I Love You

8.2K 484 1
                                    

John dan Liana sedang berjalan di kebun anggur dengan jarak beberapa jengkal yang memisahkan mereka. Sedari tadi, tidak ada satu pun dari mereka yang memulai pembicaraan.

Dari John maupun Liana, semuanya saling membisu satu sama lain. Entah karena tidak tahu mau berkata apa, atau memang sedang menunggu lawan bicaranya yang memulai duluan. Angin sore yang berderu kencang membuat Liana merapatkan kardigan rajut warna peach yang di pakainya.

Laki-laki itu diam-diam memperhatikan Liana dari samping. Banyak perubahan dari perempuan itu yang membuatnya mengumpulkan berbagai kemungkinan di dalam benaknya.

Pipinya yang terlihat lebih tirus, hidungnya yang memerah, kantung matanya yang terlihat jelas, serta matanya yang sayu membuat John berpikir kalau Liana tidak sedang baik-baik saja.

"Kau sakit, Liana?" tanya John dengan ekspresi khawatir. Liana agak sedikit terkejut. Ia menoleh dan menatap John.

"Y -ya. Aku sakit beberapa hari terakhir. Tapi sepertinya sudah lebih baik. Mungkin," jawab Liana sambil menggosok hidungnya yang semakin terlihat memerah. John terlihat tidak yakin kalau Liana sudah lebih baik.

"Kau sudah periksa ke dokter?" suaranya terdengar khawatir. Ia memeriksa kening Liana menggunakan punggung tangannya untuk memeriksa suhu tubuh Liana. Liana menggeleng menanggapi pertanyaan John.

John menghela napas lelah. "Mengapa tidak kau periksakan ke dokter? Badanmu hangat," ujarnya lembut sambil membuka ponytail Liana agar rambutnya bisa melindungi lehernya dari angin.

"Biarkan saja. Nanti sembuh sendiri," ujar Liana malu-malu berusaha menutupi kedua pipinya yang memanas. John tersenyum geli sambil memandangnya heran.

"Bagaimana caranya bisa sembuh sendiri?" Liana menggidikkan bahunya. John menggeleng sambil mendesah kasar.

"Ayo kita kembali. Aku tidak mau kau bertambah sakit karena angin disini kencang," bujuk John.

"Tidak mau. Nanti bibi Anna akan menyuruhku istirahat dan berbaring sepanjang hari," ujar Liana cemberut. John tersenyum kecil melihat tingkah kekanakan Liana.

"Itu memang harus dilakukan agar kau cepat sembuh, Liana. Lalu kalau kau sakit, mengapa kau malah pergi jalan-jalan tadi? Bukannya mengikuti perintah bibi Anna," nasehat John membuat Liana terdiam. Ia tidak bergerak dari tempatnya berdiri.
"Kalau aku sendirian, aku akan mengingatnya." Liana menengadah menghadap langit yang terlihat berwarna biru cerah tanpa awan yang menghiasinya. John menatap Liana dari samping. Ia membiarkan Liana bercerita.

"Saat aku sakit, dia yang akan merawatku. Meskipun dia sedang berada di luar kota, dia pasti akan segera datang. Tidak heran kalau terkadang Gillian cemburu padaku." Liana tersenyum kecil sambil memejamkan matanya, membiarkan sinar matahari menerpa wajahnya.

Perempuan itu kembali membuka matanya. Kali ini tatapan sendu yang terpancar dari matanya. "Untuk itu aku selalu berusaha menyibukkan diri agar tidak mengingatnya. Tapi rasanya sulit sekali. Bahkan, hanya duduk di kamar sambil membaca buku saja, lagi-lagi aku mengingatnya."

Liana menundukkan kepalanya. Ia diam beberapa menit membuat John yang tadinya menghadap ke arah matahari, menoleh ke arahnya.

Ia terkejut melihat Liana yang bahunya bergerak naikturun tidak teratur. "Liana, kau baik-baik saja?" tanya John cemas sambil memegang bahunya.

Liana mengangkat kepalanya tanpa membuka pejaman matanya. "Kepalaku pusing," gumamnya. John terkejut dengan wajah Liana yang memucat. Ia memeriksa kening Liana dan ternyata suhu tubuhnya semakin tinggi.

"Ayo kita kembali. Aku akan memanggil dokter untuk memeriksamu. Dan kali ini jangan menolak," ujar John khawatir sambil memapah Liana yang tidak berkomentar apapun.

5 Days, and I'm in Love With You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang