05

1 1 0
                                    

Jeana saat ini sedang bermalas malasan padahal ini sudah waktunya pulang, teman sekelasnya juga sudah pergi.

Tugas makin banyak, rasanya ingin menangis setiap harinya. Untung saat ini ada Rendi yang sering membantunya mengerjakan tugas. Kadang Rendi juga sampai frustasi dengan dia, meskipun begitu dia juga tidak tega ketika Jeana terpuruk.

Walaupun Jeana tidak terlalu ber semangat kuliah, entah kenapa IPK dia tidak pernah merosot. Alhamdulillah tidak mengulang mata kuliah. Cita citanya saat ini hanya bisa lulus dengan tepat waktu, dengan itu dia bisa bernafas dengan lega.

"Jea, kamu kapan sih bisa semangat? aku ikut cape lihat kamu kaya gini." Rendi menopang dagunya sedangkan Jeana hanya meliriknya sekilas.

"Entahlah, hidup ku flat kaya gini terus. Takut engga lulus nanti." Dia mendesah kemudian bangkit dari kursi sambil menenteng tasnya untuk keluar kelas.

Rendi menyusul Jeana sambil pasrah melihat keluh kesahnya. "Kamu ngga usah mikir yang aneh aneh ya, mending cepet selesaikan itu tugas. Nanti tak bantuin dikit, sekalian ke kopi paste' yuk" Kopi paste merupakan sebuah kedai kopi bernuansa klasik yang lokasinya lima belas menitan dari kampus.

"Aku lupa minta uang saku sama bunda, pulang aja yuk. Males banget hari ini"

Rendi langsung menggandeng Jeana untuk mengikutinya. "Udah diem, manut aja. Nanti ada live-nya Woro Widowati tau, kamu bener ngga mau?"

Jeana sedikit berbinar "Demi apa? yaudah yuk gas."

"Yah dasar"

****

"Tuh kan rame banget Ren, mana di bar juga rame. Males deh pesen, pengap sesak napas" Jeana melebih lebihkan gayanya.

"Yaah dodol banget kamu, kamu kaya sekali aja ngopi disini. Dulu pernah juga kan?"

"Yaudah ayo kesana pesen, nanti duduk terserah deh. Aku pasrah saja, suer kali ini ngga rewel." Jeana nyengir tanpa beban, pasalnya dia paling ribet kalau masalah tempat duduk. Ini yang Rendi ketahui saat beberapa kali nongkrong sama Jeana, Jeana suka tempat paling pojok ujung supaya terhindar dari keramaian.

"Selamat datang mbak, mas. Ada yang bisa saya bantu?" tanya barista yang ada di bagian kasir. barista itu masih sibuk menata nota, entah nota apa saja sampai menumpuk beberapa lembar.

Jeana merasa tidak asing dengan orang ini, ah semoga saja tidak benar. Dia kan sekarang lagi kerja, beda kota juga.

Barista itu mengangkat wajahnya dan benar saja itu yang Jeana maksud. Tapi kenapa dia di sini?.

"Loh mas mas yang waktu diparkiran kan? Mas siapa sih? eem mas Ken. Oh iya baru inget" Rendi juga sedikit terkejut, ini orang yang sama saat di temuinya di parkiran waktu itu.

"iya benar sekali, Adek adek mau pesan apa ya? barangkali saya bisa bantu" Dia tersenyum lebar sesekali matanya melirik Jeana yang saat ini melihat menu.

"Choco Avocado gulanya dikit ya." ujar Jeana.

"Okay, Adek yang ini mau pesan apa?"

Rendi dan Jeana saling bertatapan heran, rasanya aneh di panggil adek. ya walaupun kenyataannya memang Kenniro jauh di atas mereka umurnya.

"Samain saja mas biar ngga ribet."

"Mas Ken kok bisa ada di sini? bukannya kerja di luar kota ya?" Jeana menanyakan itu dan di jawab kekehan oleh Kenniro.

"cie kamu merhatiin mas juga ternyata, Mas kerja sambian di sini." Kenniro menggulung lengan kemeja putih nya. "Oh iya, kalian sering ke sini?"

"Kesini kalau ada live akustik nya doang sih mas, Sering nya ngopi deket Alfamart sebelah." ujar Rendi.

"Soalnya saya baru lihat kalian padahal beberapa hari di sini"

"Mas resign?" tanya Jeana sepontan.

"Hah? engga laah. Mas masih kerja di sana kok".

Jeana agak bingung, tapi yaudahlah biarin.

"Mas nanti di antar disana ya dekat pohon Tabebuya." Rendi menunjuk tanaman Tebebuya wana pink itu.

"Oke siap, tunggu ya"

Mereka segera duduk di tempat tadi, hawa sore semakin sejuk.

"Weeh mas manager makin rajin niih?" tiba tiba ada mas mas dari arah berlawanan berseru sambil adu tos dengan Kenniro.

'hah? manager?.

About him Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang