02. pagi dengannya

3.4K 461 210
                                    


[Name] bingung, ketika ia bangun untuk memulai harinya―ia malah melihat Sopan yang tengah memasak di dapur. Padahal, biasanya Sopan sudah berangkat lebih dulu dan beli sarapan di luar. Tak mau merepotkan [Name] katanya.

Kamar [Name] dan Sopan itu pisah. Makanya, mereka tak begitu tahu kegiatan apa yang dilakukan masing-masing dari mereka ketika di kamar. [Name] bangun siang atau tak keluar kamar sampai siang hari, Sopan tak peduli; lebih tepatnya merasa tak enak mengganggu. Ia biarkan saja [Name] ngebo.

"Pagi, [Name]."

"... Morning."

Melihat raut bingung [Name], Sopan langsung terkekeh dengan suara kecil. Samar-samar, [Name] masih bisa mendengarnya. "Apa?"

"Ah, gak apa. Lucu aja, ekspresi kebingungan mu mirip anak kecil. Juga, muka bantalmu kelihatan jelas."

Ceilah, Sopan.

"You―enggak ke kantor?" gadis itu berjalan menuju ke dapur untuk mengambil segelas air, tenggorokannya lumayan kering saat baru bangun tidur.

"Astaga, ini Minggu, [Name]. Kamu maunya saya terus-terusan kerja rodi di kantor, ya?"

Sebenarnya, dalam hati [Name] mengiyakan. Agar dirinya bisa lebih leluasa sendirian di sini.

"Sekalian ... mumpung libur, mau jalan?"

[Name] yang sedang meminum airnya, seketika tersedak. Matanya mendelik ke arah Sopan, dalam hati ia merasa aneh―lebih ke takut tapi beda arti 'takut'.

"Sehat?"

"... Saya sehat, tuh."

Gadis itu menghela napasnya. Sembari mengobrol dengan Sopan, tangannya juga ikut bergerak mengambil piring untuk Sopan yang baru saja selesai memasak. Tinggal disajikan saja.

"Mager. No energy."

"Kalau gitu, saya sama kamu di rumah aja? Hari ini libur, saya mau temani kamu. Ya, setidaknya sehari tiap minggu. Karena saya termasuk orang yang cukup sibuk dalam kantor, apalagi saya tangan kanan Kak Ciel yang notabenenya pemimpin perusahaan di tempat saya bekerja."

Beneran, deh. [Name] tak habis pikir jika Sopan juga bisa seperti ini padanya. Atau kah ini karena ia ingin memperbaiki masalah anting dua hari lalu?

"Saya mau lebih kenal kamu, [Name]. Mau saya dalami hidupmu seperti saya mendalami hidupnya. Rasanya saya seperti bajingan jika menikahi kamu karena mirip dengannya. Saya mau mencoba―kembali jatuh cinta, tapi pada kamu [Name], bukan gadis lain.

Karena, bagaimanapun juga, ke depan nya akan lebih banyak namamu yang tertulis di skenario harian saya. Habisnya, kita ini pasangan sah suami-istri, kan?"

Waw, sungguh pagi yang mengejutkan. Lebih mengejutkannya lagi, [Name] hampir terbawa perasaan. Untung saja imannya sedang kuat.

"..."

"Bagaimana, [Name]?"

"Up to you, deh. Tapi hari ini I gamau keluar, mau di rumah aja. Lagi mager banget."

"Hahaha, okay. Kita di rumah aja. Selain itu, saya ada permintaan, boleh saya sebut?"

[Name] menatap Sopan malas. Apalagi, sih? Pikirnya begitu.

"Ya, apa?"

"Kalau kita bikin kesepakatan lagi, boleh? Mudah, kok. Kita sama-sama kurang nyaman dalam berkomunikasi karena perbedaan cara bicara. Makanya, kalau saya pakai 'aku' dan kamu juga pakai 'aku' biar kita lebih nyaman, bagaimana?"

"Maksudnya I jadi pake 'aku' gitu?"

"Iya. Saya juga."

Gadis itu nampak berpikir sebentar. Sebenarnya ini mudah, sih. Lagipula dulu saat ia belum lulus selalu menggunakan aku dan kamu. Semenjak mulai merantau saja ia jadi menggunakan I dan You.

bahasa; b. sopan [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang