Empat Belas || Ddeungie?

17 11 4
                                    

Happy reading

.
.
.
.
.

Ting!

Sesekali terdengar suara dentingan sendok yang membentur piring, Luna dan Jina tengah makan bersama setelah kembali dari sekolah SMP nya dan selesai membersihkan diri.

Keduanya makan dengan tenang namun sejak awal Luna terus memperhatikan Jina, Ia jadi terus melamun setelah kembali dari sekolah SMP itu.

"Jina, lu serius gak apa-apa kan?". Tanya Luna, ia agak khawatir dengan Jina saat ini. Luna memang tak tau jelas permasalahan Jina saat ini namun ia juga tak ingin bertanya karna takut membebani Jina.

"Hah? Enggak! Oh ya, Abis ini gue balik yah, makasih karna udah biarin gue numpang disini!". Jina tersadar dari lamunannya lalu segera menyampaikan jika dirinya akan pulang hari ini. Sudah cukup bagi Jina untuk merepotkan Luna, ia merasa sedikit tak enak hati.

"Yaelah kaya ama siapa aja!".

Acara makan siang bersama mereka telah selesai, Jina baru saja selesai bersiap untuk pulang. Kini tengah berpamitan.

"Luna, gue balik yah! Sekali lagi makasih, Next time gue traktir deh sebagai balesan nya!".

"Heleh, mending lu tabung tuh duit, entar pas udah kerja baru kerasa deh klo nyari duit tuh susah".

"Gak apa, sesekali boros boleh lah! Yaudah byeee..!". Jina berjalan mendekati motornya yang terparkir di halaman kecil rumah Luna.

"Ya, byeee! Titip salam sama orang rumah yaaa!".

"Iyak!". Jina mengenakan helm full face nya, menaiki motor besarnya lalu pergi menjauh dari pekarangan rumah Luna.

Motor Jina melaju dengan kecepatan menengah, selama perjalanan Jina hanya memikirkan kejadian kemarin. Rasanya seperti sulit untuk diterima akal sehat. Jina terlalu bingung, terlalu pusing dan tak tau harus bagaimana lagi.

Jina mengarah motornya ke tempat pengisian bensin, motor hitam kesayangannya butuh diberi asupan.

Selesai mengisi bensin Jina memarkirkan motornya di sebuah minimarket yang ada di pom bensin itu, Jina masuk untuk membeli beberapa minuman. Selesai dari situ Jina kembali melajukan motor.

Ia seharusnya pulang, namun dirinya masih enggan mengarahkan motornya menuju rumah. Jina masih ingin menikmati jalanan.

.

Pukul 16.50 Jina memberhentikan motornya di sebuah kafe. Setelah memarkirkan motor, Jina masuk sambil membawa helm di tangan nya ke dalam kafe lalu mencari tempat duduk yang kosong.

Jina melihat sekeliling kafe sudah hampir penuh namun ada tempat duduk yang tersisa dan itu amat di pojok kafe. Ada rasa malas yang menjalar di sekujur tubuh Jina, karna ia harus melewati banyak orang yang ada di dekat meja itu.

Dengan merapal mantra dalam hatinya Jina mencoba berjalan dengan percaya diri ke kursi kosong di pojok kafe.

"Moga gue gak keliatan 10x" -batin Jina.

"Hai kak~". Seseorang dari meja paling ramai dan paling dekat dengan meja yang di tuju Jina menyapanya.

"Bangsat💢".

Dengan sinis Jina menatap orang yang memanggil nya. Orang tersebut cuma tersenyum licik lalu berkata, "Padahal sinis gitu tapi kok makin cantik!".

Kali ini Jina menatap pria itu dengan tatapan jengah lalu membalas perkataan si pria.

"Gue lagi megang helm, jangan sampe gue bunuh lu!".

"Ohohohoho galak nyaa~ takuttt~~".

Jina mengabaikannya lalu lanjut menuju tempat duduk yang kosong. Mengeluarkan buku diary dan sebuah bolpoin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The observer's storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang