episode 08 [] how it is should be going

61 20 0
                                    

Bu Henny duduk di kursi guru sambil membaca bahan ajar buatannya, mempersiapkan materi untuk kelas selanjutnya yang akan beliau ajari. Bersamaan dengan itu, para siswa di kelas 10 Bahasa tampak sibuk dengan buku masing-masing walaupun ada juga yang memainkan ponsel dengan dalih menggunakan kalkulator, atau saling bercerita dengan teman.

Selang beberapa saat bel pun berbunyi. Seruan senang langsung lolos dari bibir karena waktu istirahat yang tiba.

"Latihannya dijadikan tugas, batas pengumpulannya sampai waktu pulang sekolah nanti. Dikumpulkan di meja Ibu, ya." Bu Henny memberi pengumuman kecil sebelum meninggalkan kelas itu.

"Na, lo udah selesai?" Aruna bertanya pada Navea yang sudah tampak santai dan mulai merapikan mejanya.

Navea mengangguk kecil. "Udah."

"Punya lo nomor terakhir hasilnya 52 bukan?"

Melihat kembali jawaban yang tertulis di bukunya, kemudian Navea menggeleng kecil. "Bukan," ucapnya singkat.

Kerutan samar muncul di kening Aruna, kebingungan dengan jawaban untuk nomor terakhir itu. "Gue boleh pinjem punya lo? Mau liat gue keliru di bagian mana."

"Palingan gue yang keliru, kok. Biar gue periksa dulu."

"Kalau buat matematika lo lebih jago kali dibanding gue. Jadi, boleh gue pinjem punya lo buat checking up?"

"Boleh," jawab Navea sambil mengangguk pelan. Ia menyerahkan buku miliknya pada Aruna, setelah itu kembali sibuk dengan apa yang tertampil di layar ponselnya-video random yang muncul di timeline media sosialnya.

"Na," panggil Meira. "Lo udah selesai tugas matematika-nya?"

Mengalihkan pandangan dari layar ponselnya, Navea mendapati Aleta dan Meira yang sudah berdiri di kedua sisinya. Keduanya menatap Navea hingga membuat gadis itu merasa canggung.

"Udah," jawabnya pelan.

"Gue boleh liat jawabannya gak?" Meira kembali melontarkan tanya.

Navea menatap Aruna yang juga melihat lurus ke arahnya. Entah mengapa ia merasa ada maksud lain dari tatapan Aruna itu. Gugup seketika menyelimuti tubuhnya.

"Itu .... Bukunya lagi dipinjem Aruna buat periksa." Navea berucap dengan penuh pertimbangan.

"Sorry, guys. I'm still checking up my work with Navea, kalau mau periksa bareng boleh, kok," sela Aruna seraya memindahkan kotak pensilnya ke dalam laci meja. "Kalian bisa narik kursi ke meja gue."

Meira menatap Aruna untuk beberapa saat, kemudian beralih pada Aleta di depannya. Entah mengapa rasanya kedua gadis itu seakan sedang berkomunikasi melalui tatapan.

"Gimana? Mau gak?

"Gak usah, makasih, Ru. Lo lanjut periksa aja." Akhirnya Meira membalas.

"Udah istirahat, nih, mending ke kantin, yuk!" ajak Aleta dengan ringan lalu beranjak menuju pintu kelas.

"Kalian duluan aja, nanti gue nyusul."

"Oke." Meira membalas singkat kemudian mulai beranjak dari sisi Navea. "Ta! Tungguin gue!" Ia mempercepat langkahnya menyusul Aleta yang telah di luar kelas.

Setelah melihat kepergian kedua temannya itu, Navea kembali mengalihkan pandangan pada Aruna yang duduk di sisi kanannya. Gadis itu masih menatap dirinya dalam diam. Kikuk. Navea sering kikuk jika itu berhubungan dengan Aruna. Aura gadis itu yang membuatnya demikian.

"Makasih," ucap Aruna seraya mengembalikan buku milik Navea. Nada ramah terdengar, tidak mencerminkan ekspresinya beberapa saat lalu. "Gue keliru dikit di itungan bawahnya. Kalau nggak pasti buku gue udah kotor gegara correction tape dari atas sampe bawah. Sekali lagi makasih."

[✓] MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang