"manajer?"
Jeana memandang Rendi sekilas sambil berbisik tetapi sifat Rendi yang kurang peka alhasil bisikan itu berlalu begitu saja.
"Ren pengen pulang" Jea menggoyangkan pundak Rendi yang duduk disampingnya. Bisa dibayangkan ekspresi Rendi saat ini, ya bayangkan saja baru sampai dan entah kenapa manusia satu ini gampang banget berubah pikiran.
Rendi mendelik sekilas "Hah, Gimana sih Je gampang banget berubah pikiran. Kan baru sampe, perjalanan juga agak lumayan lo ya. Mbak Woro juga belum tampil, apa jangan jangan karena mas tadi?" Rendi juga melirik ke arah bar lagi untuk memastikan kalau Jea benar benar ada kaitannya dengan mas itu.
"Eh bukan begitu Ren, aku cuma ngantuk. Nanti saja ya lihat mbak Woronya."
tuk'
Jea merasakan dahinya di sentil seseorang, dia meringis melihat samping untuk memastikan siapa pelakunya. Dia tersenyum kecut.
"Jangan turutin mas, Dia memang aneh. Disini saja dulu, bentar lagi mbak Woro nya tampil. Kalau Jea mau tidur biar tiduran di tanah saja." Ujar Kenniro sambil meletakkan pesanan mereka.
Rendi menahan tawanya, sedangkan Jeana tambah masam akibat ucapan Ken. "Iya nih mas susah banget dibilangin, tapi ngga heran sih dari dulu seperti ini."
"Gimana Ren tugas kuliah? aman kan?" Kenniro berbasa basi kepada Rendi, memang ini yang membuat para cowok mudah akrab karena dengan beberapa bahan obrolan bisa jadi gosip berkelanjutan.
"Ngga terlalu aman sih mas, ada sedikit kedala tapi insyaallah ngga bakal keteteran. Mas alumni juga kan? kayaknya aku pernah lihat sering lewat di berita kampus" Memang dulu wajah Kenniro sering terpampang jelas ataupun berseliweran di media kampus. Wajr sih, ketua BEM yang pernah menolak lonjakan UKT dan berdemo ke rektor Alhamdulillah UKT tidak jadi di naikkan.
"Iya, aku alumni dan sekarang masih sering ke kampus kok. Kamu join organisasi apa btw?"
Rendi menjawab sesekali melirik Jeana yang mukanya makin kusut karena para cowok asik ngobrol sendiri.
"Aku join UKM Mapala mas, awalnya iseng saja sih sebenernya eh malah keterusan nanjak tiap bulan. Dulu aku pikir ngapain ya capek capek naik gunung palingan sampai atas cuma lihat awan doang. After join UKM ini aku jadi bisa mematahkan pemikiran kolotku itu, di gunung ternyata bisa mendapatkan pelajaran yang jarang bisa di temukan di tempat lain." Rendi yang notabenenya suka berbicara cocok banget untuk berdiskusi bersama Kenniro. Topik obrolannya juga sama satu jalur.
Kenniro juga sering mendaki gunung walaupun tidak join UKM tersebut. "Waah sama kalau gitu, bedanya aku cuma ikut ikutan temen sih waktu itu SMP kelas tiga. Sampai sekarang masih aktif nanjak kalau ada cuti"
"Masa?" mereka berdua yang fokus diskusi menengokkan kepala. "Ren aku mau pulang fix kalian lanjut saja ngobrol." Jeana hendak berdiri namun pergelangan tangannya di cekal Kenniro menandakan agar cewek ini duduk kembali.
Rendi masih menahan ngakak melihat ekspresi Jea. "Santai dulu ya, itu mbak Woro udah mau nyanyi. Diem sebentar, atau mau pesen makan lagi?." Jea akhirnya tetap diam menikmati suasana malam dari halaman kafe, sebenarnya dia tidak bosan bosan amat sih. Cuma sebagai kaum Introvert dia memilih mendengarkan mereka berbicara tanpa menyahut satu katapun. "Mas harap dimaklumi ya."
Jeana menelungkupkan kepalanya di meja tak terasa sudah terbawa di alam mimpi.
Mereka berdua masih asik ngobrol sampai menyadari kalau cewek ini tak menyahut satu katapun sejak tadi.
"Yaah malah tidur disini, Woi." Rendi hendak membangunkan Jea tetapi ditahan oleh Kenniro.
"Udah Ren, biarin dia tidur. Kalian tadi kesini naik apa?" Kenniro menyopot jaketnya kemudian menyelimuti tubuh Jea supaya tidak terkena angin malam yang menusuk.
"Naik motor mas, kenapa?."
"Jea tak antar ya? kasian kalau bangun kaya nya dia kecapean. Kamu kalau mau stay disini dulu ngga masalah. Makanan ini ngga usah dibayar."
Rendi yang paham maksudnya berbinar, kapan lagi bisa makan gratis di kafe ternama ini. Malah di suruh nambah lagi sama pemilik kafenya. "Yaudah mas, eh tapi mas tau kan rumahnya dia? antar sampai selamat ya. Takut di omelin emaknya soalnya aku yang ijin keluar. Dan makasih traktiran nya. Aku tak stay disini dulu, kebetulan temenku baru dateng tuh."
"Iya tau kok, Jea aman sama saya."
Kenniro menggendong Jea sampai mobilnya. Entah kenapa dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan dirinya saat ini.
Setelah beberapa menit kemudian sampai ke rumah Jea.
Kenniro menepuk nepukkan tangannya ke pipi Jea. "Je, bangun. Udah sampai."
Jeana mengucek matanya sampil mengumpulkan nyawnaya. Jea melihat kesamping sambil mengingat ingat kejadian terakhir.
Loh ini dimobil siapaa??.
Sekali lagi ekspresi terkejutnya bertambah. "Astaghfirullah mas, kamu kenapa disini? terus Rendi mana?"
"Udah diem, mending rapihin dulu mukamu banyak iler."
Jea segera mencari cermin ditasnya tetapi nihil.
"Haha, mas bercanda Je. Ngga ada iler kok, malah tambah cantik."
Jeana melongo tidak bisa berkata kata lagi.
"Jea mimgkem, atau mas cium"
Jea segera menampol muka tengil Kenniro dengan tasnya. "Dasar mesuuuum."
"Hei, kamu diantar bukan bilang terimakasih malah aku di aniaya." Ujar Kenniro sambil menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi muka dari serangan bruntal Jeana.
"Udah Je, itu bundamu didepan nungguin."
"Iya mangkanya jangan rese jadi orang, kalau ngomong tuh dijaga."
"Dih lucu banget sih pengen bawa ke KUA, salam buat bunda ya. Mas nggak turun."
"Nggih, makasih mas udah nganterin. Besuk ngga usah kaya gini lagi. Mukamu loh ngeselin sumpah." Kenniro hanya senyum, alih alih marah habis dipukul malahan senang.
...
"Uhuuy yang habis dianterin gebetan. Gimana pasti didalam mobil kamu ngelakuin hal hal_" belum sempat meneruskan bicaranya, Rendi keburu di jepit lehernya menggunakan tangannya Jea.
"Awas kamu Ren, kalau ngomong dijaga. Lama lama mirip mas Ken tau sifatmu. Lagian kamu semalam ngilang dimana tega teganya ninggalin semobil sama monyet." Ujarnya sambil melepaskan tangannya.
"Loh malah nyalahin aku giamana sih, situ yang semaleman ngorok padahal. Aku juga mikir kalau kamu pulang naik motorku ngga memungkinkan, ngga tega juga bangunin tidurmu." Jelas Rendi.
"Lebih baik kamu bangunin sih biar semotor, malah ini di damparin ke mobilnya monyet."
"hus ganteng kok dibilang monyet, kamu cocok kok sama mas Ken. Lagian nih ya kalaupun kamu tak boncengin dengan kondiri tidur setengah sadar apa tidak makin bahaya?."
Kalau dipikir mendalam ada benarnya juga omongan Rendi. Tadi malam memang badannya terlalu pegal.
"Iya juga sih, tapi sayang jajan yang kamu traktir ngga kemakan. Padahal laper juga."
"Yeeh makan tuh gengsi, btw kemarin itu di traktir sama pemilik kafe."
"Mas Ken?."
"Iyalah siapa lagi, beruntung banget bisa makan enak."
Jeana berfikir ada yang mengganjal. Sebentar.
"Jadi kamu makan gratis dan ninggalin aku berdua dimobil sama dia? tega sekali anda. Ngga mau tau hari ini beliin mie ayam mang Agus sama risolnya Bu Astuti titik."
KAMU SEDANG MEMBACA
About him
Teen Fictiontentang dia yang menghargai setiap pertemuan tentang dia penyuka musik western tentang dia yang selalu meluangkan waktu untuk bertemu