-Part 7-

1.3K 180 35
                                    

Waktu makan siang sudah berlalu, dan mereka sudah selesai menikmati makan siang mereka didalam ruang inap itu. Tadi, Jisoora bersama Jenniefer sudah berganjak ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan untuk mereka semua.

Dan sekarang, mereka masih setia menunggu sosok Rosie membuka matanya.

"Rosie," Jenniefer yang berada disamping Rosie itu akhirnya bersuara ketika dirinya melihat sang adik sudah membuka matanya.

"Rosie," Herlina dan yang lain ikut menghampiri Rosie.

"Mama," panggil Rosie tanpa suara.

"Iya sayang? Apa kamu mau makan? Tadi kakak kamu sudah membeli makanan dikantin rumah sakit karena mereka tahu kamu tidak suka sama makanan yang rumah sakit sediakan,"

Namun Rosie menggeleng.

"Terus apa yang kamu inginkan?" tanya Jisoora.

Rosie menatap Jisoora dengan tatapan kosongnya "Aku ingin mati," tanpa beban, kata-kata itu meluncur laju dari bibirnya.

Kata-kata itu mampu membuat nafas mereka semua tercekat.

Lalice, sosok kembaran Rosie itu perlahan-lahan menghampiri Rosie, lalu dia menggenggam tangan gadis itu dengan lembut "Rosie,"

Rosie menatap Lalice, namun dia tidak mengeluarkan suara. Dapat Lalice lihat tatapan sendu milik Rosie dan itu mampu membuat batin Lalice tersiksa.

"Kalau Rosie punya masalah, ceritakan saja semuanya kepada Lalice. Jangan melakukan hal yang seperti ini lagi ya. Apa Rosie ingin meninggalkan Lalice? Rosie tega meninggalkan Lalice?" lirih Lalice; menangkup kedua pipi Rosie.

"Kita berbeda Lice," akhirnya Rosie kembali bersuara "Kamu pintar, tidak bodoh seperti aku. Ramai yang sayang sama kamu, berbeda sama aku. Aku tidak punya siapa-siapa. Aku bodoh. Papa bahkan benci aku. Aku-,"

"Rosie," potong Jisoora "Ramai yang sayang sama kamu. Kakak, Jenniefer, Lalice dan Mama sayang banget sama kamu. Kakak janji akan mempertahankan diri kamu. Jangan merasa sendiri lagi ya,"

Rosie tersenyum miris "Kakak bahkan tidak bisa mempertahankan diri Kakak daripada Papa," ujarnya membuat sang kakak bungkam.

Ceklekk

Pintu ruang inap dibuka dan masuklah sosok Askara bersama seorang cowok dibelakangnya.

"Papa," lirih Rosie dengan pelan. Dia bahkan sudah menunduk karena tidak berani menatap wajah sangar sang Papa.

"Rosie," panggil Askara.

Rosie menelan ludahnya dengan kasar sebelum beralih menatap sang Papa "I-Iya Pa?"

"Apa kamu pikir tindakan kamu itu bisa membuat kamu pintar? Apa yang kamu lakukan tetap saja tidak bisa membuat kamu pintar! Kamu itu bodoh!" teriaknya diakhir kata.

"Papa!" sentak Jenniefer "Jangan pernah  mengatai adik aku!" marahnya.

"Diam Jenniefer!" Askara beralih memarahi Jenniefer "Jangan pernah membela adik bodoh kamu itu! Kamu fokus saja sama kuliah kamu agar kamu tidak ketularan bodoh seperti dia!"

"Cukup!" teriak Rosie "Papa bisa marah sama aku, tapi tolong jangan pernah memarahi saudara aku!" lanjutnya. Dia tidak sanggup melihat saudaranya dimarahi gara-gara dirinya. Biar dirinya saja yang menerima amarah sang Papa, jangan ketiga saudara.

"Kamu sudah berani melawan Papa hah!?!" bentak Askara.

"Cukup Askara!" halang Herlina. Wanita ini sudah muak dengan sikap keterlaluan suaminya itu.

Askara menghela nafasnya dengan kasar, lalu dia beralih menatap cowok yang setia berdiri dibelakangnya  "Ini Chandra. Mulai dari sekarang, dia akan menjadi bodyguard Rosie!"

Senja(SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang