Bara Marah

24 1 0
                                    

Satu jam yang lalu

Bara menunggu Serin pulang. Sudah jam setengah 1 apa dia lupa yang ku katakan tadi, Seingatnya Bara sudah mengatakannya dengan jelas.

Bara megambil ponsel lalu mencari nama Yusuf. Tunggu, tidak mungkin ia menelpon mertuanya di jam segini. Ia juga mengirim pesan ke Serin tapi belum juga dibalas. 

Astaga Serin. Betapa susahnya hanya mengurus satu wanita yang seperti ini! Tapi ini sudah tanggung jawab Bara terhadap Serin.

Ia mengambil kunci mobil, langsung berlari ke garasi berniat untuk mencarinya. Tapi belum sampai garasi tiba-tiba Serin mengirim pesan kepadanya. Bara memang sengaja tidak membalasnya karena sepertinya Serin sedang mabuk sehingga Serin lebih memilih Apartemen daripada pulang kerumah?

Untung temannya baik masih bisa menghargai Bara sebagai suami Serin.

----

Karena ini hari minggu. Bara juga tidak bekerja, hari ini ia memiliki banyak waktu. Tidak banyak yang dilakukan, selain mengurus Serin.

Tepat jam 10 Bara datang ke apartemen Serin yang sudah di beritahu temannya, masuk dengan kode yang sesuai dengan pesan tadi malam. Bara masuk lalu melihat Serin masih tertidur. Jam 10 Masih tidur? Tidur memakai pakaian tadi malam sepertinya ia terlihat baik-baik saja. Tapi ada yang tidak baik-baik, kini Bara ingin marah kepada Serin.

"Bangun," ucap Bara dengan tegas, tapi tidak ada respon. "Bangun," sahutnya panjang lagi. Tetapi masih belum ada respon sama sekali.

"Bangun!" Ucapnya dengan nada marah. Serin membuka matanya perlahan masih dalam keadaan sedikit mabuk, sepertinya mabuknya masih menempel padanya.

Bara membuka jendala dengan kasar.

"Ugh!" Ucap Serin marah.

"Ganggu orang tidur aja," kata Serin, masih belum menyadari kalau itu adalah suaminya.

"Bangun!" Kali ini suaranya pelan tapi tertahan emosi yang menggebu.

Serin melototkan matanya, Sial. "Bara," panggilnya. Ia langsung bangun dan pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri.

'Sialan, bagaimana dia tau apartement ku. Dan juga kode apart ku. Mampus lah aku!' batinnya berkata.

Serin keluar dari kamar mandi menggunakan baju yang tadi, sepertinya ia hanya membasuh wajah dan menggosok gigi. Melihat Bara tidak ada dikamar ia buru-buru merapikan pakaian lalu keluar kamar.

Bara yang duduk di depan tv. Ia hanya diam, tidak membuat sarapan untuk Serin.

"Aku buat sara--"

Bara berdiri lalu melihat kearah Serin, Serin menundukkan wajahnya. Ia takut sebenarnya. Lebih baik Bara bertingkah mesum dari pada seperti ini.

Tidak ada yang berbicara. Bara hanya diam untuk beberapa menit kemudian ia berjalan keluar dari unit tersebut dan di ikuti Serin.

Tapi anehnya ia tidak kearah lift. Tapi malah memasuki tangga darurat.

"Wait, kenapa turun dari sini," ucap Serin sembari terus menurunin anak tangga.

"Lift sedang diperbaiki," Jawab Bara dengan datar, Serin mengerutkan dahinya, sepertinya memang ia sedang marah.

"Jadi tadi kamu keatas pakai apa?" Tanya Serin.

"Lift!" Kata Bara. Serin mendengarnya ikut kesal, apaan sih. Kalau ia bisa naik lift tadi kenapa harus turun dari sini. Lift disana ada 2 apa dua-duanya dalam perbaikkan.

Beberapa anak tangga yang diinjak Serin. Tiba-tiba ujung  high heels patah dan berakhir Serin jatuh tersungkur.

"Aahhk," teriaknya. Sepertinya pergelangan kaki Serin terluka.

Bara menoleh ke belakang ia tidak terkejut kalau Serin jatuh, ini sudah dipikirkan Bara. Karena ia memakai high heels pasti akan terjadi apa-apa.

"Bangkit, nggak usah manja!" Ucap Bara datar.

Serin marah! Suami seperti apa dia? Dasar nggak punya Hati! Ia melepas kedua High heels nya. Lalu bangun dengan kesusahan dibantu juga pegangan tangga.

Apa yang dilakukan Bara? Ia hanya menonton dan tidak membantu sama sekali. Apa dia tidak punya rasa empati?

Bara menurunin anak tangga, diikuti dengan serin yang tertatih.

Bukan Bara tidak ingin membantu, tapi ia sangat marah dengan Serin. Dia tidak bisa menghargai Bara sebagai suaminya. Pulang larut malam, memakai pakaian minim seperti itu, ditambah lagi tidak pulang!

Ugh Bara sangat kesal sekarang.

Selang beberapa menit berdiam dan tidak ada yang berbicara. Karena suasana tangga darurat ini sangat mencekam. Jika seseorang datang ia pasti akan merinding.

Dalam suasana yang mencengkram tiba-tiba Serin melemparkan High heelsnya ke punggung Bara. Lalu ia menangis merasakan kakinya yang sakit dan hatinya juga terasa sakit.

"Laki nggak punya hati, mesum, brengsek, bajin--" Maki nya berhenti karena Bara membungkam mulut Serin dengan Bibirnya. Ia mencium bibir Serin dengan kasar, sesuatu yang ingin di lampiaskan melalui ciuman ini. Serin tidak membalas tetapi ia menikmatinya, air mata yang tak kunjung berhenti dan nafas yang tersengkal.

"Apa kamu tau kesalahanmu dimana?" Tanya Bara dengan lembut. Sembari menghapus air mata Serin yang turun. Faktanya itu terus mengalir.

Serin mengangguk tau, ia pulang larut, lalu mabuk dan terakhir tidak pulang kerumah.

"Bisa tidak kamu menghargaiku sebagai suami mu, Serin?" Tanya nya lembut.

"Aku menghargaimu sebagai suamiku!" Ucapnya dengan tersengkal-sengkal.

"Apa yang menghargai? Kamu tidak mendengar perkataan ku," ujar Bara geram. Serin semakin menangis.

Sial, ia tidak pernah nangis sampai seperti ini. Karena ini terlalu menyakitkan.

Bara membuang nafasnya gusar, lalu ia menggendong Serin ala bridal style menurunin anak tangga. Serin memeluk lehernya dan menyembunyi kan wajahnya di dada Bara. Bara merasa bajunya basah karena air mata Serin.

"Aku minta maaf," Ucap Bara.

Bara keluar dari tangga darurat melalui pintu yang lain. Kemudian ia memasuki lift. Bara sebanarnya tidak ingin melakukan itu, ia memilih tangga darurat agar amarahnya mereda tapi semakin menjadi-jadi.

Sepertinya ia harus sangat bersabar, alhamdulillah Bara bukan tipe orang yang suka marah. Kalau itu tidak penting. Kalau masalahnya seperti ini tentu saja ia marah.

----

Bara keluar dari mobil dan menggendong Serin lagi, karena ia tidak bisa berjalan. Sebelum pulang Bara mengantarnya ke rumah sakit, kaki nya hanya membengkak karena terlalu banyak gerak.

Ia masuk kedalam rumah dan menuju tangga sembari membawa Serin ke kamar untuk beristirahat.

"Kamu disini aja. Aku akan membawakan sarapan kalau ada apa-apa panggil saja aku," ucapnya

Serin meringis menyesali perbuatannya. Apakah ini karma karena tidak mendengarkan perkataan suami?

Beberapa menit kemudian. Bara membawa sarapan, ini semua bisa dibilang makanan kesukaan Serin semenjak ia tinggal disini. Bara memang pintar sekali memasak, kadang Serin memperhatikan kalau Bara sedang mengerjakan sesuatu yang serius Serin lebih menyukai Bara yang seperti itu.

Tapi Serin tidak menyukai Bara yang sedang marah!

Note
Jangan lupa vote dan komentar.

Thank you....
Xoxo

Masya Allah, Istriku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang