpaku melihat putri nya itu semakin hari tampak semakin membantah aoa yang di kata nya.
"Berani kamu yah!!"
Alexander menarik tangan Elena dan menyeretnya layaknya seekor hewan."Pi, lepasin. Pi, sakit. Tangan Elena, Pi." Elena meringis kesakitan, ia terus mencoba melepaskan tangannya dari genggaman papi nya itu. Tapi apalah daya, kekuatan Elena tidak setara dengan Alexander.
Alexander mencampakkan tubuh Elena di dalam gudang yang kotor tersebut.
"Ini hukuman untuk kamu, berani berani nya kamu melawan Papimu sendiri. Dasar anak pembawa sial, semoga Tuhan mencabut nyawa mu."
Alexander pergi begitu saja dan menutup pintu gudang rapat rapat.Mendengar kalimat yang di ucapkan oleh papi nya tersebut membuat seluruh tubuh Elena tiba tiba tak berdaya bahkan untuk menaikkan kepala nya saja rasanya sudah tidak sanggup.
Elena mencoba duduk dan memeluk kedua lututnya. Air matanya tak bisa ia bendung lagi, air mata itu terus menerus keluar seperti tidak ada habisnya.
'Tuhan, setidak pantaskah itu aku untuk hidup??' monolog Elena.
Air mata Elena terus mengalir membasahi pipinya, tangannya gemetaran menahan rasa sakit, bahkan matanya tampak memerah akibat air mata yang terus mengalir. Kepala Elena terasa sakit, penglihatan juga sudah sedikit memudar, bahkan tubuh nya juga sudah sangat amat lemah.
Sebelum mata Elena menutup, tiba tiba saja Elena melihat seberkas sinar dari arah pintu. Karena, kepala yang sudah terasa sakit, dan tubuhnya yang sudah lemah Elena sudah tidak dapat melihat apa yang ada di depan pintu itu. Sebelum Elena melihat apa yang sebenernya keluar dari seberkas sinar itu tubuh Elena sudah terlebih dahulu terjatuh ke lantai dan matanya menutup.
Audry yang berdiri di depan pintu gudang tersebut meneteskan air mata melihat keadaan adiknya tersebut. Rasa sakit yang di rasakan Elena dapat di rasakan Audry. Hatinya tergerak untuk menggendong Elena keluar dari gudang tersebut dan membawa Elena ke kemarnya.
Meskipun tenaga Audry tidak cukup kuat untuk menggendong tubuh Elena, ia tetap berusaha hingga tubuh adiknya tersebut dapat ia baringkan di atas kasur yang empuk.
Saat sampai di kamar, Audry segera meletakkan tubuh Elena di atas kasur. Air mata Audry tetap saja tidak berhenti menetes melihat tubuh lemah Elena. Ia menatap Elena yang sedang pingsan tersebut sembari memegang tangan Elena.
"Maafin kakak yah, Na." ucapnya pada Elena.
Setelah itu, Audry keluar dari kamar Elena meninggalkan Elena yang sedari tadi belum siuman.
Ketika punggung Audry sudah tidak terlihat lagi di kamar Elena. Kini mata Elena terbuka, ternyata sedari tadi ia sudah siuman namun ia tidak mau membuka matanya. Karena jika ia membuka matanya sudah pasti momen hangat bersama kakaknya tersebut akan hilang begitu saja.
"Kak, Elena selalu maafin kakak kok." monolog Elena.
Elena tidak bisa membendung tangis, sudah lama ia tidak merasakan hangatnya kasih sayang kakaknya tersebut setelah insiden yang merenggut nyawa ibunya 8 tahun yang lalu.
Sebelum insiden itu terjadi, hubungan Elena dan Audry sangat erat bahkan kemana Audry pergi pasti Elena selalu menjadi ekor kakaknya tersebut.
Tangan Elena meraih sebuah foto masa kecil nya dengan Audry di atas meja, lalu ia memeluk foto tersebut sambil memejamkan matanya.
Di saat seperti inilah Elena selalu mengingat kisah yang dulu. Kisah yang indah yang sampai saat ini masih belum dapat ia lupakan.
Next???
KAMU SEDANG MEMBACA
Pantaskah Aku Hidup??
Romance🚫 BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA 🚫 ❌ JANGAN JADI PEMBACA GELAP YAH GUYSS❌ luka hebat si gadis gila, yang tak tau dimana ujungnya. Start: 18 mei 2023 Finish: