akhir

4.7K 449 263
                                    


Sembilan bulan ini, Sopan sudah melalui semua kesulitannya. Dia juga sudah berbaikan dengan FrostFire. Entah berbaikan karena apa, intinya FrostFire menjadi lebih ramah padanya ketika dia bilang dia sudah move on.

Hari ini, istrinya melahirkan. Lebih tepatnya sudah melahirkan. Namun, ada kabar buruk dan ada kabar baik setelah [Name] melahirkan anak-anaknya.

Ralat, anaknya.

Seharusnya, ketiga putranya lahir dengan selamat. Iya, seharusnya begitu. Namun, yang namanya takdir―ada yang bisa diubah dan ada yang tidak bisa diubah―jadi, mau bagaimana lagi? Mau bagaimana lagi jika Yang Maha Kuasa kembali mengambil kedua putra kecilnya yang baru saja dilahirkan?

Awalnya, dua putranya sudah lahir dengan selamat. Lalu menyusul yang ketiga keluar dari perut [Name]―tapi dalam keadaan sudah tidak bernyawa.

Tentunya, Sopan panik. Akan tetapi [Name] tetap tenang. Seolah tak terjadi apa-apa. Entah, Sopan sendiri bingung bagaimana bisa dia setenang itu.

Setelah kejadian itu, tiba-tiba putra keduanya sesak napas, kulitnya membiru, ototnya melemah dan detak jantungnya menurun. Hingga akhirnya―ia menyerah dan kembali ke asalnya. Padahal, belum ada lima menit ia berada di dunia ini.

Detik itu juga, [Name] langsung membuat raut wajah takut dan panik. Sama seperti Sopan sebelumnya.

Wanita itu mulai memegang kepalanya, memukul kepalanya pelan seolah berharap ini semua hanyalah mimpi buruk yang sedang ia jalani.

Di saat itu juga, raut wajah [Name] jadi tak seperti biasanya.

; bahasa.

"Semuanya normal. Dari berat badan, detak jantung, dan napasnya semua normal. Bayi ini ... bertahan dengan baik."

"Lalu ... istri saya?"

Bidan yang mengurus [Name] tadi sedikit memasang senyum maklum, dia melirik sebentar ke arah bayi milik Sopan yang saat ini tengah tertidur pulas.

"Ini bukan pertama kalinya saya melihat seorang ibu kehilangan bayinya ketika persalinan. Tapi ini baru pertama kalinya saya melihat seorang ibu kehilangan kedua bayinya ketika persalinan.

Pasti sulit bagi Ibu, juga bagi Bapak. Tapi istri Bapak cukup tegar dan sabar dibanding pada umumnya. Saya pernah mendengar tentang pasien saya yang menggila ketika kehilangan bayinya, dan saya paham akan hal itu.

Kami para wanita mengandung buah hati kami selama sembilan bulan. Kami juga yang melahirkan mereka, dan nyawa kami menjadi sebuah taruhan ketika melahirkan.

Wajar saja rasanya, ketika kehilangan buah hati menjadi gila. Kami sudah bersabar selama sembilan bulan, dan saat hari nya tiba, sang buah hati lebih memilih kembali ke tangan sang Pencipta. Itu ... agak membuat hati sakit.

Karena itu, saya salut pada istri Bapak yang tetap tegar ketika kehilangan putranya. Saya salut pada Bapak yang berusaha tenang agar istri Bapak juga tenang. Saya salut pada kalian berdua. Jadi, tolong untuk sementara harap dimaklumi jika istri Bapak tak seperti biasanya, ya?"

Sopan hanya diam ketika dipesankan seperti ini. Dia tak tahu harus merespon seperti apa. Seolah ketika bidan tadi berkata seperti itu, itu adalah skakmat untuknya.

"... Terimakasih, akan saya ingat baik-baik." hanya ini yang bisa Sopan katakan.

Bidan itu terkekeh, "ini bukan apa-apa. Lebih baik Bapak sekarang segera ke ruangan istri Bapak yang sudah dipindahkan. Saat-saat seperti ini, istri butuh kehangatan suami."

Bidannya ini ... sudah berpengalaman ya.

Sekali lagi, Sopan berterimakasih dan mengikuti perintahnya. Ia pergi ke ruang sang istri yang tadi sudah dipindahkan.

bahasa; b. sopan [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang