1. Where am I?

788 77 1
                                    

~⁠♪~⁠♪~⁠♪~⁠♪~⁠♪

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~⁠♪~⁠♪~⁠♪~⁠♪~⁠♪

Di ruang yang sunyi, gadis yang berada di atas kasur perlahan-lahan membuka matanya,"Gue udah di siksa ya."

"Gila! Gue masih hidup ternyata."  Gadis itu berdiri dan menggoyangkan tubuhnya.
Kalian bisa tebak ia siapa? Benar, ia adalah Kanara.

"Emang dasarnya gue tahan banting!" Gadis itu masih belum sadar apa yang sebenarnya terjadi.

"Kok bau minyak semua," Nara mencium tubuhnya dan mencium bau ruangannya.

"Anjir, ini dimana?" Nara panik saat memperhatikan ruang sekelilingnya. Ruangan asing yang tidak ia kenali.

"Ini kenapa gue pake kebaya," Nara meneliti pakaian yang ia kenakan.

"Aduh gimana dong,"
"Oke tarik napas, huhh tahan, buang, hahh. Jangan panik Nara,"

"Hua mamii, Nara dimana," Nara mulai berfikir yang tidak-tidak. Apakah ia diculik, atau jangan-jangan ia dijual oleh mereka? Pokoknya harus keluar dari sini secepatnya.

"Non Naya sudah sadar?" suara perempuan yang tiba-tiba masuk. Jika Nara perhatikan dari pakaian perempuan itu, sepertinya ia seorang pelayan?

"Anda siapa? Mereka jual saya ya? Plis mbak lepasin saya. Nanti saya kasih uang yang banyak,"

"Saya pulang dulu ambil uang, nanti balik lagi, janji deh," mohon Nara sambil mengatupkan kedua tangannya.

"Eh," Pelayan itu terlihat bingung dengan sikap Nara.

"Bagus ya kamu Naya! Udah mami bilang berkali-kali, jangan ceroboh. Gini kan jadinya," wanita paruh baya ikut masuk dan berkacak pinggang.

"Kasian Nyonya, nona baru sadar," ujar pelayan itu kepada wanita paruh baya. Sepertinya pelayan itu ingin meredakan suasana.

"Anu maaf, tapi Ibuk siapa ya?" ucap Nara yang membuat wanita paruh baya itu terkejut.

"Sepertinya kita salah paham, saya Nara bukan Naya, jadi mending saya pulang ya buk,"

"Nggak usah ngada-ngada Naya, Mami tau kamu cari alasan."

"Mami saya rambutnya pendek tan, dia ada di rumah harusnya. Sejak kapan tante jadi mami saya?,"

"Mami gajadi marah sama kamu, jangan kayak gini nggak lucu," wanita paruh baya itu menangis saat melihat putrinya benar-benar tidak mengenalinya. Putrinya yang selalu menurut dan langsung meminta maaf, kini berubah 180 derajat.

"Kamu diem disitu, Mami mau panggil Papi kamu dulu," wanita paruh baya itu berlari keluar kamar.

"Kenapa orang-orang pada aneh sih," batin Nara sebal.

"Mbak, saya belum kenal mbak. Kenalan dong mbak," Nara menatap sosok perempuan di depannya. Nara rasa perempuan ini bisa diprovokasi agar mengijinkannya keluar dari sini.

Perempuan itu menghela nafas,"Non Naya, sepertinya benar-benar amnesia karena benturan itu ya."

"Saya Sarah, pelayan keluarga Vincet. Saya yang mengurus Nona Kanaya saat masih kecil."

"Nona ingat non siapa?" Naya memperhatikan Sarah dengan bingung, tentu saja dirinya Kanara, Kanara putri Wijaya. Namun ia diam menunggu Sarah melanjutkan perkataannya.

"Kanaya Sabitha Vincent, nona putri dari keluarga Vincent. Beberapa hari yang lalu, nona jatuh dari tangga, tadi setelah acara nona pingsan."

"Saya rasa, benturan itu membuat nona lupa saat ini," jelas Sarah saat melihat wajah bingung Nara.

Tunggu, mengapa namanya jadi berubah. Sejak kapan? Vincent? Sepertinya tidak asing.

*******

"Jangan-jangan gue transmigrasi jiwa,"
"Ah mana mungkin, ngaco kamu Nara," monolognya dengan diri sendiri.

"Hahaha, nggak mungkin lah Nara."

Nara berjalan ke arah cermin rias yang ada disudut ruangan. Ia ingin memastikan satu hal.

"Hahh," ucap Nara sambil memegangi wajahnya. Dia kan tidak operasi wajah, bagaimana bisa berubah?

"Mampus, gue beneran transmigrasi."
Memang terdengar tidak masuk akal, namun itulah yang saat ini dialami Nara.

"Mbak, orang tua saya namanya siapa? Saya sekolah dimana?" Nara ingin mencari tau di dunia apa ia sekarang.

"Nyonya Tania Vincent dan Tuan Bastian Vincent. Nona selama ini homeschooling tapi mulai Minggu depan nona pindah ke SMA Kasih indah, satu sekolah dengan Tuan Cakra."

Naya mencoba mengingat ingat nama yang tidak asing baginya.
"Ayo mikir Nara,"

Nara berasa ingin menjerit dan menangis. Namun disatu sisi, ia bersyukur masih bisa menikmati kehidupan.

*******

"Naya, ini papi. kamu inget?" ujar pria paruh baya yang masuk dengan wanita paruh baya disampingnya.

"Tante yang tadi," batin Nara.

Nara tidak tega melihat tatapan mereka berdua. Dalam hati, ia menghela nafas panjang.

"Mami, papi." Nara merasakan pelukan hangat dari mereka. Rasa pelukan yang biasanya orang tuanya berikan padanya. Ia jadi rindu kedua orangtuanya.

"Naya udah makan?" tanya Mami yang dijawab gelengan oleh Nara. Mana sempat makan, keburu tertabrak mobil.
Duh, Nara jadi sedih mengingat Snack nya yang hancur, mubazir.

"Naya makan dulu, ambil dibawah ya,"
"Abis ini kita pulang, Papi sama mami mau beres-beres dulu."

Pasangan suami istri itu menatap Nara dengan lega. Ia takut putrinya kenapa-napa.

Sepertinya Nara harus menerima kan? Ia akan mencari tau nanti, dimana ia berada.

Mulai sekarang ia menerima menjadi sosok yang berbeda. Ia tak ingin kabur yang berujung jadi gelandangan. Setidaknya disini ia menjadi anak dari sultan. Dasar si Nara!

"Buka lembar baru. Mulai sekarang lo adalah Kanaya, Kanaya Sabitha Vincent." ujarnya dengan diri sendiri.

TBC

___________________

Yeayy, akhirnya Chap 1 udah ter-up.

Makasih yang udah baca, ayo vote dan komen juga  ꒰⁠⑅⁠ᵕ⁠༚⁠ᵕ⁠꒱⁠˖⁠♡

See u di part selanjutnya(⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

NOT FIGURAN, I AM VILLAIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang