White Lily

7.6K 479 2
                                    

-John's POV-

Langit turut mengantar kepergian Peter ke peristirahatan terakhirnya. Aku tidak pernah menyangka jika harus bertemu dengannya untuk yang pertama kalinya dalam keadaan seperti ini.

Jika semua yang ada di pemakaman ini mengenakan pakaian serba hitam, berbeda halnya dengan Liana. Ia memakai gaun putih selutut dan tangan kirinya memegang payung berwarna putih juga.

Wajah sendu dan mata sembabnya membuktikan bahwa ia telah menangis semalaman. Tapi ia tak menampakkan sedikit pun air matanya disini. Sepertinya ia benar-benar menahan air matanya agar tidak keluar. Aku jadi sedikit khawatir.

Bunga lily putih yang di genggamnya erat, sangat menggambarkan dirinya. Ia begitu rapuh, meski ia terlihat tegar. Aku tahu itu.

Aku ingat ia pernah bercerita padaku kalau ia sangat menyayangi kakaknya. Dan sekarang, ia harus kehilangan orang yang sangat di sayanginya itu.

Disaat ia telah kembali pulang dengan selamat, mengapa ia harus menerima hal seperti ini. Aku tahu ini terlalu berat untuknya. Melihatnya sedih seperti ini, aku jadi ikut merasakan kesedihannya.

Ingin rasanya aku berlari ke arahnya dan memeluknya erat sambil membisikkan semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku terlalu takut melakukannya.

Setelah Nicole meletakkan mawar putih di atas makamnya Peter, kini giliranku yang melakukannya. Lalu kami berjalan ke arah Liana yang tengah menatap kosong ke arah makam Peter.

"Liana, aku turut berduka cita. Kau yang sabar ya," kata Nicole sambil memeluk Liana. Liana membalas pelukan Nicole.

"Terima kasih, Nicole," gumamnya. Lalu, Nicole melepas pelukannya dan memeluk seorang wanita yang sedang menggendong bayi mungil yang sedang tidur.

Jantungku berdegup kencang ketika aku berhadapan dengan Liana. "Aku turut berduka cita," kataku tenang, berusaha menutupi rasa gugupku. Ia menatapku dalam kemudian mengangguk pelan dan menunduk.

Setelah itu, aku pergi menuju mobilku bersama dengan Nicole. Aku benar-benar ingin memeluknya. Tapi aku harus sadar bahwa aku tidak akan bisa memilikinya.

Dari dalam mobil, kulihat ia mencium bunga Lily itu lalu meletakkannya di atas makam Peter. Ayahnya merangkulnya, kemudian menuntunnya pergi meskipun ia terlihat enggan beranjak dari sana.

Sejenak, mata kami saling bertemu. Ia menatapku seolah ia ingin mengatakan sesuatu. Namun dengan segera ia mengalihkan pandangannya dariku. Jika saja ia tahu, aku juga ingin mengatakan sesuatu padanya.

Dalam khayalanku, ia akan berdiri di sampingku saat berada di altar nanti. Namun kenyataannya, ini adalah terakhir kalinya aku bertemu dengannya. Liana, gadis yang kucintai. Dan kalimat terakhirku padanya bukanlah kalimat yang ingin kukatakan.

Biar aku saja yang tahu seberapa besar aku mencintainya. Aku tahu, terdengar gila memang karena aku baru mengenal dekat dirinya dalam waktu lima hari.

Meskipun jarang orang yang percaya jika cinta pada pandangan pertama itu ada, tapi aku tetap memercayainya. Memang, cinta itu tidak langsung besar. Tapi dari situlah benih itu muncul dan terus tumbuh besar kian harinya.

Dan jika Liana bahkan tidak menyukaiku, aku bisa apa? Aku tidak mungkin memaksakannya untuk mencintaiku juga.

Cinta tidak bisa dipaksakan.

Cinta yang dipaksakan akan menyakiti kedua belah pihak. Jika kau memaksanya untuk mencintaimu, bukankah ia akan merasa terpaksa dan menderita? Melihatnya menderita, akan menyakitimu juga kan?

***

-Author POV-

Tok tok tok

"Masuk," ujar John dengan tenangnya sambil berdiri di depan jendela ruangannya.

5 Days, and I'm in Love With You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang