EPISODE 31 : DALAM VERSINYA MASING-MASING

10 2 0
                                    

Hera.

Ini bukan pertama kalinya bagi Hera untuk bisa merasakan bagaimana hatinya kembali dibuat patah. Berkali-kali menangis, dan sakit hati. Mengurung diri beberapa hari, lalu setelahnya kembali berbaur seolah tidak terjadi apa-apa.

Jujur, dia terlalu muak. Bahkan saking muaknya, patah hati kali ini ia tidak bisa menangis. Sebab tidak ada waktu baginya untuk melampiaskan segala kekesalannya.

Mengetahui bahwa ia gagal menonton konser idol kesayangannya, Hera hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Ia kesal, tentu saja, tetapi setelah mengetahui apa penyebabnya dengan terpaksa ia menerima dengan lapang dada.

Beberapa bunga mawar yang terpajang di kamarnya, kini mulai Melayu sebagian. Terlebih bantal guling sudah entah sejak kapan berserakan, karena hari ini Hera benar-benar berantakan. Layaknya kapal pecah tanpa penghuni, Hera dengan terpaksa mengambil satu-persatu buku-buku yang juga ikut terdampar tidak berdaya di lantai.

Entah berapa kali suara helaan nafas terdengar, Hera yang terlihat lemah lesu masih dengan terpaksa bersemangat mengembalikan suasana kamarnya dengan semula, sebab jika mama tiba-tiba masuk ke kamarnya dunia akan semakin berantakan.

Kamar mulai terlihat sedikit rapi, lumayan daripada sebelumnya. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan kondisi energi yang masih terasa habis. Bunyi decak jarum jam menggema, sedikit memecah keheningan di kamar tersebut. Dengan kondisi telentang Hera sekali lagi menghembuskan nafasnya dengan sangat panjang seolah-olah mengeluarkan seluruh kelelahan yang sudah menggerogoti jiwa lemahnya.

Matanya berkali-kali mengedip menatap langit-langit kamar yang entah sejak kapan muncul beberapa sekelebat bayangan yang tidak jelas. Seharian ini, ia hanya menghabiskan waktu dengan mengurung diri di kamar. Mengerjakan beberapa hal random, yang mungkin mempengaruhi perasaan hatinya saat ini.

Ketika bayangan itu sedikit membuatnya muak, saat itulah matanya mulai berkedut, dan lambat laun gadis itu mulai terlelap lagi memimpikan sebuah cerita usik yang lagi-lagi kembali memenuhi isi pikirannya.

🌻🌻🌻

"Kalo Lo butuh temen gue bisa ke sana! emang berani jalan-jalan sendiri di alun-alun yang manusia banyak begitu?! Lo kan gak suka keramaian, Hera!"

Suara dengan intonasi yang cukup berisik itu sontak membuat Hera meringis. Gadis itu memutar bola matanya jengah. Sejak setengah jam yang lalu, panggilan suara itu terhubung dengan Raina.

"Lo lupa gue ini mandirinya kebangetan. Mau gue jalan-jalan dikuburan sendiri aja gue ladenin, Nyet!"

Di ujung sana, Raina terkekeh dengan nada mengejek. "Iya gue tau. Tapi bisa gak, sih, lo kalo mau cerita apa gitu harus ada gue di samping lo. Gue siap kok dengerinnya. Kenapa? hah? kenapa lagi?! naskah novel lo ditolak lagi? atau jangan-jangan galau karena gak bisa nonton pacar-pacar lo itu?"

Hera lantas tertawa kecil. Di sebuah jalan tepat dipinggir bebatuan pantai ia berhenti di sana. Rambutnya berterbangan sebab ditabrak angin malam yang cukup membuat bulu kuduknya berdiri. Matanya lekat memandangi setiap ombak demi ombak yang beberapa kali menghantam karang bebatuan. Sinar bulan cukup menerangi malam hari itu, sehingga membuat ombak air laut terlihat mengkilap indah.

"Udah, gak? gue beneran pengen sendiri, Na," ucapnya lirih dengan pandangan yang menunduk seraya menarik nafas dengan panjang. "Sorry, kalau gue gak bisa cerita apa-apa sama Lo untuk saat ini. Gue cuma butuh sendiri, dan gue pengen sedikit memperbaiki suasana hati gue di sini, cukup sendirian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASMARALOKA | S-1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang