BAB 8

39 8 0
                                    

Suara pintu yang berderit membuat seorang pria yang memiliki mata berwarna biru kini menegakkan tubuhnya. Ruangan bernuansa hitam itu kini tampak gelap, hanya ada penerangan dari cahaya lilin di ujung meja dekat dengan ranjang tidur.

Siluet seseorang yang masuk tampak dari balik pintu ganda besar, suasana di luar yang tampak benderang dengan batu mulia bercahaya sangat kontras dengan kamarnya yang hanya di terangi cahaya lilin.

Suara langkah kaki yang tampak berat tapi konstan itu terdengar mendekat, semakin dekat Avendra dapat melihat seorang pria paruh baya yang tampak gagah dengan rambut putih dan pakaian mahalnya kini berdiri di depannya.

"Yang Mulia" sapa Avendra dengan menundukkan kepalanya.

Pria yang di sapa 'Yang Mulia' hanya tersenyum, ia beralih ke arah jendela kamar Avendra dan segera membukanya, membiarkan angin malam dan cahaya bulan masuk ke ruangan gelap itu.

"Jika kau tidak berniat menyalakan lampu, setidaknya bukalah jendela kamarmu" ucap Morhen Chlódyas, raja ke tiga kerajaan Chlódyas.

"Jika aku membukanya, aku selalu berniat untuk pergi dari sini" jawab Avendra, matanya terus mengikuti kemana ayahnya melangkahkan kakinya.

"Maka pergilah"
Morhen Chlódyas berhenti di depan meja kecil di sudut ruangan, pria itu mengusap sebuah buku tua yang berada di atasnya.
"Sebagai calon raja, kau harus melihat semua sisi wilayah Chlódyas". Pria itu duduk di kursi dekat dengan meja sambil menyilangkan kakinya, tangannya menggenggam sebuah buku, postur tubuhnya sama sekali tidak mencirikan pria tua, ia duduk tegak, sangat mencirikan sebagai penguasa.

"Ayah sudah mengirimnya sebulan yang lalu, tapi situasi membuatnya harus tetap kembali". Morhen berhenti sejenak, pria itu meremas buku di tangannya. "Untuk sementara, hindari pergi ke laut barat sebisa mungkin. Ayah berencana menyuruhmu pergi ke wilayah timur dalam waktu tiga hari, tapi seseorang sepertinya menebak rencana ayah dan Killian juga telah kembali"

"Apa itu ke Triota?" Tanya Avendra

Morhen Chlódyas mengangguk membenarkan. "Ayah sudah mengirim Raynar kesana tanpa sepengetahuan siapapun"

"Apa ayah yakin tidak ada yang tahu?" Tanya Avendra sedikit ragu

"Aku menyuruhnya secara pribadi"

"Jika Reynar dalam sehari tidak muncul di istana, apakah menurut ayah tidak ada yang curiga?" Tanya Avendra sedikit skeptis dengan ucapan ayahnya.

Morhen Chlódyas terdiam sejenak, pria itu termenung membenarkan ucapan putra satu-satunya. Jika Raynar, pengawal atau bisa di sebut penjaga istana putra mahkota tidak terlihat di istana, berapa orang yang akan curiga dengan ini?

Melihat ayahnya tampak berpikir, Avendra melanjutkan. "Seharusnya ayah menyerahkan ini kepadaku"

Morhen Chlódyas tahu jika putranya sudah berbicara seperti itu, maka dia sanggup melakukannya. Meskipun ia tidak tahu siapa saja orang yang berada di bawah kendali putranya, tapi ia tahu jika putranya memiliki orang khusus yang berada di balik bayangan selain Raynar.

Seminggu yang lalu, tepat setelah ibunya datang, ayahnya Morhen Chlódyas juga datang mengunjunginya di malam hari, bukan sekali ayahnya datang, pria itu lebih sering mengunjunginya dari pada ibunya tapi akhir-akhir ini ayahnya jarang mengunjunginya karena masalah serius terjadi. Morhen Chlódyas adalah yang paling sering datang, pria itu akan selalu menceritakan apa saja yang terjadi di istana maupun di luar istana.

Meskipun dirinya yang memutuskan untuk mengurung putranya, tapi ia tidak berniat demikian, ia membiarkan putranya berkeliaran kemanapun ia mau selagi tidak ada yang mengetahuinya. Bahkan Morhen Chlódyas juga mengatur tentara khusus di balik istana putra mahkota yang di pimpin langsung oleh putranya, itu adalah permintaan terakhir dari Putri mahkota sebelum nya, yaitu Avelyne Chlódyas untuk melindungi adiknya.

"Raynar akan berangkat besok pagi, apa ayah harus menemuinya sekarang untuk membatalkan itu?" Tanya Morhen Chlódyas

"Tidak perlu.. biar aku yang menemuinya" jawab Avendra sambil memperhatikan ekspresi ayahnya yang tampak berpikir keras.

"Apa ini ada kaitannya dengan ultimatum ayah?" Lanjut Avendra

"Setelah Putri Avelyne turun tahta, ia menyimpan permatanya di Triota, gadis itu sangat yakin jika tidak ada yang akan bisa mengambilnya selain darah murni" jawab Morhen Chlódyas, pria itu meletakkan kembali buku yang di pegangnya itu di atas meja.

Avendra melirik kembali buku itu, buku usang yang di berikan kakaknya saat ia masih kecil.
"Lalu apa menurut ayah Raynar bisa mengambilnya?"

"Ayah tidak yakin, apa salahnya mencoba" pria itu berdiri hendak pergi dari sana. "Lima hari lagi pengangkatanmu secara resmi sebagai putra mahkota, Ayah harap kau berhati-hati" pria itu langsung meninggalkan kamar Avendra yang masih gelap dan kembali menutup pintunya dengan rapat.

Morhen Chlódyas yakin jika putranya akan pergi sendiri ke Triota untuk mengambil permata itu, itu adalah permata mulia berwarna biru safir yang di sebut juga jantung lautan dan di pahat khusus untuk mahkota calon penerus tahta, itu adalah permata yang di turunkan secara turun temurun sebagai lambang sah dari penerus tahta itu sendiri.

Avendra tampak merenung ke arah buku usang itu, itu adalah catatan yang di buat kakaknya semasih ia menjadi putri mahkota. Pria itu tampak memikirkan kata-kata kakaknya dulu 'Tidak ada yang kekal, bahkan kekuasaan pun tidak. Tapi jika kau ingin mengetahuinya dan mencapai kekuasaan itu ikutilah cahaya biru di laut itu akan menuntunmu menuju keabadian yang fana' .

Avendra beralih berjalan ke arah sebuah lukisan besar yang terpajang di dinding, pria itu mengetuk lukisan itu sebanyak empat kali dengan sedikit jeda yang membuatnya berirama, tiba-tiba lukisan itu bergerak seolah lukisan itu dapat di tembus dan seorang pria berambut blonde keluar dari sana.

"Yang Mulia" sapa pria itu hanya menundukkan kepalanya.

"Bagaimana keadaan disana?" Tanya Avendra, pria itu berbalik menuju kursi besar yang ada di sebelah lukisan itu.

"Semuanya aman Yang Mulia" jawab pria itu sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia menajamkan pendengarannya, memastikan tidak ada seseorang yang berada di dekat ruangan ini.

"Kau mendengar percakapanku dengan ayahku?" Tanya Avendra

"Aku mendengarnya, apa anda berniat untuk pergi kesana?"

"Menurutmu?"

"Aku akan memberi tahu Raynar untuk masalah ini" ucap pria itu sambil mengalihkan pandangannya pada jendela yang terbuka, pria itu buru-buru mendekat dan menutupnya.

"Kian..." Panggil Avendra

Pria yang di panggil Kian sontak menoleh, pria itu adalah temannya, pria yang ia temui sepuluh tahun lalu saat berenang di perairan Utara, Avendra menyelamatkannya dan membawanya ke dalam istana pribadinya.

"Kita akan pergi besok malam" ucap Avendra

"Baik Yang Mulia" jawab Kian dengan cepat.

Melindungi Avendra adalah kewajibannya, ia akan melindunginya dengan nyawanya sendiri, meskipun tuannya masih dalam kurungan, ia percaya suatu saat nanti temannya ini akan memimpin negri ini. Ia akan siap mengawal Avendra kemanapun, berkat dirinya Kian bisa hidup sampai sekarang dan menjadi tentara elit dengan kode C02.

••••

The Trhone of The SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang