Demon city

25 6 1
                                    

sub genre : action

Aku tak menyangka kerajaan ini telah berkembang ratusan tahun dari kami, mungkin karena penduduknya yang bisa hidup sangat lama atau karena ratu yang berkuasa begitu kuat hingga teknologi dan ekonimi berkembang pesat.
Gedung-gedung bertingkat menghiasi setiap sudut ibu kota, orang-orang dengan tanduk di kepalanya tak lagi menggunakan pakaian mengerikan seperti legenda yang kami dengar, kini mereka menggenakan jas hitam rapi dan membawa koper.
Pertama kali aku tiba hal yang terlintas di kepalaku adalah bagaimana bisa ada peradaban yang begitu maju ketika dunia kami musnah menjadi abu? bagaimana kerajaan ini bertahan dan seolah-olah tidak terjadi apapun? aku tau aku tidak bisa bertanya sembarangan pada iblis yang lewat, hidup harus berlanjut dan aku harus membaur untuk mengetahui apa yang terjadi.
...
Aku menatap langit yang tak pernah tersentuh matahari, menyadari bahwa kerajaan ini berada di dimensi yang berbeda dengan dunia kami, namun entah bagaimana masih terhubung, aku menaikan tudungku menutupi zirah setengah rusak yang kukenakan, kenangan akan segalanya terbenam dalam zirah ini, aku tak akan membuangnya.
Kota yang besar selalu memiliki sisi gelap, tepat di bawah bayang-bayang gedung megah terdapat lorong gelap yang dipenuhi dengan sampah masyarakat.
Ada sebuah kedai kecil di persimpangan yang tak jauh dari tempat ku pertama datang, tempat pertama sekaligus menjadi pusat informasi bagi kalangan bawah, namun setiap informasi tidak gratis, dan itulah yang kulakukan akhir - akhir ini, mencari penghasilan untuk membayar informasi yang kubutuhkan.
"1 gelas seperti biasa" bartender itu mengangguk, sesekali mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana, tapi apakah aku akan tersenyum lagi setelah semua yang terjadi?
Tak lama berselang segelas alkohol dihidangkan, aku menatap pantulan diriku melalui cairan ungu pekat itu, rambut kusut, wajah dipenuhi depresi dan putuh asa, pakaian lusuh dengan zirah yang mungkin tak layak pakai, mungkin setelah ini aku harus membenahi zirah ini, kudengar zirah buatan kerajaan iblis adalah yang terbaik.
"...Apa kau tau yang terjadi dengan kerajaan..." Lamunanku terputus dengan suara bisik bisik dari meja belakangku, dua orang iblis berseragam keamanan sedang mengobrol
"Yang kudengar dimensi mereka runtuh karena ada suatu anomaly" Jawab iblis lainnya, mereka berdua menggangguk.
"Lantas mengapa kerajaan kita tidak terdampak?" Iblis lainnya menoleh memastikan tidak ada yang mendengar mereka mengoceh.
"Karena sebuah proyek rahasia yang ratu lakukan, aku tidak tau detail nya, tapi dari yang ku dengar... itu terkait dengan senjata yang putri dunia lain miliki"
PRANG!
Gelas alkohol ku terjatuh
"HEI! GADIS ITU MENGUNTIT KITA!" Aku mengambil langkah terlebih dahulu, lari dari kejaran dua keamanan iblis itu sebelum mereka menyadari aku telah menghilang dari pandangan mereka.
"Sialan.." Gumamku, aku terduduk di belakang tempat sampah, bersembunyi dari kejaran dua opsir yang telah memanggil bantuan, apa yang mereka bicarakan? senjata ku? aku tak memiliki senjata.
Aku harus mencari informasi lebih lanjut, setidaknya kini aku memiliki tujuan di kota ini.
BRAK...
...

Aku terbangun dengan kepala yang terasa sakit, hal terakhir yang kuingat adalah tempat sampah itu dan....
gelap, seseorang berhasil menangkapku.
"Wah... tampaknya putri tidur telah terbangun, bagaimana hari mu di kota iblis ini?" Aku tersadar di ruangan yang hanya terdapat sofa dan meja besar, seseorang duduk membelakangi ku, entah mengapa suaranya tidak asing.
"Siapa kau? apa mau mu?" Ucap ku lirih, ia terkekeh
"Siapa aku?" Ia berbalik, mengungkap siapa jatu dirinya...
"Aku adalah kau!" Aku tersentak, bagaimana mungkin? apa?...
"Tentu saja kau bingung, begitulah dengan semua putri yang datang setelah lingkaran itu selesai, berulang - ulang kau tahu? hingga aku muak melihat diri ku sendiri" Ia beranjak dari tempatnya.
"Bagaimana perasaan mu tuan putri? setelah melihat seluruh orang menjadi debu dan hanya dirimu yang selamat, itu adalah takdir mu, takdir kita semua, dunia itu, kejadian itu selalu berulang, terjadi terus menerus hingga kapan aku juga tidak tau, tapi yang pasti hanya satu" Ia tersenyum, senyum yang mengerikan.
"Kota ini tidak cukup untuk kita berdua" Ia menghunus sesuatu dari balik jas hitamnya, awal nya kukira sebuah tongkat, namun sebilah sabit muncul dari ujung tongkat itu, bewarna merah menyala.
Ia melesat menyerang diriku yang terikat, aku menghentakkan kaki menghindari serangan, beruntung bilah merah menyala tepatn menyambar tali yang mengikat ku.
Begitu terlepas aku mengambil jarak, kami bersitatap, perasaan aneh menjalar ketika aku menatap diriku yang mencoba membunuhku.
"Hunus sabit terkutuk itu!, mari kita lihat siapa yang harus tetap hidup!" Ia melesat sekali lagi, mengangkat sabitnya dan mengayunkan menyasar leherku, aku menarik pedang tumpul ku untuk menghalau serangan, berusaha untuk tidak bersentuhan dengan bilah merah itu karena aku yakin pedang ku tak akan bertahan.
"

Mengapa kau menghindar ha?" Aku hanya dapat bertahan, tak kuasa jika harus melakukan serangan karena sabit itu...
sabit itu?
Tepat ketika sabit itu berayun di atas kepalaku, aku melempar pedangku tepat mengenai cengkraman diriku yang lain, ia tersentak mundur, ada sepersekian detik kesempatan ketika dia lengah, dan tanpa sadar aku maju untuk mencengkram gagang sabit itu, ia berusaha untuk mempertahankan cengkraman nya namun karena usaha nya itu ia limbung, aku menganyunkan sabit itu dan membuat dirinya terhempas kesisi ruangan.
"Kau sialan!" Ketika ia bangkit aku tanpa sengaja menghentak sabit itu, seketika bilah merahnya bersinar terang berubah menjadi putih , ia terpana melihat perubahan itu, kami terdiam.
"HAHAHAHAHAHAHA!" Tawa lepas itu memecah suasana, aku tak mengerti mengapa ia tertawa.
"Oh astaga... mengapa aku tidak menyadari nya, kau tidak dikutuk dengan sabit itu bukan?" Aku menatapnya tidak mengerti.
"Lingkaran itu... seluruh kejadian itu punya rencana... dunia bisa diselamatkan, perang ini dapat diakhiri, rekan dan keluarga akan kembali bersama dan aku tak perlu melakukan apapun..." Ia berdiri, membelakangi ku menatap keluar jendela besar di ruangannya.
"Aku tak perlu melakukan apapun..." Gumamnya, ia berbalik menatapku.
"Itu... tugas mu! HAHAHA tentu saja itu tugas mu, Aku bebas aku bebas AHAHAHAHAH" Air mata menetes memenuhi wajah bahagia dirinya, ia tersenyum lebar, menatapku penuh terimakasih.
Ia melangkah mendekati jendela yang pecah karena pertarungan kami, angin berhembus menerbangkan rambut pirangnya, ia tampak sangat bahagia.
Ia berbalik menatapku, merentangkan tangannya.
"Semoga beruntung dengan takdir mu tuan putri..." Tanpa ku duga ia menjatuhkan dirinya, wajah bahagia menyertainya menuju dasar gedung yang gelap gulita.
...

Shatter Dimensions Where stories live. Discover now