3 : The way home

1K 245 184
                                    

⚠️ TYPOS ⚠️


Karena Bianca mengalami mabuk perjalanan, Elias bergegas mengantar wanita itu pulang ke apartemen, meskipun, selama di perjalanan masih dibuat keheranan, itu pertama kalinya dia melihat Bianca mabuk perjalanan.

Jika bukan karena Jadwal padat esok hari, sejujurnya, Elias lebih senang mencecar Bianca yang akhir-akhir bersikap begitu aneh, yang seolah bukan dirinya. Tapi, karena malam semakin larut, Elias akan membiarkannya beristirahat cukup agar tidak mengacaukan apapun.

"Katakan. Katamu aku harus menghubungimu jika terjadi sesuatu. Bagaimana caranya?"

Elias sempat membeo mendengar pertanyaan itu. Dia kemudian menunjuk ponsel yang tergeletak di atas nakas samping ranjang. "Telfon aku! Astaga!"

"Telfon?" Bianca menatap benda pipih itu dengan pandangan memicing, seolah benda itu adalah benda sihir paling mematikan.

"Ya!"

"Maksudku... bagaimana caranya menelfonmu?"

Elias pikir Bianca masih dalam keadaan mabuk sehingga berperilaku seperti manusia yang tertinggal oleh peradaban, sedikit sinting dan tidak dapat dipercaya.

"Bi... lihat aku—oh aku merasa sangat frustrasi. Apakah kau punya dendam pribadi kepadaku? A-apakah ada kamera tersembunyi di sini? Apa diam-diam kau syuting variety show?"

"Katakan saja! Bagaimana caranya? Apakah benda pipih ini yang digunakan untuk menelfon?"

Elias membenturkan dahinya pada tembok. Sejujurnya, saat ini, menjalani kehidupan sebagai seorang biksu terdengar lebih menyenangkan dibanding menghadapi Bianca yang aneh.

"Apakah kepalamu terbentur saat kau mencoba bunuh diri kemarin? Apa otakmu tertinggal di suatu tempat?"

"Beraninya rakyat jelata sepertimu menghinaku!"

Elias mencelos sebelum memutuskan untuk menyerah dan mengalah. "Lihat. Buka ponselmu seperti ini! Kau tidak memakai kata sandi karena kau pelupa."

Bianca mencoba meredam emosi sebelum kemudian memperhatikan dengan seksama, menahan diri untuk tidak berdecak kagum pada layar ponsel yang menyala, mulai semakin yakin bahwa benda pipih itu menyimpan ilmu sihir yang dahsyat, yang tentu, membuat Bianca merasa perlu hati-hati.

"Oh aku tidak percaya mengajari wanita mabuk caranya membuat panggilan!" Keluh Elias setelah mengajari Bianca cara membuat panggilan telfon.

Hal itu dilakukannya bukan karena kurang kerjaan, dia merasa perlu menggugu tingkah aneh Bianca setiap kali dia mabuk.

"Kau lihat? Ini tersambung! Dasar wanita tidak waras."

"Ah, jadi seperti itu..." Bianca merebut ponsel dari Elias dan menelan speed dial nomor dua hingga ponsel Elias berdering berulang kali. "Whoa..."

Elias menatapnya jengah sebelum melengos. "Jangan membuka pintu sembarangan! Apalagi orang yang tidak kau kenal. Para paparazzi gila itu semakin hari semakin nekat."

Bianca mengangguk tanpa menoleh, jika hal itu dilakukannya di lingkungan istana, maka dia akan dicap sebagai wanita yang tidak sopan dan tidak beradab, sungguh aneh rasanya tatakramanya lenyap sekejap karena benda pipih yang kini dia mainkan.

La Défaite RoseverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang