Arifa Zakiyya S

30 1 0
                                    


Sanubari Asmaralana

Narator : Hujan deras turun membungkus halaman rumah. Langit mendung disertai petir menggelegar. Udara terasa lembap dan dingin. Seorang gadis menatap sendu pada arah jendela, seolah petir itu dapat menutup isak tangisnya. Tubuhnya penuh luka, jiwanya penuh trauma dan ketakutan. Mentalnya terbunuh, namun raga selalu dipaksa untuk tetap hidup. Deru mesin mobil terdengar. Sontak ia merasa cemas ketika menyadari bahwa itu adalah Ayahnya, Bagaskara Anala.

Bagaskara : (membuka pintu dan menghampiri Lana)

Lana : "Selamat malam ayah.."

Bagaskara : (menampar Lana) "Anak durhaka!"

Lana : (menatap mata Ayahnya dan meringis kesakitan) "Ayah, tolong jangan pukul Lana lagi.."

Bagaskara : "Siapa peduli? Bahkan kamu pun membunuh bundamu sendiri."

Lana : "Lana gak ngelakuin itu, yah"

Bagaskara : (mendorong Lana dan mengeluarkan sabuk) "Tidak usah alasan! Saya tahu semuanya."

Lana : (terhempas hingga menubruk meja ruang tamu) "Ayah.."

Bagaskara : (memukul Lana menggunakan sabuk) "Kamu tahu kesalahan terbesar yang pernah saya perbuat dalam hidup saya? Kesalahan terbesar saya adalah mempunyai anak sepertimu, Lana!"

Lana : (merintih kesakitan, menangis dan mencengkram lengannya sendiri) "Sakit, yah.."

Bagaskara : (terus memukul Lana) "Nangis kamu?! Nangis terus kerjaannya, lemah! Bisa – bisanya saya punya anak yang lemah seperti kamu!"

Lana : "Sakit banget ayah, tolong berhenti.." (menangis sejadi – jadinya)

Aruna : (membuka pintu, terkejut dan teriak) "Ayah!"

Lana : (merintih kesakitan) "Mba.. tolongin Lana.."

Bagaskara : "Seharusnya kamu sadar dari dulu! Kamu yang membunuh bundamu! Bunda ninggalin kita semua itu karena ulah mu!"(membentak Lana dan terus memukulnya)

Aruna : "Berhenti ayah! Itu bukan salah Lana. Semua udah jadi kehendak Tuhan, berhenti pukulin Lana!"

Bagaskara : "Ah sudah, terserah kalian saja!" (keluar rumah dan langsung pergi)

Aruna : (menghampiri lana dan menatap nanar adiknya) "Adek.. kenapa kamu gak kasih tau mba kalau ayah datang?" (mengelus rambut adiknya secara perlahan)

Lana : (meneteskan air mata) "Lana juga gak tau ayah bakal pulang, Lana panik banget waktu ayah datang"

Aruna : (memeluk dan mengusap perlahan punggung adiknya) "Lain kali langsung kabarin mba ya.. sakit banget hati mba liat kamu diperlakukan begitu sama ayah"

Lana : "Badan Lana sakit, mba.."

Aruna : "Bagian mana aja yang dipukul sama ayah?"

Lana : "Semuanya udah pernah ayah pukul, mba.."

Aruna : "Coba buka bajumu, mba mau liat punggung dan perutmu"

Lana : "Nanti aja mba, biar Lana obatin sendiri"

Aruna : "Buka dek.. mba bantu obatin. Gak usah malu, aku ini mba mu"

Lana: (membuka bajunya sedikit) "Udah Lana buka, mba jangan sedih"

Aruna : (terkejut dan merasa sedih) "Adek.. ayah setega itu ya? Sebanyak ini lukanya?" (mengobati luka ditubuh adiknya)

Lana : "Makasih ya mba"

Aruna : "Ini udah jadi tanggung jawab mba, sekarang kamu istirahat ya.."

Lana : "Iya mba" (ke kamar dan beristirahat)

Karya Pena VIII ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang