-Part 24-

1K 156 34
                                    

Baru saja berganjak memasuki mansion, ke4 gadis itu dibikin kaget dengan keberadaan sang Papa yang sudah berdiri diatas tangga seakan menunggu kepulangan mereka.

"Dari mana saja kalian!?" suara dingin Askara membuat ke4 gadis itu menelan ludah mereka dengan kasar.

"Tidak ada jawaban?" Askara berganjak turun menghampiri mereka.

"Seperti biasa, aku baru saja pulang dari perusahan. Kebetulan juga latihan Lalice sudah selesai, jadi aku sekalian saja menjemput Lalice untuk pulang bersama. Terus Jenniefer sama Rosie seharian berada di perpustaan kota. Jenniefer membantu Rosie belajar disana," jelas Jisoora yang sudah pasti berbohong itu.

Satu alis Askara terangkat "Kamu tidak bohong?"

"Memangnya apa yang aku dapatkan jika aku berbohong?" balas Jisoora dengan wajah datarnya.

"Mama sudah menyiapkan makan malam. Ayo kita makan sekarang," Herlina muncul dan bergegas menyuruh anak-anaknya menuju ke meja makan sebelum berlakunya perdebatan.

"Mereka anak-anak kamu. Seharusnya kamu percaya sama mereka," ujar Herlina kepada sang suami sebelum dirinya menyusul ke4 anaknya itu.

Helaan nafas kasar Askara kedengaran sebelum kakinya melangkah menyusul istri dan anak-anaknya.

Acara makan malam berlangsung, namun Askara kelihatan terus melamun seakan memikirkan sesuatu.

"Kenapa tidak dimakan?" pertanyaan dari Herlina membuyarkan lamunan Askara.

Pria itu menggeleng dengan singkat sebelum dia berdehem kecil "Rosie,"

Rosie menelan ludahnya dengan kasar "I-Iya Pa?"

"Selepas makan, langsung ke kamar untuk belajar! Jangan malas!" tegas Askara.

Tidak bisa membantah, Rosie akhirnya hanya bisa mengangguk pasrah.

Tanpa berlama-lama lagi, Askara berganjak pergi meninggalkan meja makan.

"Papa kenapa?" bingung Lalice.

"Mama juga tidak tahu. Sejak pulang dari bermain golf, dia terus saja melamun," sahut Herlina.

"Biarkan saja. Mendingan Papa bersikap seperti ini daripada Papa terus bersuara. Aku sudah muak dengan arahan kejamnya itu," sambar Jenniefer dengan malas.

"Jen, jangan seperti itu Nak. Dia itu Papa kamu," tegur Herlina.

"Apa selama ini dia menganggap aku sebagai anaknya? Apa dia menganggap kita semua sebagai keluarganya? Ck, dia hanya menganggap kita sebagai boneka yang bisa dia atur. Mama sampai kapan ingin membela Papa si!? Aku sudah muak sama semua ini!" dengan kesalnya, Jenniefer berganjak memasuki kamarnya tanpa menghabiskan makan malamya.

"Mama tidak perlu pikirkan Jenniefer. Biarkan dia tenang duluan. Nanti aku akan coba bicara sama dia," Jisoora berusaha menenangkan sang Mama yang kelihatan bersalah itu.

Herlina tersenyum tipis "Ya sudah. Habiskan makanan kalian sekarang,"

Tanpa membantah, Jisoora bersama si kembar kembali menikmati makan malam mereka.

*

Sementara itu didalam ruangan kerjanya, terlihatlah sosok Askara yang kelihatan melamun.

Ingatan pria ini seakan kembali ke masa lalunya yang cukup kelam.

Flashback on

"Daddy, Mommy!" Askara yang berusia 15 tahun itu berlari memasuki mansion dengan membawa satu kertas ditangannya.

"Mommy, Daddy. Aku berjaya mendapatkan nilai 80 untuk ujian matematika," dengan antuasisnya dia memberikan kertas ujiannya itu kepada sang Daddy.

Srettt

Hancur. Hati Askara hancur ketika dirinya melihat sang Daddy yang menyobek kertas ujiannya itu.

"80 saja hah!? Ck, memalukan!" Bimo berseru dengan marah.

"Apa kamu tidak bisa menjadi pintar seperti Andika!?" sambar Hana "Adik kamu itu bahkan mendapat nilai yang tinggi untuk semua ujian! Dia menjadi kebanggan sekolah!"

"Pergi ke kamar kamu dan belajar sekarang!" arah Bimo.

Dengan air mata yang sudah menetes keluar, Askara bergegas berlari ke kamarnya.

Flashback off

Tangan Askara terkepal. Bayangan masa lalu itu cukup membuat dirinya marah.

"Walaupun Mommy sama Daddy menganggap aku anak yang gagal, aku akan buktikan kalau anak-anak aku akan membanggakan aku!" gumamnya dengan nafas yang memburu.

*

Dengan mata yang sudah mengantuk, Rosie berusaha menyelesaikan semua soalan yang ada didalam buku sekolahnya itu.

"Fokus Rosie fokus," gumamnya menepuk pipinya agar tetap terjaga.

Setelah mengingat sesuatu, Rosie membuka laci meja dan menyambar botol vitamin yang ada.

Seperti yang diarahkan oleh sang Papa, Rosie rutin meminum vitamin itu dengan jumlah yang cukup banyak. 

Sekitar 15 menit setelah meminum vitamin itu, Rosie mula merasa mual. Kepalanya terasa pusing.

Hoekk

Kakinya berlari memasuki kamar mandi sebelum dirinya memuntahkan isi perutnya.

Hoekk

Mata Rosie sudah memerah. Tenggorokannya terasa perih gara-gara isi perutnya yang terus mendesak untuk keluar. Perutnya juga sudah terasa nyeri.

"Rosie!?" Lalice yang baru saja memasuki kamar itu bergegas berlari menghampiri Rosie yang sudah terduduk lemes dilantai toilet.

"M-Mual Lice," lirih Rosie seakan berbisik.

"Ayo ke kasur," Lalice membantu Rosie bangkit dan berjalan menuju ke kasur.

"Wajah kamu pucat Rosie," khawatir Lalice.

"Kepala aku pusing Lice. Nafas aku sesak," adu Rosie.

Ingin sekali Lalice menangis ketika melihat kondisi Rosie yang jauh dari kata baik-baik saja itu.

"Aku akan memanggil Mama,"

"J-Jangan. Nanti Papa marah,"

"Kalau begitu, aku akan memanggil Kak Jisoora," tanpa mendengar persetujuan Rosie, Lalice langsung melangkah menuju ke kamar Jisoora.

Tidak butuh waktu yang lama, gadis itu kembali bersama sosok Jisoora yang kelihatan panik.

"Rosie kenapa?" Jisoora berganjak duduk diatas kasur disamping Rosie yang sudah terbaring lemes itu.

"M-Mual Kak. Kepala aku juga pusing," jelas Rosie.

Jisoora memeriksa suhu badan Rosie "Tidak panas," gumamnya.

"Lice, tolong ambilkan minyak angin didalam kamar Kakak," pinta Jisoora.

Lalice mengangguk dan berlari ke kamar Jisoora.

"Ini Kak,"

Jisoora mula mengolesi minyak angin itu di tengkuk belakang Rosie, lalu dia ikut memijit tengkuk belakang itu dengan lembut.

Mata Rosie sudah terpejam; menikmati pijitan yang membuat dirinya merasa sedikit mendingan.

Beberapa menit kemudian, dengkuran halus Rosie kedengaran membuat Jisoora dan Lalice bernafas lega.

"Mendingan sekarang kamu kembali ke kamar kamu. Biar Kakak saja yang menjaga Rosie," arah Jisoora.

"Selamat malam Kak," setelah mengecup pipi Kakak dan kembarannya itu, Lalice melangkah pergi meninggalkan kamar itu.








Tekan
   👇

Senja(SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang