episode 24 [] she's having birthday in airport

32 11 0
                                    

Berada di antara keramaian bandara, Navea sedang duduk di salah satu kafe sambil menunggu jadwal penerbangannya bersama sang papa dan mama. Raut wajahnya sedikit tertekuk lantaran liburan menyenangkan di Bali yang seharusnya masih berlangsung sampai akhir pekan nanti harus diakhiri hari ini karena sang papa yang mendapatkan panggilan pekerjaan. Meskipun kesal, ia tahu tidak bisa menyalahkan orang yang menelepon papanya itu. Papanya adalah seorang dokter, jadi pasti banyak orang yang memerlukannya.

"Na."

Pandangannya yang tadi menunduk pada bakmi di atas meja terangkat, menatap lurus papanya yang memanggil.

"Maaf kita gak bisa liburan sampai selesai karena pekerjaan Papa."

Gadis itu menggeleng. "Gak papa. Aku paham, kok. Papaku, kan, dokter hebat jadi diperluin banyak orang."

Arandanu tersenyum tipis. Bangga akan sisi pengertian putri semata wayangnya itu. Kemudian ia mengeluarkan sebuah kotak kecil yang sudah berada di saku jaketnya semenjak keluar dari vila. Kotak berwarna coklat muda itu itu letakkan di depan Navea, membuat gadis itu mengerutkan keningnya dan melemparkan tatapan penuh tanya.

"Selamat ulang tahun, Navea Charity, putri kesayangan Papa dan Mama satu-satunya."

Meskipun Arandanu tahu bahwa pemilihan tempatnya sangat tidak tepat, ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengucapkannya di hari bahagia Navea, putrinya. Ia sudah cukup merasa bersalah harus mengakhiri liburan mereka di hari ulang tahun gadis itu.

"Aku sendiri lupa ...." Navea kehilangan kata-katanya. Ya, ia benar-benar lupa karena setelah jalan-jalan terakhir mereka kemarin ke Pasar Seni Kuta, begitu kembali ke vila dirinya dibuat sibuk untuk mengemas kembali barang-barangnya. "Terima kasih, Ma, Pa. Terima kasih banyak untuk semua tahun selama aku jadi anak Papa sama Mama." Ia berkedip dengan cepat untuk mencegah turunnya air mata yang sudah terkumpul di pelupuk. Kemudian tersenyum lebar kepada kedua orang tuanya.

"Kamu boleh buka hadiahnya sekarang."

Menurut, Navea meraih kotak berwarna hijau tua dengan pita kecil di sudut kanan atasnya. Kelima jarinya memberikan gaya dorong pada tutup kotak sebelum ia menarik tangannya untuk membuka.

Sontak Navea menahan napasnya kala melihat isi kotak berukuran kecil itu. Sebuah kalung dengan bandul sederhana sebenarnya, tetapi membuatnya begitu tersentuh.

"Ini ...." Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya saat jari telunjuknya menyentuh kalung itu. "Papa sama Mama harusnya gak perlu ngasih hadiah kayak gini, yang simpel-simpel aja aku udah seneng. Ini terlalu ...." Lagi-lagi Navea kehilangan kata-kata untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Kamu sudah besar sekarang, Na. Sudah jadi anak SMA sekarang. Menurut Papa dan Mama, hadiah ini yang paling cocok untuk kamu di usia emas ini. Jadi kamu gak perlu mikirin hal-hal lain." Sabia berujar sembari mengelus tangan kiri Navea yang berada di atas meja. "Sini, biar Mama yang pakaikan."

Navea akhirnya mengangguk kecil.

Ia beranjak pindah duduk ke kursi samping mamanya agar wanita itu bisa membantu memasangkan pengait kalung. Rambut sepunggungnya disisihkan ke samping saat Sabia memasangkan kalung itu. Begitu selesai, Navea bisa merasakan bandul kalung yang menggantung di depan tulang dadanya.

"Anak Mama cantik banget," puji Sabia saat Navea memutar tubuhnya. Kemudian meraih tubuh gadis itu dan memberikan kecupan singkat di kening. "Selamat ulang tahun, Nananya Mama."

"Makasih, Ma." Navea berujar dengan tulus. "Makasih juga, Pa."

Jika saja ia tidak memiliki pertahanan diri yang kuat, dapat dipastikan air matanya sudah jatuh dari pelupuk mata sedari tadi dan membasahi pipinya.

"Aku mau ke toilet dulu."

"Iya, Na. Buruan sebelum kita ke dekat gate-nya."

Gadis itu langsung beranjak dari sana, menuju toilet dengan langkah cepat. Sebenarnya bukan untuk kebutuhan mendesak, ia hanya ingin membasuh wajahnya dengan air agar lebih segar.

Ketika masuk ke toilet, ia melihat antrian panjang yang diisi oleh turis maupun warga asli negaranya. Juga ada seorang petugas di sana.

Menyelesaikan urusannya dengan cepat. Navea mengaplikasikan liptint di bibirnya agar tidak terlihat pucat sebelum keluar dari toilet. Melangkah cepat untuk kembali pada orang tuanya, Navea tidak sengaja bersenggolan dengan seseorang yang sedang memasang earphone ke telinganya.

"Maaf. Saya bener-bener gak sengaja."

"Navea?"

Ah, kebetulan lainnya. Meskipun Navea tahu keluarga lelaki yang ada di hadapannya ini memang juga sedang liburan di Bali seperti dirinya.

"We meet again," ujar Kaivan disertai senyum yang mencapai matanya, membuat matanya sedikit menyipit. "Lo balik hari ini juga?"

"Iya."

"Liburan masih ada seminggu, kenapa balik sekarang?"

"Same question for you."

"Kalau gue emang sekarang jatah ngunjungin kakek sama nenek yang tinggal di Semarang. Jatah ngunjungin opa yang tinggal di Bali udah selesai."

Meskipun sebenarnya tidak ingin tahu, Navea hanya mendengarkan jawaban yang diucapkan kakak kelasnya itu.

"Jadi, lo sendiri alasannya apa?"

"Papa gue ada panggilan kerja mendadak."

"Oh, sayang banget. Kalau gue pulang pasti udah gue ajak lo jalan-jalan nanti."

"Thanks, tapi nggak usah. Gue baik-baik aja dengan ngabisin sisa liburan di rumah."

"Jutek banget, sih. Padahal gue berniat baik, ya, walaupun gak bakal keturutan."

"Gue gak ada jutek, tuh." Navea membalas dengan tidak terima. "Udah, ah. Gue mau balik ke orang tua gue."

"Kalau gitu safe flight, Na."

"Lo juga, Kak. Titip salam buat Kak Januar."

Kemudian Navea beranjak dari sana duluan, sama seperti ketika pertemuan sebelumnya dengan Kaivan di pantai hari itu.

[✓] MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang