Chapter 3

1.3K 150 2
                                    

Siapa Sion?

Apakah itu nama pemuda ini?

Vaskha memendam rasa kebingungan di hatinya. Setelah melihat sekeliling yang sepi, dia akhirnya melangkah memasuki rumah kecil dari kayu di depannya.

Suara kayu berderit memasuki gendang telinga Vaskha ketika ia membuka pintu yang juga terbuat dari kayu itu. Pemandangan ruangan dari kayu yang pengap dan rapuh menyambut mata Vaskha. Dinding kayu lapuk dan sarang laba-laba di setiap sudut.

Kaki ramping Vaskha menginjak lantai kayu di bawahnya dan kembali menimbulkan suara menderit. Padahal jika dilihat dari fisik Sion ini, dia seharusnya tidak terlalu berat. Itu menandakan bahwa lantai kayu ini sangat lapuk dan rapuh.

Aroma debu memasuki hidung Vaskha seiring dengan langkah kakinya ke dalam ruangan. Matanya meneliti setiap sudut ruangan di depannya. Ini seperti rumah yang tidak ditempati. Tidak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya ada satu meja di tengah dan dua kursi kayu yang sama keadaannya dengan lantai dan dinding kayu. Dapat Vaskha pastikan bahwa kursi kayu itu akan ambruk seketika jika ia duduk di sana.

Perlahan, Vaskha berjalan menuju sebuah pintu dan membukanya. Dia kembali disambut oleh ruangan kecil yang dia tebak adalah dapur. Keadaannya tidak lebih baik dari ruangan di depan.

Vaskha yang terbiasa dengan rumah yang nyaman merasakan sakit kepala saat melihat keadaan rumah ini. Apakah dia harus tinggal disini?

Langkah kakinya kembali membawanya ke ruangan depan. Ada sebuah pintu menuju satu kamar di sana yang luput dari perhatian Vaskha sebelumnya.

Dengan ragu-ragu, Vaskha menyentuh engsel pintu yang berkarat. Tidak ada derit mengganggu kali ini. Vaskha berjalan masuk dan disambut oleh seorang pemuda pirang yang terbaring di tempat tidur. Kasur itu tampak bersih dan halus, di atasnya terbaring seorang pemuda yang masih memiliki fitur anak kecil di wajahnya.

Dia terlihat berbeda dari tubuh Vaskha. Sion memiliki rambut pendek hitam dengan bola mata cokelat. Kulit halus dan fitur tubuh terkesan feminim. Jari-jarinya ramping dihiasi kuku bersih di poles warna merah muda samar di ujungnya. Matanya bulat dengan bulu mata lentik dan alis yang membentang lembut. Bibirnya memiliki ukuran yang pas dan terlihat lembut meski tidak berwarna.

Sedangkan pemuda yang terbaring ini memiliki rambut pirang. Vaskha tidak tahu warna bola matanya karena ia masih terpejam. Bibirnya tipis namun tampak pucat dan sedikit kering. Kulitnya juga tidak terlihat segar, dia seperti orang sakit. Dia terbaring dengan nyaman disana dengan cahaya matahari senja yang menimpa wajahnya. Menimbulkan bayangan dari bulu mata berbentuk kipas kecil di bawah matanya.

Dia terlihat seperti tokoh dalam komik kolosal yang pernah Vaskha baca. Vaskha merenung dan menatap jendela yang terbuka. Dimana ia sebenarnya berada?

Ada ketakutan yang merayap di hati Vaskha. Apakah dia benar sudah meninggal dan berpindah ke dunia ini? Bagaimana dengan orang tuanya? Berbagai pertanyaan menghampiri Vaskha hingga ia merasakan tangannya mulai dingin.

Jantungnya berdetak keras terasa hampir melompat dari rongg di dadanya. Tenggorokannya kering dan mulutnya kelu.

Di tengah kecemasan yang di alami Vaskha, sosok pemuda di tempat tidur membuka matanya perlahan. Iris biru yang kontras dengan warna senja menatap sosok Vaskha yang hampir terkena serangan kepanikan.

"Kakak?"

Vaskha mengangkat kepalanya ketika suara yang terkesan kekanakan itu terdengar. Manik hitamnya bertubrukan dengan iris biru laut di depannya. Vaskha terdiam di tempatnya.

"Kakak pulang!" Sebuah senyuman besar dan polos tercetak di bibir pemuda pirang itu.

Vaskha tidak tahu harus menanggapi apa, jadi dia hanya berdiri diam di tempatnya. Dia memandangi pemuda itu dengan kebingungan yang jelas di matanya.

"Kakak? Kenapa kakak diam saja?" Tanya pemuda itu penasaran.

"Ah, iya. Maaf aku pulang terlambat." Ujar Vaskha asal karena tidak tahu harus mengatakan apa.

Pemuda itu tampak terkejut. Dia menunduk, "Tidak apa-apa. Yang penting kakak pulang."

Keheningan kembali melanda. Tidak ada yang bicara. Baik Vaskha dan pemuda pirang itu sibuk dengan isi kepala masing-masing.

Barulah sekitar lima menit kemudian, pemuda pirang itu memecahkan keheningan.

"Kakak, ayo tidur. Hari sudah hampir malam." Ajaknya sambil tersenyum lebar. Pemuda itu tetap berbaring di tempatnya. Bibir pucatnya membentuk senyuman yang menggugah hati Vaskha.

"Baiklah. Sebentar aku akan menutup pintu dulu." Vaskha berjalan keluar dari kamar itu untuk menutup pintu yang ia tinggalkan terbuka tadi.

Ia berjalan dengan linglung kembali ke kamar itu. Banyak pertanyaan di kepalanya hingga rasanya otaknya bisa pecah kapan saja.

"Kakak, sini!" Pemuda yang masih terbaring itu menepuk sisi kosong di sampingnya.

Vaskha tersenyum kecil lalu bergerak menutup jendela dan gorden. Tiba-tiba sebuah lampu di tengah ruangan menyala dengan sendirinya. Vaskha terperanjat dan menatap takut pada lampu berbentuk bunga yang menunduk itu.

Siapa yang menyalakan lampu ini? Tunggu, disini ada listrik?

Karena lampu itu jelas bukan lampu tradisional yang mengandalkan bahan bakar. Pemuda pirang itu memperhatikan tindakan aneh kakak laki-lakinya.

"Kakak?" Panggilnya pada Vaskha.

Vaskha menggaruk tengkuknya pelan dan berjalan mendekati kasur. Ada banyak pertanyaan lagi di kepalanya.

Kenapa lampu itu menyala sendiri?

Kenapa ruangan ini bersih? Sangat berbeda dengan ruangan di luar.

Siapa pemuda ini? Kenapa dia memanggilnya kakak?

Tetapi Vaskha memilih untuk menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan itu dari kepalanya. Mari memikirkan jawabannya besok, hari ini kita tidur saja. Vaskha membutuhkan kekuatan untuk memproses semua hal mengejutkan yang terjadi padanya hari ini.

"Kakak ayo tidur." Ajak pemuda pirang itu sambil tersenyum. Selimut menutupi kaki hingga dadanya.

"Mari tidur." Respon Vaskha dan dia pun membaringkan dirinya di samping pemuda itu.

Mata vaskha menatap langit-langit kamar yang terlihat bagus. Kepalanya terasa sangat berat dan perlahan dia mulia menutup matanya.

"Selamat malam, kakak."

Vaskha bisa mendengar secara sayu suara itu dan menanggapinya dengan gumaman kecil.











To be continued

[BL] Into Your WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang