-Part 14-

954 143 15
                                    

Malam harinya, Askara bersama istri dan anaknya kelihatan menikmati makan malam bersama seperti biasa, namun kali ini tidak lengkap karena Jisoora tidak ikut menikmati makan malam bersama. 

"Dimana Jisoora?" tanya Askara.

"Dia demam. Lagi istirahat dikamar," jelas Herlina.

"Pastikan Jisoora berangkat ke perusahan besok!" tegas Askara.

"Jisoora lagi sakit, dan kamu malah meminta dia ke perusahan? Apa kamu gila!?" kesal Herlina.

"Hanya demam biasa saja bukan? Jangan manja," balas Askara dengan santai.

"Kak Jisoora tidak akan ke perusahan besok!" sambar Jenniefer dengan tegas.

"Kamu jangan ikut campur!" marah Askara.

Jenniefer meremas sendok yang ada ditangannya itu "Untuk kali ini saja, tolong jangan bersikap egois! Apa Papa tidak melihat semua pengorbanan Kak Jisoora!? Kak Jisora sudah melakukan segalanya untuk mengikuti keinginan Papa, tapi Papa bahkan tidak peduli soal kondisi dia. Papa benar-benar egois!"

"Jaga omongan kamu Jenniefer! Kamu itu jangan ikut campur soal ini! Fokus saja sama kuliah kamu!" marah Askara.

Brakkk

Jenniefer bangkit lantas menggebrak meja makan "Papa egois!" teriaknya sebelum berlari pergi kekamarnya.

Rosie dan Lalice pula sudah saling bertatapan. Hah~ selalu saja seperti ini. Apa mereka memang tidak bisa berkumpul bersama dengan penuh canda tawa? Kenapa juga mereka harus berkumpul dengan suasana yang menegangkan seperti ini?

"Dasar anak kurang ajar!" marah Askara.

"Anak-anak tidak akan kurang ajar kalau kamu tidak bersikap egois seperti ini," tegur Herlina.

"Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk mereka," balas Askara yang keras kepala.

"Rosie," badan Rosie sontak menegang ketika sang Papa memanggilnya.

"Iya Pa?" jawab Rosie dengan pelan.

"Papa tidak ingin kamu mengikuti lomba nyanyian itu! Awas saja kalau Papa tahu kamu mengikuti lomba itu secara diam-diam!" ancam Askara.

Rosie menelan ludahnya dengan kasar "I-Iya Pa,"

Sekarang apa yang harus Rosie lakukan? Dia sudah bilang sama Bu Jian kalau dia mendapatkan kebenaran dari orang tuanya dan lomba nyanyian itu juga akan diadakan beberapa hari lagi. Jika dia mengundur diri, pasti Bu Jian akan merasa kecewa dengannya.

"It's okay," bisik Lalice, menggenggam tangan Rosie yang berada dibawah meja.

*
*

Pagi harinya, kondisi Jisoora sudah membaik sehingga gadis ini memutuskan untuk berangkat ke perusahan.

"Kakak yakin ingin ke perusahan?" tanya Jenniefer yang memasuki kamar sang kakak.

"Iya Jen. Lagian Kakak juga tidak ingin Papa marah," sahut Jisoora.

"Kakak juga harus memikirkan diri Kakak sendiri. Jangan memikirkan Papa terus," balas Jenniefer.

Jisoora tersenyum tipis "Bagaimanapun juga, Papa tetap Papa kita,"

Jenniefer memutar bola matanya dengan malas "Terserah,"

Jisoora merangkul pundak sang adik "Ayo sarapan," ajaknya membawa Jenniefer menghampiri meja makan.

*

Disisi lain, terlihatlah sosok Andika yang berada di meja makan bersama kedua anak kembarnya itu.

"Apa infomasi yang kalian dapatkan?" tanya Andika memecahkan kehingan.

"Rosie mengikuti lomba nyanyian di sekolah," ujar Alya.

"Terus?" bingung Andika.

"Om Askara tidak mengizinkan Rosie mengikuti lomba itu. Tapi aku mendengarkan percakapan Rosie sama Lalice. Ternyata Rosie tetap mengikuti lomba itu secara diam-diam tanpa pengetahuan Om Askara," jelas Alya.

Andika sontak tersenyum "Itu infomasi yang bagus," pujinya.

Langsung saja Alya tersenyum bangga "Jadi, dimana hadiah untuk aku?"

"Nanti Daddy transter 3juta untuk kamu," balas Andika membuat Alya tersenyum bahagia.

"Aku juga mau Dad," protes Azra.

"Iya-iya. Nanti Daddy transfer juga uang untuk kamu,"

"Yes! Daddy memang the best!"

Andika hanya tertawa. Sekarang dia merasa cukup puas dengan informasi yang sudah dia dapatkan itu.

"Maafkan aku Abang. Tapi aku tidak akan membiarkan keluarga Abang hidup bahagia,"

*
*

Di sekolah, Rosie hanya bisa pasrah ketika Pak Juan melakukan ujian matematika secara tiba-tiba.

Rosie tidak suka matematika. Menurut Rosie, matematika adalah sesuatu yang cukup sulit. Dia sudah berusaha dengan keras untuk memahami matematika, namun tetap saja dia sulit untuk mengingati semuanya.

"Masa kalian hanya tinggal 5 menit lagi!" suara Pak Juan yang kedengaran itu membuat Rosie semakin panik.

Masih tersisa 5 soalan yang belum dijawab oleh Rosie, dan semua soalan itu juga cukup sulit sehingga Rosie tidak mampu menjawabnya.

"Masa kalian sudah tamat! Kumpulkan semua kertas ujian kalian itu sekarang!" tegas Pak Juan.

Tidak bisa melalukan apa-apa lagi, Rosie akhirnya mengumpulkan kertas ujiannya itu.

Setelah Pak Juan berganjak keluar dari kelas dengan membawa semua kertas ujian, Rosie langsung berlari menuju ke toilet.

Brakkk

Ditutupnya pintu toilet itu dengan kasar, lalu dia menguncinya dari dalam.

Isak tangis yang sedari tadi ditahan olehnya akhirnya kedengaran.

Rosie menangis memikirkan nasibnya. Nafasnya tersendat-sendat gara-gara isakannya itu "K-Kenapa dunia ini tidak adil? A-Aku sudah berusaha, tapi kenapa aku tetap tidak berhasil? Kenapa disaat yang lain diberi kepintaran, aku malah diberi kebodohan!? Apa salah aku?"

Isakan bersama kata-kata itu terus saja terlontar dibibir Rosie. Hatinya benar-benar sakit, dan dia juga merasa kecewa dengan dirinya sendiri.

Kenapa disaat orang lain bisa melakukan semuanya, dia malah gagal? Kenapa dia tidak bisa menjadi pintar seperti orang lain?

Hancur! Hati Rosie benar-benar hancur. Menangis gara-gara pelajaran itu adalah sesuatu yang cukup menyakitkan. Andai bisa, Rosie juga ingin terlahir pintar seperti orang lain. Namun, takdir hidupnya malah sebaliknya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Tekan
   👇

Senja(SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang