Bab 7 – Ingin Menyerah
Pagi itu, Luna sedang membersihkan sisa bekas sarapan yang baru saja dia habiskan. Tadi dia hanya membuat dua buah roti panggang dengan telur dan sosis. Sarapan yang cukup simpel, mengenyangkan dan tak memakan banyak tenaga.
Ya, karena semakin hari, Luna merasa tubuhnya semakin lemah. Karena itulah dia berusaha untuk beraktifitas seminim mungkin. Luna tidak tahu kenapa kini tubuhnya menjadi selemah ini, dia sangat mudah sekali lelah. Mungkin ini karena kehamilannya, mungkin juga karena kini dirinya bekerja di salon Lisa, padahal sejak dulu, Luna tidak pernah bekerja. Kini, semuanya seolah-olah terbalik seratus dalapan puluh derajat.
Ketika Luna fokus dengan piring yang dia basuh, tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu menuruni hidungnya. Dua tetes darah keluar dari sana. Segera Luna membasuh tangannya kemudian mengusap hidungnya.
Benar saja, hidungnya mengeluarkan darah. Apa yang terjadi? Sejauh yang Luna ingat, ini sudah kali ketiga dia mengalami mimisan dalam kurun waktu seminggu ini. Luna belum memeriksakan keadaannya, namun dia akan segera melakukannya saat libur bekerja nanti.
Segera, Luna membersihkan hidungnya. Tak lupa, dia juga merapikan kembali penampilannya. Sebelum dia bersiap untuk berangkat kerja.
Ketika Luna membuka pintu apartmennya, dia terkejut mendapati seorang perempuan paruh baya sudah berdiri di depan pintunya. Itu adalah ibunya. Apa yang dilakukan ibunya di sini? Sejak kapan dia berada di sini? Kenapa sang ibu tak mengetuk pintu apartmennya?
"Mama?" dengan spontan Luna memanggil sang ibu dengan tatapan penuh tanya. "Mama sejak kapan di sini?" tanya Luna.
Sebenarnya, Luna sangat terkejut mendapati ibunya berada di sana. sejak kedua orang tuanya tahu tentang kondisinya ketika di rumah sakit saat itu, sejak saat itu pula keduanya tak lagi menemui atau bahkan menghubungi Luna. Luna sendiri tahu bahwa kedua orang tuanya amat sangat kecewa dengannya, karena itulah, Luna juga belum menghubungi kedua orang tuanya lagi sejak saat itu.
Kini, melihat ibunya berada di depan pintu apartmennya membuat Luna terkejut dan juga merasa senang secara bersamaan. Apa ini tandanya sang ibu sudah menerimanya kembali? Menerima bayinya juga?
"Mama masuk, Mah... ngapain Mama berdiri di situ," akhirnya, Luna mempersilahkan sang ibu masuk. Luna tahu bahwa mungkin saja dia akan telat masuk kerja, tapi biarlah, kedatangan sang ibu tentu lebih berharga.
Sang ibu masuk, mengamati sekelilingnya, kemudian dia menuju ke sebuah sofa di ruang tamu dan duduk di sana. Luna pun akhirnya mengikuti ibunya dan duduk di sofa di hadapan sang ibu. Suasana menjadi canggung, padahal, dia tidak pernah secanggung ini dengan sang ibu. Mungkin karena kerenggangan yang terjadi diantara keduanya, atau, mungkin juga karena hidup Luna yang kini serasa berbalik seratus delapan puluh derajat.
"Gimana keadaan kamu?" tanya ibunya kemudian hingga membuat Luna mengangkat wajahnya menatap sang ibu seketika.
"Aku baik, Mah..." jawab Luna.
"Pria itu, dimana dia?" tanya ibunya lagi.
Luna mengerutkan keningnya. Dia kemudian mengerti apa maksud ibunya. Mungkin yang dimaksud adalah William, karena terakhir kali mereka bertemu, William juga berada di sana.
Tentang William, ini sudah dua minggu lebih sejak pria itu menemuinya terakhir kali di apartmennya ini dan menuduh Luna sedang menggodanya. Luna tidak mengerti apa maksud William saat itu. Sejak saat itu, William tak lagi menampakan batang hidungnya.
Biarlah. Luna malah senang, bahkan, Luna berharap bahwa William sudah kembali ke negaranya dan tak akan mengganggunya lagi.
"Maksud Mama William? Aku nggak tahu, kami kan nggak ada hubungan apapun, Mah..." jawab Luna. Ya, jelas Luna tidak ingin William disangkut pautkan dengannya. Ingat, perkenalannya dengan William itu hanya karena sebuah kesalahan, bahkan sebenarnya Luna tidak ingin mengenal sosok William

KAMU SEDANG MEMBACA
LALUNA (Pregnant with Stranger)
Roman d'amourKarena patah hati, Laluna memutuskan untuk kabur ke Inggris agar bisa melupakan mantan kekasihnya yang telah menikah, Azka Pramudya. Kekecewaannya pada Azka begitu dalam hingga membuat Luna tidak ingin mengenal pria lagi. Luna akhirnya memutuskan u...