-John's POV-
"John. Kita istirahat dulu ya. Aku lelah sekali," katanya padaku yang sudah beberapa meter lebih dulu di depannya. Aku berhenti dan berbalik badan lalu mendapatinya tengah berjongkok dengan wajahnya yang memelas.
"Kalau kita istirahat terus, kapan kita sampai ke puncaknya, Liana? Kau baru saja meminta istirahat tiga puluh menit yang lalu," ujarku sambil mendengus malas. Tak apalah sekali-sekali mengerjainya.
"Tapi aku lelah, John. Kau ini tega sekali padaku," gerutunya dengan bibir yang dimonyongkan. Wajahnya yang cemberut seperti itu entah mengapa malah terlihat sangat menggemaskan.
"Baiklah, baiklah. Tapi hanya tiga menit saja. Kalau tidak, aku akan meninggalkanmu sendirian disini. Uuhh.. Siapa tahu saja ada yang akan menemanimu disini. Mungkin saja ad--"
"Ayo jalan!" ia memotong ucapanku yang hendak menakut-nakutinya dan malah berjalan mendahuluiku.
"Kau marah?" tanyaku sambil berjalan menyusulnya. Namun dia tidak menggubris ucapanku.
"Liana?" ia masih diam sambil terus berjalan. Aku menghela napas.
"Aku minta maaf. Aku hanya bercan--" ucapanku terhenti saat Liana tiba-tiba berhenti berjalan.
"Ada apa?" tanyaku memerhatikannya.
"Kau dengar?" dia malah balik bertanya dengan matanya yang nyalang seperti tengah mencari sesuatu.
"Suara perutmu? Ya, aku dengar." tiba-tiba saja Liana menyentil keningku.
"Aww.. Sakit! Mengapa kau melakukan itu?!" geramku tertahan sambil mengelus sentilannya di keningku. Lumayan juga rasanya.
Dia malah memelototiku. Hii, dia jadi lebih garang saat ini. "Kau ini! Maksudku bukan suara perutku, bodoh! Coba dengar baik-baik, ada suara air." aku menajamkan pendengaranku sambil memejamkan mata.
"Kau benar! Sepertinya dari arah sana!" seruku. Kemudian aku dan Liana berjalan menuju sumber suara air itu. Saat kami sampai, kami berdua terkejut dan kagum melihat keindahan air terjun yang ada di hadapan kami.
"Air!!" seru Liana sambil mengangkat kedua tangannya.
Yeah! Air! Pasti menyenangkan mandi di sana. Tapi baru saja aku mau melepas bajuku, Liana berteriak sambil menutup wajahnya.
"Ada apa?!" tanyaku panik sambil menghampirinya.
"Apa yang kau lakukan?!" Liana balik bertanya padaku tanpa membuka matanya.
"Memangnya apa yang kulakukan?" tanyaku bingung.
"Kau mau melepas bajumu! Apa kau gila?!" sedetik kemudian aku melongo. Dia ini terlalu polos. Padahal kan aku hanya membuka bajuku. Mau tak mau, aku menahan tawaku.
"Memangnya tidak boleh?" ujarku menggodanya.
"Bu.. Bukan begitu, tapi.. Tapi aku kan--"
"Ck, kau ini. Yang jelas aku tidak melepas celanaku kan?" ujarku menggodanya. Dia membuka wajahnya dan memukul bahuku. Pipinya merah sekali. Rasanya aku ingin mencubit pipinya. Aku hanya tertawa melihatnya salah tingkah.
"Aku hanya bercanda. Kalau aku memakai bajuku, nanti bajuku basah. Kalau aku memaksa memakai bajuku yang basah itu, bisa-bisa aku masuk angin, dan aku mati kedinginan," ujarku asal.
"Alasan!" aku hanya terkekeh. Kemudian aku melepas bajuku dan masuk ke dalam air.
"Brrrr.. Airnya dingin sekali," ujarku berenang berkeliling. Aku yakin, kalau air terjun seperti ini tidak mungkin ada buaya atau ikannya. Ya, kuharap. Aku melihat Liana yang hanya duduk di bebatuan dengan kakinya yang dicelupkan ke air.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Days, and I'm in Love With You✓
RomanceTerjebak di sebuah pulau yang tak berpenghuni, membuat John dan Liana juga ikut terjebak oleh perasaan yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Rasa penasaran sejak pertemuan pertama mereka saat masih berkuliah 10 tahun yang lalu, berubah menja...