6. Keributan

3.2K 315 37
                                    

"Jadi, apa penjelasan Daddy?"

Mereka kini berkumpul di ruang tamu. Awalnya Daddy menyarankan untuk berbicara di ruang keluarga tetapi Elissa tidak setuju. Ia pikir Luna dan ibunya hanya orang asing disini, tak pantas bagi mereka untuk menginjakkan kaki di ruangan yang seharusnya khusus untuk keluarga Foerster.

"Elissa, perkenalkan dia Ninda calon istri Daddy dan disebelahnya Luna sebentar lagi akan jadi adik mu juga." Kendrich tidak mau berbelit-belit, dia pikir putrinya adalah type orang yang to the point.

Sejujurnya Elissa sudah mengetahui hal ini. Ingat waktu Opanya bilang ada sesuatu yang ia perlu tahu sebelum berangkat kesini? Yap, Opa membocorkan jika Daddy nya akan menikah dalam waktu dekat. Elissa juga tak keberatan bila Kendrich akan menikah lagi, lagi pun ia hanya orang asing yang menempati tubuh putri Kendrich. Mungkin sekarang tergantung bagaimana Luna dan ibunya itu. Jika mereka berperilaku baik tak ada salahnya menerima mereka.

"Hallo Lissa, mama senang sekali bisa bertemu dengan kamu. Semoga kamu dapat menerima mama, ya." Ninda memegang tangan Elissa, mencoba mengakrabkan diri dengan putri sulung calon suaminya.

"Iya Kakak, Luna juga senang bertemu dengan Kakak. Luna harap Kakak bisa menerima kami." Luna menjeda ucapannya, mendadak binar ceria di wajahnya menghilang. "Tidak seperti Zeleen," lanjutnya lirih lalu menunduk sedih.

"Maksud nya Lo ngomong gitu apa, ha?" sentak Aizeleen. Ucapan Luna menggiring opini negative, Aizeleen bisa saja abai tapi jujur dia berharap kakaknya yang baru datang ini mendukungnya tidak seperti dua kakak triplek disebelahnya. Aizeleen tidak mau kakaknya memusuhi dia karena perkataan Luna.

Luna meremat kedua tangannya gugup, matanya berkaca-kaca menatap Aizeleen takut. "T-tapi itu kenyataannya, Zeleen tidak suka Luna dan Mama."

"Emang gue gak suka sama lo, gue gak suka ngeliat wajah-wajah munafik kayak kalian!"

Plak

Elissa tertegun. Baru pertama kali baginya melihat adegan kekerasan di depan mata. Dengan jelas Elissa dapat melihat cetakan merah yang kini hinggap di pipi Aizeleen. Namun luar biasanya Aizeleen tak gentar, seolah-olah sudah biasa. Tak ada air mata, hanya seulas senyum pedih sempat Elissa lihat walau setelahnya kembali tergantikan dengan seringai sinis.

"Saya rasa keturunan saya tidak ada yang memiliki mulut kurang ajar seperti mu Aizeleen! Anak tak punya sopan santun seperti mu tidak pantas menyandang gelar Foerster!" Kendrich berujar dingin, mata setajam elangnya menghunus Aizeleen.

"Anda pikir saya juga mau jadi salah satu keturunan anda? Saya tak munafik gelar Foerster mendatangkan banyak keuntungan bagi saya. Tapi, dibalik itu kesengsaraan lebih mendominasi di hidup saya. Jika bisa, saya lebih berharap Foerster tercabut dari hidup saya. Setidaknya saya bisa terbebas dari ayah biadab seperti anda!" Dada Aizeleen naik turun, luapan emosi berkobar jelas dalam pancaran matanya.

"AIZELEEN!!"

"APA? AYO PUKUL AKU LAGI! Perlihatkan pada putri sulung anda wajah seorang Kendrich Foerster yang sebenarnya." Aizeleen tersenyum sinis, sekilas melirik Elissa lalu berlalu pergi. Tak dipedulikan lagi bagaimana pendapat kakak sulungnya itu tentang dirinya. Beginilah Azeleen, ia selalu mudah terpancing emosi apalagi jika menyangkut kedua peliharaan ayahnya.

Suara pintu bedebum keras, berasal dari lantai dimana kamar Aizeleen berada menunjukkan betapa marahnya gadis itu.

Larut dalam emosi membuat Kendrich lupa aka kehadiran putri sulungnya. Sikap Aizeleen yang semena-mena dan cenderung kurang ajar selalu memancing emosinya. Kini Kendrich takut jika Elissa membencinya.

"Lissa ...." Benar saja, tatapan putri sulungnya itu memancarkan kekecewaan yang begitu kentara.

"Wow, jujur aku bingung harus merespon bagaimana. Disini aku memposisikan diri sebagai orang baru meskipun kenyataannya kita terikat hubungan darah. Aku mencoba untuk paham jika Daddy memang sudah lelah menghadapi Aizeleen." Kendrich lega mendengar nya, Elissa pantas mendapat gelar putri kesayangannya. Lihat saja, dengan pengertiannya ia dapat memahami Kendrich.

"Tapi, Daddy, aku benci dengan orang yang kasar. Aku sangat tidak memaklumi kekerasan, apalagi kekerasan yang dilakukan oleh keluarga sendiri. Mau bagaimanapun seorang ayah marah terhadap putrinya, sangat tidak dibenarkan jika sampai menggunakan kekerasan, baik itu berupa fisik atau mental." Elissa beralih menatap Elrick dan Asher. Kedua adiknya itu juga mengecewakan ternyata.

"Aku penasaran kesalahan sebesar apa yang dilakukan Aizeleen sampai-sampai kakak-kakak nya pun tidak ada yang membantunya. Ah, jangankan membantu membela dengan perkataan saja tidak. Biar kutebak kejadian seperti ini sudah sering terjadi? So, selama ini kalian tidak hanya menonton kan melihat adik kalian seperti itu?"

Hening. Elrick dan Asher tidak berani beradu pandang dengan mata tajam mirip ayahnya itu. Selama ini mereka memang hanya diam, cenderung hanya mengamati atau jika membela pun pasti akan berpihak kepada Luna.

"K-kak Lissa, jangan marah. Semua ini salah Luna dan Mama, hiks, harusnya kita memang tidak disini, hiks." Luna terlihat menyedihkan, fitur wajahnya yang terkesan polos membuat orang-orang mudah terbuai.

"Iya Lissa, kalau memang kami tidak diterima disini, saya rela jika harus membatalkan pernikahan dengan Mas Kendrich." Ninda ikut menambahkan seakan menyiram minyak tanah ke api, membuat suasana semakin runyam.

"Anda yakin?" Sedikitnya Elissa paham sekarang. Pasangan ibu dan anak ini seakan bertingkah menyedihkan untuk mengais rasa kasih orang lain.

"Lissa-"

"Kenapa? Bukankah Tante Ninda sendiri yang mengusulkan? Aku hanya bertanya meyakinkan." Pada hari pertama bertemu, Elissa sudah dua kali menyela perkataan ayahnya.

"Kamu ternyata juga tidak menerima Mama, ya," ujar Ninda. "Lissa juga menentang kita, Mas." Suara Ninda setengah memelas. Kendrich menatap calon istri dan anaknya prihatin.

"Aku bukan tidak menerima Tante, tapi tadi Tante sendiri yang bilang ingin membatalkan pernikahan, 'kan? Lalu mengapa Tante seolah membuat persepsi jika aku menentang pernikahan Daddy?" Elissa beralih pada Kendrich "Aku tidak akan menentang sesuatu yang memang baik untuk Daddy. Aku tahu Daddy tidak sebodoh itu, harusnya Daddy paham maksudku."

Elissa memilih berlalu, dia berencana menyusul Aizeleen untuk melihat keadaan gadis itu. Terserah apakah perkataannya akan mempan pada Kendrich dan adik-adiknya. Lagi pula ini baru permulaan, Elissa harus menyimpan powernya untuk pertarungan selanjutnya.

Elrick yang biasanya ikut membela Luna pun kini tidak mampu berkata-kata, pemuda kembaran Elissa itu ikut menyusul sang kakak kembar.

"Kurasa kali ini Daddy keterlaluan?" Entah pertanyaan atau pernyataan tercetus dari bibir Asher sebelum mengikuti jejak kakak-kakaknya.

Kendrich menghempaskan diri ke sofa, memijat pelipisnya tat kala area itu terasa berdenyut.

"Mas, maaf aku-"

"Biar malam ini kalian pulang dulu, akan saya suruh supir untuk mengantar." Kendrich tidak menyangka akan jadi sekacau ini.










🙏🏻🙏🏻🙏🏻

Ada yg belum tidurkah? Btw aku mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada readers yg masih stay, masih mau baca huhu terharuuu(づ。◕‿‿◕。)づ
Mohon koreksinya yaaa, aku butuh masukan kalian untuk bisa nulis lebih baik lagi🙏🏻

Oh My Little Antagonist Sister!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang