Chapter 3: Blood

62 9 0
                                    









Setelah Dino menceritakan tentang hal tadi pada yang lain, beberapa di antara mereka ada yang menangis (sudah pasti Seungkwan, Hoshi dan Sehee termasuk, tapi ternyata Vernon juga ikut-ikutan) dan yang lain juga jadi makin bingung.

"mungkin itu pipa bocor atau rusak, air di dalam keran tertahan sehingga bercampur dengan logam karat keran untuk beberapa tahun... makanya jadi berwarna seperti itu saat air keluar. Kau tahu kan setua apa villa ini?" kata Woozi dengan penjelasannya yang ilmiah.

Dino protes. "kalau karat logam, warnanya kekuningan, hyung! keunde— igae... meraaaah!"

"YA! aku juga belajar reaksi fisika dan kimia, tahu!" kata Woozi lagi. Tidak terima.

Dino tidak mau menjawabnya lagi.

Jaein mengangguk. "Dino benar, itu darah. Tadi aku lihat dan warnanya berbeda dengan karat besi. Kalau itu air yang bercampur dengan karat, warnanya kuning dan mungkin dalam waktu lama akan mengerak. Keunde... ini cair dan baunya juga anyir seperti darah."

Dan, semua yang penakut di kelompok itu mulai menelan ludah. Ketakutan.

DK mengernyit. "Jaein-ah, kau tidak takut?"

"eeerrr... sedikit..."

"…aku mau pulang…" Seungkwan menangis.

Woozi berdecak. "penakut. Keure, igae sudah malam. Kajja, semuanya segera tidur. Oke. Aku mau gosok gigi dulu."

Semuanya mengangguk setuju. Mereka kembali ke kamar masing-masing, tidak lupa menutup pintu dan menutup gorden.

Joshua sekamar dengan Seungkwan, Mingyu dan Jeonghan. Dia minta agar sekamar dengan Jeonghan (awalnya dia ingin minta sekamar dengan Sehee, tapi tentu saja itu di tolak, karena Sehee yeojja dan dia sekamar dengan Jaein) —agar dia merasa tenang. Jeonghan setuju dan mereka akhirnya memandangi langit-langit kamar berdua— meninggalkan Seungkwan dan Mingyu yang sudah tidur seperti beruang hibernasi.

"…disini sepi…" ujar Jeonghan.

Joshua mengangguk. "ya. Hyung, apa kau setuju aku dan Sehee hanya terbentur, makanya kami bahkan kau juga berpikiran seperti itu? soal tanggal yang tiba-tiba jadi 19 April itu?" tanyanya sambil meraba-raba perban di kepalanya.

Jeonghan menghela nafas dengan ekspresi bingungnya. "…mollasseo…"

Joshua lalu menarik selimut dan tidur di sebelah Mingyu. "…selamat malam. Kajja, kita tidur. Masalah ini kita selesaikan besok saja."

Dan beberapa menit kemudian, Jeonghan menyusul tidur di sertai dengkuran yang keras.

Mereka berusaha tidur dengan tenang dan menginginkan mimpi yang indah.


__________________________________________











Jeonghan berada di suatu ruangan yang bertembok hitam dan berkusen emas. Gorden merah menghiasi jendela dan lilin redup menerangi ruangan gelap nan dingin itu. Mata Jeonghan menangkap sebuah kursi. Kursi berlapis beludru terletak di sudut ruangan. Terlihat sangat empuk. Jin ingin duduk disana.

Tapi, baru saja dia duduk, sebuah rantai terpasang di tangan dan kakinya.

CRAKK!

CRAKKK!

"M-MWOYA IGAE?! LEPASKAN! L-LEPAS—"

GREPP!

Sebuah tangan berbalutkan sarung tangan putih membekapnya kuat-kuat dari belakang. Jeonghan tidak bisa menengok ke belakang, hanya bisa meronta-ronta ingin segera di lepaskan dan berdiri dari kursi beludru itu.

FRIENDS FOREVER (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang