BAB 2

80 14 4
                                    

"Yang Mulia"

Panggil seorang pria paruh baya, yang merupakan pelayan pribadi putra mahkota di depan sebuah kamar yang memiliki pintu ganda bercorak emas.

"Yang Mulia" ucapnya sekali lagi karena tidak ada jawaban, pria itu mengetuk pintu besar itu, tapi tidak ada suara yang terdengar dari dalam.

"Yang Mu..."
Pria paruh baya itu hendak mengetuk pintu besar itu sekali lagi, tapi terdengar suara langkah kaki yang mendekat di belakang pintu besar itu, membuat sang pelayan menghentikan gerakannya dan langsung menutup mulutnya.
Larangan untuknya adalah memanggil putra mahkota sebanyak tiga kali. Dan itu mutlak untuk siapapun.

Pintu besar itu berderit menandakan sudah di buka meskipun hanya sedikit.

"Ada apa?" Tanya pria bermata biru yang mendongak di balik pintu, bahkan tubuhnya tidak terlihat saking sedikitnya pintu itu terbuka

"Yang Mulia Ratu ingin bertemu dengan anda  Yang Mulia pangeran"

"Baiklah" ucapnya dengan pasrah "Bilik kanan Drizhiućh" lanjutnya sebelum menutup pintunya

Pria paruh baya itu hanya mengangguk, ia belum sempat menjawab tapi pintu itu telah di tutup lebih dulu. Ia menghembuskan nafasnya, selalu seperti ini. Meski tidak ada siapapun di istana pribadinya, pangeran Chlódyas tidak ingin menampakan dirinya akhir-akhir ini. ia akan keluar dari kamarnya jika kakaknya yang berkunjung. Hanya keluarga kerajaan dan dirinya yang tahu calon penerus tahta kerajaan Chlódyas selama ini. Setelah kepergian kakaknya putri mahkota Chlódyas, sang pangeran tidak ingin menampakan dirinya meskipun hanya berjalan-jalan di istana pribadinya.

Carter nama pelayan pribadi pangeran Chlódyas yang sudah berusia 46tahun, pria itu telah menjadi pelayan dan juga pengawal anggota kerajaan selama setengah hidupnya, dan menjaga sang pangeran ketika pangeran berusia tiga tahun.

Pria itu menuruni tangga dan langsung menghampiri Ratu Chlódyas.
"Yang Mulia" sapanya

"Bagaimana Carter? Apa aku boleh bertemu dengannya?" Ucap Ratu Emerys, Ratu Chlódyas dan juga ibu pangeran Chlódyas.

"Bilik kanan Drizhiućh Yang Mulia"

"Begitu? Dia tidak mengizinkanku memasuki kamarnya.. baiklah" ucap ratu Emerys yang langsung menaiki tangga menuju bilik kanan istana pribadi pangeran Chlódyas

Pria bermata biru itu mengambil jubahnya, ia bejalan memutar di balik rak buku yang berada di belakang tempat tidurnya, pria itu menuju dinding sebelah kanan dan mendorong rak buku yang berada disana, seketika rak itu bergeser menampilkan sebuah ruangan yang berada di sebelahnya.

"Sudah lama menungguku Yang Mulia Ratu?"
Ucap pria bermata biru yang berjalan di balik tirai tipis yang membatasinya, ia melihat ibunya telah duduk disana

"Ibu.. panggil aku ibu pangeran Avendra" ucapnya kepada pria bermata biru, hanya ada mereka berdua di ruangan itu. "Buka tirainya aku ingin melihat putraku"

"Aku baik-baik saja"  ucap Avendra, pangeran Avendra Searoz Chlódyas, calon penerus tahta kerajaan Chlódyas.

"Ibu ingin memastikannya, buka tirainya pangeran" ucap ratu Emerys

Avendra membuka tirainya perlahan, ia bisa melihat wajah cantik ibunya yang kini sudah menua.
"Lihat aku baik-baik saja" ucapnya dengan ekspresi datar.

Tidak ada masalah serius di antara mereka berdua hanya saja, Avendra merasa terasingkan oleh keputusan ibunya. Sejak usianya lima tahun ia telah memiliki istana pribadinya, tapi saat itu istananya masih menjadi satu dengan istana utama. Meski istana itu besar ia tetap tidak di izinkan keluar oleh ibunya, itu karena dirinya di anggap pembawa kutukan, setiap kali ia marah, dirinya tanpa sadar akan mengucapkan kata mati kepada orang yang membuatnya kesal, tidak terjadi apapun saat itu, tapi di kemudian hari ketika orang itu berada di dalam air mereka akan mati tanpa sebab.

Avendra di anggap memiliki kemampuan unik yang di wariskan oleh leluhur Chlódyas, ia bisa berada di dalam air berjam jam bahkan warna rambutnya akan berubah ketika ia terkena air, bahkan keluarga kerajaan beranggapan bahwa Avendra mampu mengendalikan air hingga mampu membunuh orang yang telah ia kutuk ketika menyentuh air.

Sebenarnya kemampuan ini sangat di agungkan dan di puja karena leluhur mereka, leluhur kerajaan Chlódyas yang pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini di anggap sebagai dewa lautan yang mampu mengendalikan air dan cuaca, tapi seiring berjalannya waktu kemampuan itu di anggap menakutkan karena bisa memusnahkan peradaban dalam sekejap. Bahkan Avendra pun keberadaannya di takuti meskipun tidak ada yang tahu ia bisa mengendalikan air atau tidak, tapi ucapannya yang bisa menjadi kenyataan membuat orang-orang takut jika bertemu dengannya.

"Apa ibu boleh memelukmu pangeran?" Tanya ibunya, ratu Emerys yang kini ingin menangis melihat putra satu-satunya bersikap dingin kepadanya, ia mengakui jika ini salahnya karena memutuskan untuk membatasi putranya.

"Tidak.." jawab Avendra Chlódyas singkat, ia memperhatikan wajah ibunya "Ibu akan terluka jika memelukku" lanjutnya

Ratu Emerys tahu itu tidak benar, putranya hanya membalikkan kata ibunya dahulu. Kau akan melukai seseorang jika berada di dekat mereka, itu adalah kata-kata yang ia ucapkan agar pangeran tetap berada di dalam istananya, ia tidak tahu jika kata-kata itu akan terus di ingat oleh putranya.

Sebenarnya yang ia lakukan adalah demi kebaikan putranya, ia tidak ingin putranya di anggap sebagai iblis karena rakyatnya terus merasa takut saat putranya berkeliaran dengan emosi yang tidak stabil.

Dengan ultimatum Raja Chlódyas yang mengatakan jika ia akan membatasi putra satu-satunya dan menggantikan posisi putra mahkota dengan anak pertamanya yaitu putri Avelyne Chlódyas yang di angkat menjadi putri mahkota pada saat itu.

Kini posisi penerus tahta telah kosong selama tiga tahun karena sang putri mahkota telah turun tahta meninggalkan kerajaan Chlódyas dan kini telah menjadi Ratu kerajaan Amaéris

" Yang Mulia sudah melihatku baik-baik saja bukan? Jadi anda bisa pergi sekarang" ucap Avendra dengan dingin.

Ratu Emerys mengusap air matanya yang ia tahan sedari tadi
"Ibu datang untuk memberi tahumu jika ayahmu akan mengumumkan pengangkatan putra mahkota"

"Tidak ada hubungannya denganku, jadi silahkan tinggalkan tempat ini Yang Mulia"

"Usiamu sebentar lagi 25tahun jadi sudah saatnya kamu menunjukkan diri sebagai putra mahkota"

Avendra yang sudah berdiri hendak menuju kamarnya kini di buat tertawa oleh kata-kata ibunya
"Apa anda ingat usiaku?..."
"Sudah 20tahun aku berada di kegelapan dan sekarang aku di izinkan keluar?" Avendra berbalik menatap ibunya
"Kenapa tidak ibu tolak saja dan katakan untuk tetap mengurungku seumur hidupku?"





The Trhone of The SeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang