I. Awal Yang Indah

694 78 38
                                    




📗









Musim panas datang mengganti musim semi dengan cepat. Langit biru menyala dan matahari dengan perayaan warna kuning, mengkilap dan cerah. Pohon-pohon muncul mengenakan warna hijau terbaiknya, dan di mana-mana ada bunga, berwarna pelangi yang tersebar merekah.


Namun dibalik indahnya suasana, ada hawa panas yang ikut serta. Kali ini, cuaca bisa menggila hingga sampai pada titik panas tertinggi pada masanya.


Di sini, di seunit rumah sederhana berplakat "Lee", Jaemin tengah mengipasi Hyesung yang tertidur pulas setelah menangis tanpa sebab. Mungkin bukan tanpa sebab, tetapi karena hawa panas yang cukup menyengat di hari Minggu pagi ini.


Jaemin menggelengkan kepalanya, mengingat sepertinya baru kemarin masih ada hawa sejuk dari musim semi, namun setelahnya angin pun terasa panas menyengat tiada tara.


Bukan hanya Hyesung yang merasakan kepanasan, di ruang tengah, kedua Kakaknya juga tengah menggelepar; menikmati sepoi kipas angin sambil merebahkan diri di karpet lantai.


Sebenarnya Jaemin ingin melarang mereka menyetel kipas angin tetapi kali ini dia membiarkan kedua lelakinya itu mendapatkan asupan sejuk dari kipas angin.


Dengan hawa yang cukup nyentrik ini, biasanya orang akan memilih untuk berdiam diri, demi menghemat energi daripada mengeluarkan peluh yang tidak henti, tetapi lain lagi dengan Jeno.


Si Bapak satu ini malah sibuk mengecat rumah sedari pagi dan sekarang belum juga selesai.


Bau cat yang dicampur dengan hembusan kipas angin sebenarnya membuat ruang tengah menjadi sumpek, tetapi mau bagaimana lagi, Jisung dan Haejin hanya bisa pasrah daripada main panas-panasan di luar sana.


"Masih belum selesai, Pi?" tanya Jaemin yang hanya memakai celana pendek dan kaus kebesaran.


Jeno yang tengah bersiul itu menggeleng lalu tersenyum manis kepada Jaemin. "Dapur mau dicat juga?" tawarnya.


"Tidak perlu," tolak Jaemin mentah-mentah. Dia tidak mau bau cat baru memenuhi seluruh isi rumahnya, apalagi dapur yang notabene terdapat makanan dan minuman.


Jaemin menatap ke sekeliling ruang tengah, cat hijau daun sudah melapisi semua tembok hingga bagian paling atas. Sapuan kuas murah milik Jeno ternyata lumayan bagus dan rapi untuk skill buruh pabrik, bukan tukang bangunan.


"Kenapa hijau?" tanya Jaemin asal.


"Cerah, segar, sejuk," jawab Jeno semangat.


"Sebentar lagi selesai, kan, Pi?"


Jeno menggeleng. "Kamar Kakak Ji sama Haejina belum, Mi."


"Oh, astaga." Jaemin menepuk dahinya.


"Ya Miiy... Ein, Akak cet!" celetuk si Matahari yang langsung bangun dan menghampiri Miminya itu.


"Cung obo, em? Ein obo Cung, Miiy."


"Adiknya lagi bobo, Sayangku. Haejina bobo sama Kakak Ji, ya. Kan, sudah pakai kipas, kalau di dalam tidak pakai kipas."


Belum sempat Jaemin meyakinkan Haejin, tangisan Hyesung terdengar.


Haaaa... keempat lelaki Jaemin memang tidak tahan panas.


Iya, si kecil Hyesung yang kini berusia sebulan itu adalah laki-laki! Bertambahlah antek-antek Lee Jeno.


Hehe.










The Chronicles of A Boy : The BackyardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang