9. Sorry

3.4K 284 35
                                    

Singkatnya sekarang Elissa sudah duduk  sigap di salah satu kursi dalam sebuah kelas setelah sebelumnya memperkenalkan diri sebagai seorang murid baru. Tidak ada yang spesial untuknya, ia juga tak harus sok akrab dengan teman sebangku karena sistem tempat duduk di sini hampir sama dengan kuliahan, perorangan. entah nasib baik atau buruk Elissa ditempatkan di kelas yang sama dengan sang kembaran.

"Ke kantin?"

Elrick Carlo Foerster, pemuda yang publik ketahui sebagai sulung Foerster cenderung memiliki sifat pendiam dan sulit didekati. Maka dari itu, murid di kelas seketika shock melihat adegan paling langka, dimana Elrick mengulurkan tangan untuk mengajak seorang gadis yang notabene-nya murid baru.

"Wait a minute." Selesai memasukan buku terakhirnya, Elissa baru menerima uluran tangan Elrick.

"Kalian seperti baru melihat hantu." Damian terkekeh ke arah teman sekelasnya kemudian menyusul dua El, Elrick dan Elissa.

"Sialan, itu tadi beneran Elrick?!"

"Luna aja yang katanya adik tiri kesayangan ga diperlakukan se sweets itu."

"Wajar ga sih, orang cewek itu cantik banget gila!"

"Sumpah padahal baru mau gue deketin, huhu."

"Langsung heart attack gue di pertemuan pertama."

Abaikan keributan di dalam kelas, oknum penyebabnya malah berjalan santai dengan tangan saling genggam.

"Gue masih bisa denger kericuhan anak-anak kelas." Damian kembali tertawa. "By the way, Lo kenapa nggak kenalin diri sebagai Foerster? Orang bisa aja salah paham sama hubungan kalian."

Elissa mengedikkan bahu. "Just seems like it would be fun without that surname?"

Damian mengangguk takzim. "Eh, Lo paham indo kan?"

"Gue paham, calm down."

Langkah Elissa terhenti. Posisi mereka kini baru memasuki area kantin. Keadaan ramai, bukan hanya karena banyaknya murid tapi semakin ramai dengan suatu drama yang sudah biasa bagi mereka.

"Sepertinya Zeleen membuat ulah lagi, Rick," ujar Damian, sekilas melirik Elissa.

Dapat Elissa rasa jika genggaman Elrick mengerat membuat Elissa mengelusnya lembut dengan ibu jari yang tidak tergenggam.

"Don't you want to fix it?"

Tatapan sepasang kembar itu terjalin, penuh makna dimana hanya mereka yang tahu maksudnya.

***

"Gue cuma mau ngasih dia pelajaran, Kak Ron. Jelas-jelas cewek itu bego nggak gunain matanya dengan bener."

"Cukup, Aizeleen! Gue gak mau denger omong kosong Lo. Semua murid disini udah tau kalo Lo emang suka gangguin Luna. Jadi, stop untuk ngebela diri dan nyalahin cewek gue!"

"Iya Zel, lagian Luna juga nggak sengaja 'kan? Udah minta maaf juga."

Seperti api disiram bensin, ucapan Aidan memancing murid lain ikut menyudutkan Aizeleen.

Aizeleen berdecih jijik. "Lo ..." jemarinya menunjuk Luna. "Lo adalah cewek ternajis yang pernah gue temuin. Lo brengsek, nggak tahu malu, perebut kebahagian orang. Lo tahu? Lo lebih baik pergi ke neraka! Bahkan nyebut nama Lo aja gue gak sudi, terlalu najis buat gue ucap."

"AIZELEEN!"

Aaron meraung marah. Tangannya bergerak otomatis. Tapi sebelum tangan kekar itu menyentuh pipi Aizeleen, tangan lain berhasil mencegahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oh My Little Antagonist Sister!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang