Dijodohkan?

220 45 3
                                    

Almira menatap malas kearah Resti yang tertawa puas, memilih membuka laptopnya dan memulai pekerjaannya. Almira baru saja menceritakan tentang keinginan mamanya untuk mengenalkan dirinya dengan rekan bisnis papanya, tidak bisa menolak akhirnya menyetujui permintaan mamanya itu.

Alasan yang diberikan adalah mewakili papanya untuk membicarakan pekerjaan, mereka bertemu dan akhirnya tahu seperti apa rekan bisnis papanya. Pria itu menarik, bahkan sangat menarik dan pantas saja mamanya semangat meminta Almira bertemu tapi yang tidak diketahui mamanya adalah pria ini type yang harus meminta persetujuan mamanya. Perusahaan yang bekerja sama dengan papanya memang milik pria yang Almira temui tapi sebelum menyetujuinya langsung hubungi mamanya untuk memastikan kembali.

“Cakep nggak orangnya?” suara Resti membuyarkan lamunan Almira.

“Cakep tapi kalau apa-apa kata mama nanti yang ada rumah tangga nggak mandiri.” Almira menjawab asal.

“Kaya udah pengalaman rumah tangga,” goda Resti “Kalau gitu kamu cari pria yang sudah nggak punya orang tua pasti nggak akan ada campur tangannya, satu lagi pria itu juga nggak punya saudara jadi duitnya buat kamu semua.”

Almira mengerutkan keningnya mendengar ide Resti “Kamu mau nyumpahin orang? Aku nggak tertarik buat nikah.”

“Kita udah dua puluh delapan loh, anakku aja udah satu masa kamu begini aja.”

“Jodoh itu datang dengan tiba-tiba tanpa dipaksa.”

Resti menganggukkan kepalanya “Benar, kalau gitu kenapa kamu nggak coba sama Albert?”

Almira menggelengkan kepalanya langsung “Kami nggak akan cocok.”

Resti memutar bola matanya mendengar jawaban Almira “Apa kurangnya Albert? Kamu nggak mau punya anak yang bisa diajak hangout atau seru-seruan bareng? Masa anak masih kecil kamunya sudah tua.”

“Aku mau lihat proses produksi.”

Almira menghentikan pembicaraan mereka berdua yang semakin tidak penting, usianya memang sangat cukup untuk menikah tapi tidak ada satupun yang bisa membuat hatinya langsung mempercayai pria. Resti memang benar jika dirinya terlalu banyak membaca berita gosip tentang perceraian, setiap bersama pria yang ada didalam pikirannya adalah pria dihadapannya pasti akan selingkuh pada waktunya.

Jangan salahkan agamanya, apalagi menyalahkan setan. Perselingkuhan itu kesalahan banyak pihak, termasuk istrinya. Hal ini yang membuat Almira semakin berkaca pada dirinya, seperti apakah akan memuaskan pasangannya ketika di ranjang. Tubuhnya yang tidak terlalu bagus seperti wanya lainnya membuat Almira tidak percaya diri, hembusan napas kasar dikeluarkannya ketika sudah mendekati area kitchen.

Melihat prosesnya dengan sesekali ikut terlibat didalamnya, tidak tahu berapa lama waktu yang Almira habiskan di kitchen jika Resti tidak memanggilnya. Kerutan diberikan Almira ketika sudah dekat dengan Resti, tarikan pelan yang dilakukan membuat Almira mau tidak mau mengikuti langkah Resti.

“Ada apaan?” tanya Almira setelah melepaskan tangannya dari Resti.

“Papa kamu sama cowok ada ada di ruanganmu.”

Almira mengerutkan keningnya “Mau apa?”

“Udah sana, mereka sudah nungguin.”

Tidak mau membantah Almira mengikuti kata-kata Resti, membuka pintunya yang langsung disambut papanya dan pria yang tadi ditemuinya. Hembusan napas kasar dikeluarkan Almira, membersihkan dirinya sebelum bergabung bersama dengan mereka berdua.

“Papa ada perlu apa?” tanya Almira sopan.

“Papa cuman antar Kevin, dia bilang mau lihat toko kue kamu.” Bagas menjawab pertanyaan putrinya dengan lembut.

“Mau sesuatu? Barangkali mau coba dan siapa tahu cocok.” Almira menatap sopan pada Kevin dihadapan papanya.

“Boleh, barangkali ada rekomendasi. Siapa tahu nanti mami suka dan pesan disini.” Kevin mengatakan dengan tidak kalah sopan.

Almira hampir memutar bola matanya malas mendengar jawaban Kevin “Mau lihat secara langsung atau aku bawa katalognya saja?”

“Mami bilang akan lebih enak lihat secara langsung,” jawab Kevin dengan penuh keyakinan.

“Kalian berdua saja, papa mau disini.”

Almira mengajak Kevin keluar dari ruangan, tampak di ruangan lain Resti memberikan tatapan menggoda. Kevin sering kali bertanya tentang roti yang dilihatnya, berakhir dengan mengambil beberapa roti yang membuat Almira bahagia. Melihat itu semangat Almira bangkit dengan lebih sabar menjawab pertanyaan Kevin, menatap nominal yang di kasir dengan ekspresi bahagia.

“Kamu tahu kalau orang tua kita berusaha untuk menjodohkan kita berdua?” tanya Kevin dengan suara pelan tapi mampu membuat Almira berhenti melangkah.

“Lalu kamu sendiri?” tanya Almira tanpa menjawab pertanyaan Kevin.

“Aku akan setuju selama mami bahagia.”

Almira mengerutkan keningnya mendengar jawaban Kevin “Mami kamu...sakit?”

Kevin menatap bingung “Mami sehat.”

“Oh...syukurlah kalau begitu.” Almira menghembuskan napas lega dihadapan Kevin, takut berpikir negatif.

Almira tidak ingin merusak kerjasama papanya dengan Kevin, tampaknya Almira sendiri yang akan berbicara dengan kedua orang tuanya tentang keputusan gila mereka. Belanjaan roti yang Kevin beli tampak banyak, senyum lebar menghiasi wajah Almira. Melangkahkan kakinya menuju ruangannya dimana papanya berada, pintu terbuka menampilkan papanya yang sedang berbicara melalui ponsel dan langsung ditutup.

“Sudah?”

“Sudah, Om. Kalau begitu saya pulang terlebih dahulu karena mami sudah menunggu.” Kevin beranjak dan bersalaman dengan papanya “Terima kasih banyak.”

Almira mengantarkan sampai depan pintu tokonya, memastikan Kevin pergi yang secara otomatis Almira naik keatas menuju ruangannya untuk berbicara langsung dengan papanya.

“Papa sama mama ada maksud apa sama Kevin?” tembak Almira langsung.

“Memang kita mau ngapain?”

Almira memutar bola matanya malas “Papa jangan anggap aku bodoh.”

“Papa rasa Kevin pria baik-baik dan pastinya bisa membahagiakan kamu.”

“Tahu darimana? Diluar memang tampak baik, tapi dari dalam? Lagian kita nggak tahu bagaimana Kevin sebenarnya, Pa. Papa tahu kalau dia anak mami?”

“Kamu juga anak mama,” goda papanya yang membuat Almira menatap kesal.

“Bukan itu! Kevin itu apa-apa kata maminya, termasuk sama perjodohan yang kalian buat.” Almira menatap kesal papanya “Mau jadi apa rumah tangga kalau di setir sama maminya? Almira nggak bisa yang begituan, Pa.”

“Belum tentu juga menikah akan begitu, banyak yang berubah.”

“Perbandingannya kecil, Pa. Aku nggak mau sama pria kaya gitu nanti belum apa-apa udah cerai atau selingkuh. Belum menikah aja dia masih tanya pendapat maminya, sedangkan menikah kan dia jadi kepala rumah tangga nanti mau jadi apa rumah tanggaku kalau sama dia. Papa kan pernah bilang kalau nanti kan indah pada waktunya, jadi aku nikmatin aja prosesnya.”

Bagas menghembuskan napas panjang mendengar kata-kata Almira “Kalau sudah ketemu sama orangnya papa harus tahu, satu lagi nggak semua pernikahan berakhir dengan perceraian atau perselingkuhan.” Almira menganggukkan kepalanya “Berhenti kamu membaca berita gosip yang nggak penting.”

“Hiburan, Pa.” Bagas menyentil kening Almira yang membuatnya meringis.

“Ilmu darimana? Kamu malah takut menikah begitu, makanya mama sama papa mutusin buat jodohin kamu.”

Suara ketukan pintu membuat pembicaraan mereka terhenti, Almira membuka pintu mendapati salah satu karyawan yang biasa dibawah dan sekarang tampak pucat.

“Mbak, ada yang mau pesan sepuluh ribu biji buat besok.”

Unbelievable MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang