06. Neighbor with Benefit

1.1K 77 0
                                    

Ruangan tamu di apartemen Seishiro bisa terbilang cukup tertata rapi dan bersih bagi seorang lelaki yang notabenenya tinggal sendirian.

(Name) memperhatikan dalam diam. Ia hanya menunggu di sofa sambil menyilangkan kaki. Sementara Seishiro sedang menyiapkan kopi untuk mereka.

Seishiro meletakkan nampan berisi dua gelas cangkir kopi yang asapnya masih mengepul.

"Silahkan dinikmati Miss Skylar," ucap pemuda berambut putih itu sembari tersenyum tipis.

"Yeah, thanks for the coffee."

Seishiro mengangguk. "My pleasure."

Ditiupnya perlahan sebelum menyesap sedikit dengan kening agak mengerut. Rasanya tidak terlalu buruk. (Name) bukan pecinta kopi tapi ia menyukai kopi buatan Seishiro.

Setelah meletakkan cangkir kopi tersebut, (Name) berdehem pelan sebelum berkata, "Kau tidak perlu memanggilku dengan panggilan yang terlalu formal."

"Maksudku jika kita sedang berdua, kau bisa memanggil namaku saja," lanjut (Name) dengan tatapan serius.

"Baiklah, aku paham (Name)," balas Seishiro. "Seperti kataku tadi, aku akan mengajakmu melihatku bermain game."

Seishiro refleks menarik lengan (Name) masuk ke ruang kamar sekaligus tempatnya bekerja sebagai live streaming game.

(Name) pertama kali masuk ke dalam kamar seorang lelaki dengan kesadaran penuh.

Kamar bernuansa dark blue dipenuhi berbagai alat untuk live streaming. Sedikit berantakan tapi masih bisa ditolerir. Mungkin saja Seishiro telah melakukan live streaming dan tidak sempat membereskan kamarnya.

(Name) duduk di kursi tambahan di dekat Seishiro. Dengan intens memperhatikan bagaimana lincahnya jemari Seishiro menari di atas keyboard. Lelaki berambut putih itu tampak serius meraih kemenangan.

Tidak berselang lama, Seishiro berseru senang karena berhasil menumbangkan base lawan. (Name) menepuk tangannya ikut senang akan kemenangan Seishiro.

Walaupun (Name) tidak terlalu paham tentang game namun ia merasa harus memberi apresiasi akan keberhasilan Seishiro. Bagaimanapun Seishiro termasuk salah satu talent berbakat di salah satu cabang perusahaan entertainment-nya.

"Kau memang hebat, Nagi-san." (Name) memberikan pujian.

"Terima kasih, (Name)."

Netra abu Seishiro tidak berhenti memandangi paras rupawan (Name). Sedekat ini membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Ini kali pertama dirinya berduaan dengan seorang perempuan. Di kamarnya pula apalagi cahaya remang-remang.

Bibir kemerahan (Name) terlihat menggoda, Seshiro mengalihkan pandangan ke depan komputernya. Bergerak mematikan layar.

Sebagai lelaki normal, Seishiro menahan dirinya untuk menyerang (Name). Menurutnya, (Name) wanita baik-baik dan terhormat serta disegani. Ia merasa tidak pantas jika harus mengkhayalkan yang aneh-aneh tentang (Name).

Selepas menemani Seishiro bermain game, (Name) masih berada di sofa ruang tamu apartemen gamers itu. Mereka membicarakan banyak hal yang seru. Meski tak terlalu akrab saat di masa sekolah menengah atas tapi mereka punya frekuensi yang cukup sama.

Dari balik jendela besar apartemen, langit di luar menggelap diiringi awan gelap. Perasaan (Name) mendadak tidak karuan. Seperti akan ada sesuatu yang terjadi tapi entah apa. (Name) ingin mengkhawatirkan Chigiri tapi lelaki itu berada di tempat paling aman yaitu di mansionnya.

Dalam sekejap petir menyambar keras. Cukup keras hingga (Name) terlonjak kaget dan refleks memeluk Seishiro. (Name) memiliki phobia petir. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan dengan mata terpejam.

Seishiro cukup terkejut tapi karena merasakan bagaimana tubuh (Name) bergetar seperti ketakutan. Ia akhirnya memeluk balik (Name). Memberikan elusan lembut di punggung wanita itu. Memang agak lancang namun Seishiro tidak punya pilihan lain.

"Sst, tenanglah aku ada di sini, (Name)."

Bisikan lembut serta elusan Seishiro menyadarkan (Name) akan posisinya. Gelenyar panas aneh membuat tubuhnya sensitif. (Name) harus menjauh dari Seishiro.

(Name) mendongak mendapati bagaimana Seishiro menatapnya khawatir. Sementara dirinya tengah berusaha mati-matian menahan hasrat gila dari kutukan konyol yang dideritanya.

"Tolong aku, Sei." Suara (Name) terbata-bata. Sebelah tangannya menangkup pipi Seishiro. Mendekatkan wajah hingga bibir keduanya bertemu.

(Name) melumat bibir Seishiro tidak sabaran. Seishiro awalnya terkejut sebelum mengimbangi permainan bibir (Name). Lidah keduanya saling bertautan hingga membentuk benang saliva.

Posisi (Name) kini berada di atas pangkuan Seishiro. Jemari lentiknya bergulir nakal di atas dada bidang telanjang Seishiro. Bergerak ke roti sobek hingga tiba di sebuah gundukan mengeras.

(Name) mengelusnya lembut. Dilepaskannya tautan bibir mereka. (Name) turun ke bawah memberikan blow job pada kejantanan besar nan juga panjang milik Seishiro.

Tatapan bulat (Name) penuh nafsu memandangi Seishiro yang menahan desahannya. Permainan lidah (Name) membuat Seishiro tidak tahan menumpahkan lahar panasnya hingga memenuhi rongga mulut (Name), meluber sampai ke sudut bibir

Seishiro berdesis puas. (Name) dengan sensual menjilati sperma Seishiro di sudut bibirnya. Kejantanan Seishiro masih mengeras sempurna. (Name) belum puas hanya dengan itu. Ia butuh Seishiro di dalamnya.

(Name) menaiki Seishiro dengan brutal. Tanpa memperlambat alunan pergerakannya. Posisi woman on top memang sangatlah nikmat. Buah dada (Name) yang sensitif bergesekan dengan kerasnya dada bidang Seishiro.

Tubuh keduanya bermandikan keringat. Tanpa melepaskan penyatuan mereka, Seishiro mengangkat (Name) ke atas ranjang.

Lelaki itu mengambil kendali permainan. Dirinya semakin mengeras melihat ekspresi sensual (Name). Seishiro menyukai (Name) berada di bawah kendalinya.

Suhu ruangan apartemen terasa sangat panas. Padahal AC menyala serta di luar hujan deras turun membasahi bumi.

***

Pagi harinya, (Name) terbangun oleh cahaya mentari yang menembus jendela kaca apartemen. Berkali-kali (Name) mengerjapkan mata. Menyadari bahwa dirinya berada di kamar Seishiro.

Selimut tebal menyelimuti tubuh polosnya. Seluruh rangkanya terasa amat sakit. (Name) bahkan susah payah duduk bersandar. Paling terasa sakit di tengah selangkangan.

(Name) mengusap wajah. Memijit pelipisnya terasa pening karena lagi dan lagi kutukan itu sangat meresahkan. (Name) tidak pernah merasa seburuk ini.

"Sudah bangun?" Suara berat Seishiro terdengar dari balik pintu. Lelaki berambut putih itu membawa nampan berisi sarapan sekaligus segelas air dan susu.

(Name) memalingkan pandangan sebab Seishiro tidak mengenakan atasan hanya celana panjang hitam. Di tambah lagi bekas kemerahan menghiasi leher, dada bidang, serta roti sobek lelaki itu.

"(Name) kau harusnya melihatku." Seishiro menangkup kedua pipi tirus (Name). "Tidak perlu malu." Si pemilik netra abu terkekeh.

(Name) menghela napas berat. "Aku harus menceritakan ini agar kau mengerti kenapa aku menyerangmu semalam."

Wanita itu melepaskan pipinya dari kehangatan Seishiro. "Aku terkena kutukan yang bisa membuatku menjadi tidak waras." Intens ia pandangi Seishiro yang masih setia mendengarnya.

"Aku tidak peduli kau mau percaya atau tidak tapi kutukan itu benar-benar menyiksaku. Aku ingin melepaskannya jadi bisakah kau menolongku?" Untuk kali pertamanya (Name) berterus terang pada orang lain mengenai kondisi anehnya.

Seishiro mengangguk paham. Ia tidak percaya sesuatu hal yang mistis jika memang tidak ada buktinya. Namun, dalam hal yang menimpa (Name) cukup membuatnya percaya.

"Aku mengerti dan percaya padamu, (Name)." Seishiro tersenyum.




───── ❝ 𝑇𝑜 𝐵𝑒 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑒𝑑❞ ─────

 Ágriɑ Fɑntɑsíɑ || Blue Lock (21+) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang