Aku putri papi atau bukan sih?

18 3 0
                                    

Aku juga manusia, aku juga punya hati, aku juga anak papi, aku juga seperti kakak. Aku tidak bersalah, kejadian masa lalu itu bukan salahku, itu semua takdir tuhan. Ayolah, aku hanya ingin hidup tanpa merasakan sakit yang seperti ini.


Setelah masa belajar yang cukup lama dan menguras pikiran, ini lah saat nya menguji semua apa yang telah di pelajari selama satu semester. Hari ini adalah hari yang banyak siswa dan siswi hindari, yaitu hari di mana ujian hari pertama di mulai. Jika banyak siswa yang tidak meyukai hari ini, tapi Elena malah menyukainya. Hari ini bahkan hari yang di tunggu-tunggu oleh Elena. setelah proses belajar yang melelahkan, ia ingin menunjukan kepada ayahnya bahwa dia akan membangkan ayahnya melalui nilai ujian yang di harapkannya tinggi itu.

"Aku yakin, Aku bisa dapet nilai tinggi. Aku harus bisa buktiin ke papi kalau aku bisa jadi putri yang membanggakan," monolog Rlena ambil berjalan menuju kelasnya.

Elena berjalan menuju kelasnya dengn buku yang di genggam di tangannya. Melihat elena yang masuk ke dalam kelas audry pun berdiri dari tempat duduknya dan sengaja menyenggol tubuh Elena sehingga semua buku yang Elena genggam tadi jatuh berserakan di lantai.

"Ups, sorry, gue engga sengaja."

Dengan cepat Elena menunduk dan segera membereskan buku-buku ya yang berserakan di lantai itu. Ketika ia hendak mengambil satu buku yang dekat dengan kaki Audry, tiba-tiba saja Audry menendang buku itu.

"Sorry, gue engga liat kalau ada buku di bawah kaki gue. Sorry yah cewek pembawa sial." lagi-lagi Audry meminta maaf dengan perlakuannya yang ia sengaja tersebut. Berkedok tidak sengaja dan tidak melihat audry mencoba membuat Elena tampak hina di hadapan seluruh teman sekelasnya.

Elena berdiri dan mulai memeberanikan diri untuk menjawab semua perkataan Audry yang selama ini ia tahan.

"Aku juga manusia, aku juga punya hati. bisa engga sih kak, sehari aja kakak engga buat aku terhina kayak gini. Aku adik kakak loh, kita berasal dari rahim yang sama kak, kita ini saudara," ucap Elena dengan nada yang getir.

awalnya tatapan audry pada elena tampak begitu ibah. Namun, beberapa setelahnya Audry kembali melontarkan kalimat hinanaanya itu lagi.

"Kakak? adik? saudara? najis banget gue punya adik kayak lo. Ingat yah, lo itu hanya anak pembawa sial yang engga di inginkan lahir di keluarga gue, lo itu penyebab mami gue meninggal. bahkan asal lo tau, papi udah engga anggap lo sebagai putrinya. Lo itu bukan anak papi gue, paham!!"

Air mata elena kini mentes satu persatu hingga akhirnya deras membasahi pipinya. Hatinya kembali sakit, tubuhnya gemetaran, bahkan jantungya kini berdetak kencang. 

Melihat Elena menangis sebenarnya hati Audry ikut menangis, ia tidak tega melihat adiknya itu menangis seperti ini. tapi ini semua ia lakukan supaya ia merasakan kasih sayang dari Ayahnya, seperti apa yang di rasakan oleh Elena semasa kecilnya.

"Na, maafin kakak yah. Kakak hanya ingin merasakan apa yang kamu rasakan waktu kecil. Apa yang kamu rasakan sekarang, itulah yang kaka rasakan dulu. Tidak dapat perhatian papi mami dan di bully satu sekolah dulu," monolog Audry sembari mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes.

****

Selesai ujian, Elena langsung pualang. Ia takut jika mampir terlebih dagulu ke makam ibunya, ia akan di hukum lagi seperti kemaren. Ia takut air panas itu kembali membasahi tubuhnya yang munggil dan lemah ini.

"Shalom, Elena pulang." 

Tampak tidak ada suara penyambutan setelah ia membuka pintu rumahnya. Rumah besar itu hanya tampak kosong dan sunyi. Hanya ada beberapa saja yang dapat ia dengar.

"Eh neng Elena udah pulang, mau makan apa neng? biar bibi siapin," tanya bi Santri.

"Engga usah bi, Elena udah makan kok tadi di jalan."

"Ouh begitu, ya udah bibi lanjut bekerja lagi yah neng."

Elena hanya menganggukan kepalanya, lalu pergi beberes ke kamarnya.

Saat Elena hendak mengganti pakaiannya, tiba-tiba terdengar suara barang terlempar ke lantai yang begitu kuat. Mendengar suara itu elena pun langsung kembali turun dan melihat apa sebenarnya yang terjadi.

"Arghhhh, sialan!! kalau kayak gini terus gimana perusahaan gue bisa maju." tampak Alexander dengan pakaian yang acak-acakan, serta tas yang berserakan di lantai.

Melihat ayahnya itu tampak stress, Elena pun langsung bertanya dan coba menenangkan ayahnya itu.

"Pi, kenapa? perusahaan papi bermasalah lagi yah? tenang yah, pi, pasti bisa lancar lagi kok." Elena mencoba mengelus punggung Alexander, berharap ayahnya itu bisa tenang.

Namun, apa boleh buat? Alexander malah menyingkirkan tangan Elena dari punggungnya.

"Heh anak sialannn. Engga usah peduli lo sama gue, cihh najis gue punya putri kayak lo," bentak Alexander.

Lagi-lagi kalimat itu, harus berapa kali elena mendengar kalimat itu. Kalimat yang dari dulu terus ayahnya katakan padanya. Kalimat pematah semangat hidup yang mampu membuat Elena terdiam.

Namun, kali ini elena mencoba menjawab kalimat menyakitkan itu meski ia takut.

"Aku anak papi atau bukan sih? pi, Elena capek, Elena mau papi yang dulu, Elena mau di manja papi lagi. Pi, dunia terlalu kejam untuk elena, tolong papi jangan ikut-ikutan juga. Hati elena sakit pi," ucap Elena dengan air mata yang mulai membanjiri pipi munggilnya itu.

"Lo bukan anak gue, engga sudih gue punya anak kayak lo."

"Pi, salah Eena apa? Eena punya dosa apa ke papi?" tanya Elena sambil memegang tangan Alexander.

"Lepasin!! pergi lo, gue ga butuh seorang putri pembunuh kayak lo." Alexander pun pergi meninggalkan Elena.

Elena menangis, lalu kembali masuk ke kamar yang ia anggap tempat ternyaman untuk menanggis dan mencurahkan semua isi hatinya.  Elena duduk di atas kasur empuknya dan memegang erat foto almarhum ibunya itu. Elena menanggis sekuat-kuatnya hingga matanya sembab.

"Mi, Elena capek, kenapa jalan Elena seperti ini,mi." Elena memandangi foto ibunya tersebut.

"Mi, ajak Elena pergi. Elena udah enggak kuat, mi. Papi udah engga sayang lagi sama Elena, kak Audry juga jahat mi. bawa Elena pergi dari dunia kejam ini, mi. Elena engga sekuat itu." lagi-lagi Elena memeluk erat foto ibunya yang tampak tersenyum itu. Ia berharap ibunya itu datang menjemputnya. Baginya saat ini dunia sejahat dan se engga penting itu. Yang Elena harapkan saat ini adalah ia pergi ke sang pencipta, menemui ibunya, dan kembali bercengkrama bersama ibunya seperti dulu lagi. 

Bahkan bunuh diri pernah ia coba lakukan, hanya karena omongan manusia manusia tidak bermoral dan tidak memikirkan perasaan orang lain. Hidup se enggak adil ini menurut Elena, karena hanya dia yang di torehkan luka se dalam ini, dan hanya dia saja yang di buat se trauma ini. Tuhan jika bisa, tolong sembuhkan dan pulihkan keadaan rumah Elena. karena, saat ini rumah yang ia tinggali bukannlah sebuah rumah yang ia harapkan sedari kecil



Pantaskah Aku Hidup?? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang