Arga berjalan menuju ruangan kantornya di perusahaan. Dia baru saja selesai bertemu dengan salah satu koleganya. Arga belum sempat makan siang, dan dia ingin mengajak putrinya untuk makan siang bersama di luar.
Selama beberapa tahun, Arga menyadari hubungan dia dengan putrinya yang semakin renggang dan menjauh. Apalagi dengan fakta putrinya yang menetap di Singapura selama beberapa tahun, membuat komunikasi mereka pun semakin buruk.
Arga tak menginginkan semua itu, namun dia kesulitan untuk memulai hubungan yang baik dengan anaknya. Entahlah, kehidupannya setelah istri pertamanya meninggal dunia berubah drastis. Terasa banyak masalah di pundaknya, dan semakin banyak hal penting dalam hidupnya yang terasa ikut menghilang.
Kepulangan Amanda pun tanpa pemberitahuan lebih awal. Amanda menghubungi Arga tepat saat dia akan naik pesawat. Jarak Singapura dan Jakarta yang dekat jelas membuat perjalanan Amanda pun tak membutuhkan waktu yang lama.
Arga hanya ingin memperbaiki hubungan dengan putrinya tersebut. Dia sudah kehilangan wanita yang dia cintai, dan hanya Amanda lah satu-satunya hal yang tersisa dari mendiang istrinya.
Arga sudah sampai di depan pintu ruangannya yang tak tertutup rapat. Sebelum melangkah masuk, Arga bisa mendengar suara tawa seseorang yang kencang dan lepas. Penasaran, Arga pun mengintip dari celah pintu yang terbuka. Dan dia bisa melihat anaknya lah yang tertawa lebar dan begitu lepas di depan Olivia.
Untuk beberapa saat, Arga tertegun di tempat. Kapan terakhir kali dia melihat anaknya tersebut tertawa selepas itu? Bahkan di pertemuan mereka tadi pun Amanda tak tersenyum sedikit pun padanya.
Arga diam selama beberapa saat, memperhatikan Amanda yang bercerita dengan semangat tentang kehidupannya di Singapura. Terlihat juga Olivia mendengarkan dengan baik cerita Amanda.
Setelah beberapa saat, akhirnya Arga pun membuka pintu lebih lebar dan masuk ke dalam sana. Perhatian dua perempuan tersebut langsung tertuju padanya. Olivia pun langsung berdiri dan memberikan sapaan hormat pada Arga.
"Selamat datang, Pak." Olivia menyapa dengan hormat. Dia lalu menatap Amanda dan tersenyum pada gadis itu.
"Saya keluar dulu. Nanti kita bisa bicara lagi," ujar Olivia. Dia lalu berpamitan dan keluar dari ruangan Arga. Menyisakan Arga dan Amanda dalam situasi agak canggung.
"Ayah lihat, kamu tumbuh dewasa dan terlihat sangat sehat. Pasti kamu sangat bahagia hidup di sana." Arga berkata seraya berjalan mendekati Amanda. Dia lalu duduk di hadapan putrinya tersebut.
"Tentu saja aku bahagia. Keluarga ibu memang baik-baik semua," balas Amanda dengan nada sinis. Arga menghela nafas pelan mendengar itu.
"Manda, maafkan Ayah. Ayah hanya-"
"Ayah hanya seorang anak yang terlalu patuh pada ibunya. Tidak punya pendirian." Amanda langsung memotong perkataan ayahnya sendiri dengan berani. Kening Arga langsung berkerut mendengar kata-kata anaknya yang jauh dari kata sopan.
"Sudahlah. Membahas masa lalu pun tak ada gunanya. Tak akan ada yang bisa diubah," ujar Amanda langsung. Dia meraih bantal sofa dan memeluknya dengan erat. Jarinya sedikit gemetar, karena emosi pada ayahnya sendiri.
"Manda, maafkan Ayah. Katakan, apa yang harus Ayah lakukan untuk menebus semua kesalahan di masa lalu," ujar Arga. Dia terlihat putus asa sekarang. Pertemuan pertama dengan sang anak setelah sekian lama terpisah, ternyata malah menghadirkan suasana yang tidak nyaman.
"Aku sudah lulus S1, Yah. Ayah tak datang untuk menghadiri wisudaku. Bahkan sekedar menelepon untuk mengucapkan selamat pun tidak. Aku merasa seperti anak yatim piatu jadinya." Amanda berujar. Ya, itu adalah hal menyakitkan yang dia alami baru-baru ini.
"Manda, maaf Ayah lupa tentang itu." Hanya maaf saja yang bisa Arga ucapkan pada putrinya tersebut. Dan Amanda mulai bosan mendengarnya.
"Aku ingin melanjutkan pendidikan di sini. Aku akan menetap di sini dan tak akan kembali ke Singapura. Aku juga ingin belajar tentang bisnis. Karena setelah Ayah pensiun nanti, aku yang harus meneruskan perusahaan ini." Amanda mengatakan itu semua dengan penuh semangat. Jelas dia harus semangat untuk mempertahankan semua haknya agar tidak direbut oleh keluarga tirinya yang licik.
"Lakukan lah. Lakukan apapun yang kamu mau, Ayah akan mendukung setiap keputusanmu," ucap Arga langsung, tak mau lagi mengecewakan anaknya tersebut. Amanda tersenyum miring mendengar itu. Ayolah, sudah waktunya dia merebut kembali sosok ayahnya.
"Kamu sudah makan siang belum?" Arga bertanya. Amanda pun menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, ayo makan siang bersama di luar." Arga mengajak dengan semangat. Amanda tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. Mereka lalu berjalan keluar dari ruangan Arga. Lalu Amanda berhenti melangkah saat dia berada di dekat meja Olivia.
"Kak Oliv udah makan siang belum?" Amanda bertanya pada sekretaris ayahnya tersebut. Olivia pun tersentak kaget karena tidak menyadari kehadiran mereka berdua.
"Belum. Saya akan pergi makan sebentar lagi," jawab Olivia disertai senyuman.
"Makan siang bareng aku dan Ayah aja yuk, Kak." Amanda mengajak Olivia tanpa meminta pendapat dulu dari ayahnya.
"Tidak usah. Saya bisa-"
"Ayolah. Kita bisa makan siang bersama. Boleh kan, Yah?" Amanda bertanya seraya mengedipkan mata, memberi kode agar ayahnya tidak menolak.
"Tentu saja. Olivia, sebaiknya kamu makan siang bersama kami." Arga menjawab langsung. Amanda tersenyum lebar mendengar itu dan langsung menggandeng Olivia.
Olivia yang semula tak mau akhirnya pasrah ketika anak bosnya tersebut menggandeng lengannya dan sedikit menyeretnya agar ikut dengan mereka.
"Kak, makan siang ramai-ramai begini lebih enak dari pada sendirian saja," ujar Amanda disertai tawa. Olivia hanya tersenyum saja mendengar itu.
"Saya sudah biasa makan siang sendiri. Bukan hal aneh lagi," timpal Olivia. Amanda berdecak pelan mendengar itu.
"Kalau begitu, mulai hari ini sampai seterusnya, kita makan siang bersama. Lagi pula, aku juga tak memiliki teman untuk di ajak makan siang di sini." Amanda berujar. Dia berbicara dengan sangat akrab pada Olivia, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Dan Arga hanya bisa tersenyum saja melihat anaknya yang riang dan semangat. Momen Amanda ketika ceria seperti ini sangatlah jarang.
Saat hampir mencapai lift, Arga merasakan getaran ponselnya dari saku celana. Arga berhenti sebentar dan mengambil ponselnya. Ada satu pesan masuk, dari istrinya.
"Mas, jangan lupa nanti pulang kerja beli hadiah. Hari ini Yudha dan Yuna ulang tahun."
Ya, Arga memang lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahun kedua anak tirinya. Dia terlalu senang karena anak kandungnya pulang setelah sekian lama. Dan tentu saja, prioritas Arga sekarang adalah Amanda.
"Aku tak bisa janji. Hari ini aku akan pulang terlambat."
Setelah mengirimkan balasan, Arga langsung mengantongi ponselnya. Dia lalu menyusul Amanda dan Olivia yang sudah berada di dalam lift.
______________________________________
Hai semuanya. Update kedua untuk hari ini. Jangan lupa tinggalkan jejak🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Kedua
RomansaOlivia bekerja sebagai sekretaris seorang Arga Yudhistira selama bertahun-tahun. Dan selama itu, mereka tak pernah terlibat hubungan romantis karena Olivia tahu Arga sudah memiliki istri dan anak. Namun suatu hari, Olivia dikejutkan dengan lamaran t...