DCA - 5

1.9K 275 24
                                    

Empat tahun kemudian.......

Aruna menyemprotkan parfum kepergelangan tangannya, aroma manis yang terasa sangat menyegarkan seakan siap menemani kegiatan pagi ini. Merasa penampilannya sudah cantik dan rapi, ia memilih keluar dari kamar yang sudah empat tahun ini ia tempati. 

Akhirnya, setelah sempat menolak di sinilah dirinya sekarang, menemani Mbah Putri yang sudah lanjut usia di kota Solo. Katakanlah dirinya pengecut, karena memilih pergi karena sakit hati. Tapi inilah caranya agar tidak iri dengan wanita itu, wanita yang lelakinya pernah ia sukai. 

Walaupun yang ia tahu Kalandra dan juga istrinya sudah tiga tahun ini pindah dari Yogyakarta ke Semarang, yang artinya mustahil bagi mereka sering bertemu tetapi Aruna memilih tetap bertahan di sini, bertahan demi hatinya yang masih saja sakit apabila mengingat lelaki itu. 

Apakah selama empat tahun ini mereka pernah bertemu? Tentu saja pernah walaupun hanya beberapa kali.

Aruna yang jarang pulang kecuali lebaran atau juga cuti tahunan, kadang tanpa diduga bertemu dengan Kalandra dan juga istrinya, dan juga putri kecil mereka yang lahir setahun setelah pernikahan mereka. Putri kecil yang sangat cantik, perpaduan wajah kedua orang tuanya.

Ia hela napas panjang, merasa kesal dengan dirinya sendiri yang kadang teringat akan lelaki itu, ada apa dengan hatinya? Padahal ia dan juga Kalandra tidak memiliki hubungan apapun selain perasaan sepihak darinya.

Ia benci akan dirinya yang seperti ini. Padahal ia pernah nekat menjalin hubungan dengan lelaki lain, dan berhasil menyukai sang kekasih bahkan hubungan mereka terjalin selama dua tahun lebih, walaupun akhirnya mereka memilih berpisah dengan alasan yang sangat klasik, sudah tidak ada kecocokan lagi, di tambah sang mantan di mutasi ke Jakarta, sehingga mereka memilih untuk berpisah secara baik - baik.

Dan anehnya, setelah mereka berpisah bukan sang mantan yang ia ingat, melainkan Kalandra, lelaki yang sudah jelas memiliki seorang istri dan juga anak.

Apakah dirinya berpotensi menjadi seorang pelakor?

***

"Kata Mbok Asih, kemarin Mbah Uti makan es krimnya Mbak Una yang ada di kulkas ya?" Tanya Aruna dengan suara yang sangat lembut, ia tidak berani bersuara keras kepada Mbah Putrinya yang sudah  berusia tujuh puluh enam tahun ini.

"Sitik Mbak, Mbah cuma penasaran sama rasanya." Jawab Mbah Uti. Aruna yang mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, tanpa mau melanjutkan protes, pengaruh usia membuat Mbah Putri sering sensitif kalau ada yang menegurnya sekalipun itu dengan suara yang sangat lembut.

Di sini mereka hanya tinggal bertiga, karena Mbah Kakung yang sudah berpulang delapan tahun yang lalu, sedangkan Mbah Putri sendiri tidak ingin di ajak pindah ke Yogyakarta tempat di mana anak - anaknya tinggal. Sehingga anak dan menantunya lah yang lebih sering berkunjung ke sini.

Sedangkan Mbok Asih adalah orang yang ikut membantu merawat Mbahnya, janda tanpa anak itu sudah tujuh tahun bekerja dengan Mbah Putri. Di usia yang sudah menginjak empat puluh lima tahun, tetapi masih terlihat lincah dan cekatan mengurusi Mbah putrinya.

Aruna sendiri sudah bekerja, selama empat tahun ini ia bekerja di salah satu Bank milik swasta sebagai Account Officer, pekerjaan yang melelahkan tetapi sangat ia sukai.

"Ya udah, tapi janji hari ini dan seterusnya jangan lagi ya Mbah." Pinta Aruna hati - hati, yang syukurnya langsung di iyakan oleh Mbah Putri kesayangannya ini. Ia memilih beranjak dari meja makan untuk mencuci piring dan gelas yang ia gunakan untuk sarapan. Mbahnya tidak akan mengijinkannya pergi kalau tidak sarapan terlebih dahulu, jadi inilah yang Aruna lakukan setiap hari, duduk dan menikmati sarapannya dengan Mbah Putri yang akan menemaninya di meja makan.

Setelah merasa sudah selesai, ia memilih untuk berpamitan dengan Mbah putri yang masih setia di meja makan, mengecup pelan punggung tangan keriput beliau dan juga kedua pipinya yang masih terlihat cantik di usia senja.

Tidak lupa juga berpamitan kepada Mbok Asih yang sudah berjasa membantunya selama ini. Dan siap menjalani hari - hari yang masih terasa sama seperti sebelumnya, sedikit membosankan tapi memang harus ia lalui.

***

"Istrinya Mas Kala hamil lagi loh Mbak!!"

Seru Ibunya di telepon, membuat Aruna dengan cepat menjauhkan benda pintar itu dari telinganya. Ia hanya bisa menghela napas panjang, mendengar perkataan Ibunya barusan. Selalu seperti ini, setiap ia menghubungi orang tuanya akan ada cerita yang mereka sampaikan yang sebenarnya tidak perlu untuk Aruna dengar.

Mungkin inilah yang membuat Aruna sering mengingat tentangnya. Karena Ibunya selalu memberitahukan tentang perkembangan Kalandra padanya, dan lebih parahnya lagi sekalipun ia kesal tetapi telinganya akan selalu siap menampung informasi apapun tentang lelaki itu.

Menyebalkan, tentu saja! Ia kesal dengan dirinya sendiri.

"Wah bagus dong Bu, bentar lagi Azura ada temannya, bilangin selamat dari Mbak Una ya Bu." Ucap Aruna Riang, dengan muka yang terlihat datar. Munafik tentu saja, ia tidak mengelak akan hal itu. 

"Iya Mbak, nanti Ibu sampaikan sama Bu Trisno. Ibu saja baru dikasih tahu tadi sama Ibunya Mas Kala, katanya menantunya hamil lagi. Ibu juga ikut senang, biar besok kalau mereka pulang ke Jogja kan tambah ramai." Jelas Ibunya panjang lebar.

Aruna kembali mengiyakan dan meminta ijin untuk menutup telepon karena jam istirahatnya hampir selesai, kembali ia menghela napas panjang dengan tangan yang menepuk pelan dadanya. Ia pikir rasa sakit itu akan hilang karena kisah ini sudah lama ia kubur, tetapi perkiraannya salah, karena kini ia kembali merasakan sakit yang masih sama seperti dulu, hanya karena mendengar istri lelaki itu kembali mengandung buah cinta mereka. 

Tatapannya tertuju pada makanan yang berada dihadapannya, makanan yang ia pesan secara GoFood karena malas keluar, yang kini tersisa setengah dan sudah tidak sanggup ia habiskan. Dengan berat hati ia merapikan sisa makanannya dan membuangnya ke tempat sampah. Mana mungkin ia selera makan setelah mendengar berita itu, membayangkan mereka hidup bahagia dengan anak - anaknya, sedangkan di sini dirinya masih sendiri, di usia yang sudah dua puluh tujuh tahun.

Tetapi dirinya sangat Beruntung karena memiliki orang tua yang tidak memaksa anak - anaknya harus menikah cepat, Kakaknya saja sampai sekarang masih melajang sama seperti dirinya.

Bersambung.

Untuk kelanjutan ceritanya, bisa dibaca di karyakarsa.




Drama Cinta Aruna (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang