episode 19 [] one happy day off with the glasses girl

37 14 0
                                    

Duduk di atas lantai yang telah dialasi oleh karpet, kedua gadis itu berada di posisi ternyaman masing-masing sembari pandangan tidak lepas dari layar laptop. Sebuah film horor sedang ditayangkan di sana. Sesekali tangan masing-masing mencomot camilan dari toples yang diletakkan di antara mereka.

"Oh, ternyataa! Ih, jadi penasaran sama korban-korban bapaknya. Mana banyak gitu. Coba dibuatin film yang ngebahas gimana si bapaknya sama korban-korbannya itu. Aku penasaran!" Navea bersuara untuk mengomentari film itu.

"Gak mungkin dijadiin film, sih, kan seri ini universe yang ngebahas tentang si cenayang itu. Bapaknya mah udah beda cerita lagi."

"Tapi aku penasaran gimana awal mula si bapaknya ketemu Anna itu, terus disekap. Belum lagi korban-korban sebelum si Anna yang ada cowok juga. Kalaupun emang ada kaitannya sama pengaruh si setan kunci itu, tapi ini korbannya udah banyak dan keliatan udah lama banget. Sampe jadi tengkorak gitu."

"Ya iya juga, sih. Tapi tetep aja pasti nggak akan dibuat. Film selanjutnya aja tentang Dalton gede itu. Setannya masih ada kaitan sama si cenayang tadi karena emang dari awal dia udah liat setan itu ngincar Dalton."

Akhirnya Navea tidak membalas lagi. Tentu ucapan Aruna benar, tidak akan ada film untuk menyudahi rasa penasarannya itu. Kecuali jika suatu saat si penulis ceritanya mendapat hidayah untuk mengulas tentang korban-korban dari ayah sang pemeran utama.

"Film yang ini menang jump scare aja gak, sih? Setannya gak serem-serem amat kecuali pas merangkak itu, plus mulutnya yang agak-agak itu."

"Setuju. Yang kali ini gak ada serem kayak film-film sebelumnya," sahut Aruna. "There's no terror feeling. Mungkin itu yang ngebuat gak serem."

Kemudian mereka kembali diselimuti hening. Suara hanya berasal dari laptop.

"Oh.. gosh! Shit." Navea meremas bantal dalam pelukannya. Adegan yang tertampil sekarang adalah bagaimana sang pemeran utama berusaha meraih peluit di saat si hantu berjari kunci perlahan berusaha mengunci jiwanya. "Suka bikin gereget kalau adegannya gini."

Akhirnya peluit itu berhasil diraih, kemudian langsung ditiup oleh sang pemeran utama. "Iih, ibunya datang. Eh, wow.. langsung lenyap setannya." Aruna tiba-tiba terbawa vibes heboh Navea.

"Ini, nih, yang namanya kasih ibu sepanjang masa. Masa hidup anaknya," timpal Navea.

Setelah beberapa saat, film itu pun selesai. Layar laptop menampilkan daftar nama sutrada dan kru lainnya, beserta nama-nama pemeran yang bermain dalam film itu.

"Gak kerasa ternyata udah selesai. Gara-gara alurnya gitu aja jadi berasa cepet banget," ujar Aruna dengan santai, memberi testimoni atas film berdurasi hampir 2 jam itu.

Navea lagi-lagi setuju dengan gadis itu sehingga ia mengangguk kecil. "Semisal seri film ini lanjut terus bisa jadi ponakannya yang jadi penerus."

"Entah bakal jadi sepanjang apa kalau serinya gak selesai-selesai, Na."

"Ya siapa tahu. Lagian film ini udah disukain banyak orang, bahkan langsung pada heboh begitu trailer film selanjutnya keluar. Lumayan tahu, cuan."

Kemudian ia beranjak dari duduknya, menyimpan kembali laptop di atas meja untuk dibiarkan mengisi daya dengan tenang. Setelahnya Navea melirik jam dinding di kamarnya.

"Yuk, makan siang! Kita udah telat banget."

Tidak berniat menolak, Aruna turut beranjak dari duduknya. Kemudian kedua gadis itu keluar dari kamar bersama untuk menuju ruang makan. Ketika melewati ruang keluarga, Navea melihat sekilas sang mama yang menonton acara berita para selebritis ditemani setoples biskuit.

Tiba di dapur, Navea mengambil dua buah piring untuk dirinya dan Aruna yang sudah ia suruh duduk duluan. Menghampiri gadis berkacamata itu di meja makan, Navea meletakkan satu piring itu di depan Aruna. Bergantian, mereka mengisi piring masing-masing dengan nasi beserta lauk-pauk yang sudah dimasak oleh Sabia–mama Navea.

Selesai makan siang keduanya berdiri di depan wastafel bersama untuk mencuci piring serta peralatan makan masing-masing. Navea dan Aruna kembali ke kamar setelahnya.

Kembali duduk di atas karpet dekat kaki tempat tidur, kemudian Navea meraih buku catatannya yang dianggurkan selama mereka menonton film. Ia melihat sekilas tulisan tangannya yang tertoreh di atas lembaran kertasnya.

"Gak kerasa banget bulan depan udah mau ujian lagi," ucap gadis itu pelan.

"Ya biasanya emang gitu juga, kan. Lagian kita masih punya tiga minggu. Gak cepet-cepet amat."

Meletakkan buku catatannya di sampingnya, Navea beralih mengumpulkan alat-alat tulis yang tadi ia gunakan. Belum sempat disimpan kembali ke dalam kotak pensil karena terlalu asik ingin memulai film.

"Biasanya abis ujian nanti ada class meeting kan, ya? Gue sebagai kaum mageran gak pengen ikut, ih."

"Kaum mageran tapi masih mau aja kerja part-time di kafe. Bullshit, Na."

Balasan telak Aruna membuat Navea hanya bisa menyengir.

[✓] MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang