Jeana Maheswari itulah namaku. Mahasiswa semester empat yang sedang mumet mumetnya dengan tugas. Pernah mau putus kuliah gara gara capek sama tugas, tetapi itu keputusan paling bodoh kalau misalnya beneran terjadi.
Aku mengucek mata sembari mengumpulkan nyawa dan turun dari kasur untuk membuka knop pintu yang sejak tadi berisik, entah siapa gerangan manusia gabut pagi pagi bertamu. Rencana bangun siangku gagal total, padahal tadi malam aku lembur mengerjakan tugas supaya esok harinya bisa berleha leha dan kebetulan weekend.
"heeeyoo jeana adikku tercinta kenapa baru bangun?" Aku melipat kedua tangan ketika tau mbak Dea berdiri didepan ku seperti patung menyebalkan.
Mbak Dea adalah sepupu aku cuma selisih lima tahun tetapi seperti seangkatan. Orang yang jadi tempat keluh kesahku ketika aku dilanda galau, walaupun tingkahnya menyebalkan dan juga banyak bicara. Mbak Dea dermawan banget kalau masalah uang, jadi ada untungnya juga kalau misalnya aku berada difase miskin.
Mbak Dea sekarang jarang banget main kerumah karena tiga bulan yang lalu beliau sudah mendapatkan kerja. Setelah wisuda pernah menjalani masa pengangguran dan Alhamdulillah tidak berlangsung lama hanya satu bulan saja setelah itu sudah keterima kerja di tempat impiannya.
"ah berisik tau, mbak ngapain pagi buta datang dengan suara banteng" aku kembali ke kasur, sedangkan mbak Dea mengikuti kum
"banteng matamu, suara kaya Lyodra gini dibilang banteng."
"tau ah males sama mbak".
"Jea, ikut mbak yuk" katanya sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
Ternyata itu sebuah tiket konser Tulus, sontak mataku berbinar. Dari dulu kepingin datang ke konser Tulus. Tetapi tiap Tulus manggung di kotaku, aku punya kesibukan lain.
"hayuu, akhirnya keturutan juga buat nonton ayang" aku nyengir sembari memeluk manja mbak Dea.
"geli Jeaa, mending kamu mandi habis ini temen mbak kesini jemput. Kita berangkat bareng" aku yang notabene nya introvert agak mikir. ini beneran harus banget ketemu orang baru? dan aku menduga nanti bakalan menghabiskan banyak energi.
" ngga usah bingung, temen mbak baik baik orangnya. Kali aja ada yang nyantol sama kamu. Kasian adek mbak satu ini masih betah jomblo dari lahir."
"aku betah jomblo emang prinsip dari awal sih, lihat noh sekarang banyak yang pacaran tapi sering nangis nangis. idiih ngeri banget." ucapku penuh penekanan dan sedikit dramatis. Memang aku jomblo dari lahir, aslinya banyak yang deketin cuma aku ga terlalu peduli. Nanti bakal ada waktunya sendiri kok. Bukan cuma mbak Dea yang heran kenapa aku betah sendiri, ada bunda sama ayah yang lebih parah bertanya terus mengenai siapa pacar ku.
" yaudaah, terserah percuma juga ngomong sama kamu Jea."
Setelah bersiap siap kini mobil jemputan dari temennya mbak Dea sudah sampai dibawah. Kita langsung turun ke bawah, setelah itu kita pamitan sama bunda. Bunda lebih tenang kalau aku keluar dengan mbak Dea.
Di mobil ada dua orang cowok dan satu orang cewek, mereka tidak ada yang aku kenal sama sekali. Ini pertama kali mbak Dea mengajak temannya.
Aku menatap mereka bergantian saat memasuki mobil, sedikit tegang dan tersenyum singkat kepada mereka untuk membuat kesan ramah.
"hai, ini Jeana adek sepupuku. ngga masalah kan kalau ikut gabung?" mbak Dea memperkenalkan diriku kepada teman temannya.
"ngga masalah dong, malah tambah tame tambah seru, aku Fara salam kenal dek Jea" ucap cewek itu kemudian mengulurkan tangannya sebagai salam perkenalan.
"salam kenal juga mbak Fara" ujarku lalu bergantian menyalami cowok didepan sebagai sopir. Aku terpaku sejenak melihat perawakannya. Gila orang ini perfect banget. Bukan hanya dia saja sih yang ganteng, cowok di jok belakang juga ngga kalah ganteng. Mbak Dea circlenya bukan main main ternyata. Aku seperti upik abu di antara para kalangan atas seperti mereka.
"hai Jeana, aku Kenniro. Kamu masih kuliah ya? kayanya kita pernah bertemu kalau tidak salah" ujar sang sopir sambil tersenyum lebar yang membuat ku sedikit ternganga.
Aku mengingat kembali, apa iya kita pernah bertemu selain hari ini?. Kayanya tidak deh.
"em iya mas Ken, aku masih semester empat. Kayanya baru kali ini mas kita ketemu. Mungkin masnya salah orang."
Orang dibelakang yang ku ketahuhi namanya Izan menyeletuk. "laah bocil haha. beneran masih semester empat? aku kok merasa tua ya De haha"
"iya mas, bener kok. Gini aja deh, anggap seumuran semua" ujarku kepada mas Izan.
"yang tua cuma kamu Zan, aku mah masih belasan tahun" ucap mbak Dea di sertai kekehan.
"kamu bocah yang empat tahun lalu lupa bawa dompet pas makan di kantin kan?" Mas ken berusaha mengingatkan ku kepada kejadian memalukan empat tahun lalu. Posisinya aku masih maba dan kebetulan Ospek, masih belia banget. Dan Sialnya karena terlalu terburu buru sampai lupa kalau dompetku tertinggal di rumah.
Pas ke kasir aku hampir menangis, mau minta bantuan mbak Dea tidak memungkinkan. Pas waktu itu mbak Dea mengurusi araca wusudanya. Dan tiba tiba ada mas mas tingginya se tiang muncul di belakang ku dan membayari semua jajanku. Aku cuma mengucapkan terimakasih dan lupa tidak menanyakan namanya. Aku kira tidak bakal bertemu lagi.
"loh kalian sudah saling kenal?" tanya mbak Fara dengan heran.
"bukan saling kenal, cuma pernah bertemu sih. Kamu beneran lupa dek?" tanyanya dan mengingatkan ku kepada kisah empat tahun silam.
"Ya Allah, baru inget. Makasih ya mas, aku belum sempat mengembalikan uangnya. Soalnya habis itu kita tidak pernah bertemu lagi. Aku lupa mas nominalnya berapa, mungkin ini cukup?" aku mengeluarkan selembar uang seratus ribuan kepada mas ken.
Mas Izan tertawa ngakak. Aku tidak tau kenapa.
"heei bocah, serius kamu kaya gini? aku ikhlas lahir batin. Sementara jajanin kamu dulu, kalau nafkahi belum mampu aku." sial dia manggil aku bocah. Kenapa ucapannya seperti buaya mencari mangsa, aku merasa sedikit aneh saja sih.
"waduuh tancap gas Ken, mumpung kakak ipar disini. kamu beri restu kan de?" Izan kembali menyeletuk.
"Terserah dia, Yang penting adik ku bahagia." mbak Dea mengelus kepalaku bak aku anak kecil yang sedang galau merebutkan mainan.
"Dasar Jomblo akut si Ken, tapi ngga papa daripada kamu galauin Helda yang jelas jelas berengsek." kata mbak Fara.
"siapa yang galau sih far, aku sudah melupakan dia. biarin nanti kena karma sendiri."
"sudahlah kamu fokus nyetir saja Ken, konsernya sudah mau mulai. Supaya ngga telat kaya kemarin." kata mbak Dea melerai.
Mas Ken melirik ke arahku sebentar "Jea, ig mas follback ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
About him
Teen Fictiontentang dia yang menghargai setiap pertemuan tentang dia penyuka musik western tentang dia yang selalu meluangkan waktu untuk bertemu