Aku menghabiskan telur gulung yang sisa tiga tusuk itu, setelah mas Ken mencomot beberapa tusuk tanpa ada perijinan dariku.
"Aah, kenyang banget." aku berseru sambi memegang perutku.
"Yee, kamu habis macem macem jajanan. Kalau nggak kenyang ya kebangetan sih" ucap mas Ken lalu berdiri saat dipanggil mbak Dea dari arah belakang yang berdesakan dengan penonton lain.
"Woi Jea, mbak cari cari ternyata kamu disini. Mumet tau dari tadi, untung si tengil ini ngabari cepat. Kalau enggak mungkin mbak masih muter muter" kata mbak Dea dengan satu tarikan nafas.
Aku memutar bola mataku "Siapa yang nyuruh embak ninggalin aku? mampus kan kelimpungan sendiri" aku mengaduh saat ada cubitan kecil di lenganku "aduh, apaan sih mas main cubit cubit"
"Kamu sama embak sendiri nggak ada sopan sopan nya. Minta maaf" Ucap mas Ken dengan wajah datar.
"Huh, Iya iya bawel banget dari tadi. Mbak Dea maaf ya"
Mbak Dea terkekeh geli "Hey adek embak sejak kapan nurut sama orang asing?"
"Ya habisnya dia bawel banget, kalau nggak di turutin bakal ngomel terus"
"Dia udah aku ikat, jadi bakal nurut sama aku De. Haha" Mas Ken menaikkan alisnya sambil bersedekap.
"Yaudah mas terserah kamu, mending sekarang nonton pacarku daripada debat terus nggak berfaedah"
"Jangan kebanyakan halu je, mas jadi ngeri kalau kamu gila tiba tiba"
Setelah konser selesai, Jea menjadi keseharian nya seperti biasa. Dia mengharap supaya di DM Kenniro tetapi nihil setelah seminggu tidak ada pesan sama sekali.
Entah Jea juga tidak mengerti, mungkin ini hanya sekedar kagum bukan lebih.
***
Sejenak dia mengalihkan perhatian dari balik laptop yang sejak satu jam yang lalu dia pandang. Sekarang Jea berada di perpustakaan kampus yang terletak di lantai dua bersebelahan dengan gedung praktikum.
Matanya menyipit melihat sesosok yang akhir akhir ini memenuhi pikirannya. Mana mungkin di Kenniro ada di tempat ini?.
Dia kembali memfokuskan diri supaya jurnal yang dia kerjakan cepat selesai.
"Jea, apa kabar?" ini suara yang tiap hari dia dengar, rasanya membosankan sekali melihat sesosok ini.
"Apaan? nggak usah basa basi Ren, mana nanyain kabar lagi. Kamu lupa kalau kita tiap hari bertemu?" Rendi, teman sekelas nya yang sering merecoki dia.
Rendi menggaruk tengkuknya "yaelah Jea, galak banget sih. Kenapa sih?"
"Diem deh, jurnal mu sudah apa belum? mending kerjain biar cepet kelar".
"Halah besuk juga kelar tu jurnal. Emang kamu ngerjain tugas di tunda mulu, malah haluin siapa tuh mimin?" Aku memukul dia dengan buku catatan kecil.
"Jaemin anjir, sejak kapan berubah jadi Mimin? tau ah males ngomong sama kamu."
"Ikut aku yuk, kamu nggak sepaneng apa lihat laptop terus. Khawatir kamu jadi keriput gara gara kebanyakan pikiran"
Yah Rendi salah satu spesies menyebalkan di kampus. Sifatnya mirip mas Ken, tapi lebih parah dia. Perawakannya tinggi, kulitnya sawo matang. Kalau orang bilang Rendi itu eksotis tidak membosankan. Tapi bagiku dia biasa saja.
"kemana? jurnal ku gimana? kalau nggak kelar kelar kamu harus tanggung jawab."
"Iya bawel, ayo cepet beresin. Mumpung sudah nggak ada kelas."
Aku di suruh menunggu dia di depan kantor Administrasi, soalnya dekat dengan parkiran.
Rendi datang dengan Vespa warna putih andalannya itu.
Dia memberikan helm bogo warna senada dengan vespanya. Kadang kalau jalan sama dia, aku takut kena serang para penggemar nya. Padahal Rendi sering bilang nggak usah pedulikan mereka. Sampai sekarang Rendi masih bertahan single semenjak di tinggal nikah pacarnya waktu semester satu dulu.
"Loh Jenana, ketemu lagi" Jeana yang hendak memakai helm tiba tiba mendengar sapaan itu langsung menoleh. Jeana tersenyum kikuk, ada Kenniro yang berjalan bersama temannya menuju ke arah Jeana sambil melambaikan tangan.
"eh mas Ken, mas ngapain kesini?" Jeana mengerutkan kening, ini hari senin bukannya Kenniro kerja? lalu kenapa malah berada disini.
"Mau nyolong mangga"
"Diih dasar selain ngeselin ternyata suka nyolong juga" Jeana bergidik ngeri, Kenniro menepuk pundak temannya "nggak lah, mas lagi nemenin dia ngisi seminar tadi".
"Ngawur, gue yang nemenin lo kali." ujar temannya yang menggunakan logat khas anak Jawa barat. Ketara banget, kalau misalnya dia asli sini mungkin bakal menggunakan kata aku, kamu untuk bahasa keseharian. Kampusnya ini terletak di Daerah istimewa Yogyakarta. Kebetulan juga Jeana berdomisili di sini.
"Kamu sama siapa tuh? Pacar ya? masih dibawah umur jangan pacaran dulu. Tak laporin ke bapak mu nanti."
Jeana melirik Rendi yang sejak tadi menyimak obrolan mereka "ini Rendi, temen ku."
"Halo mas, punten. Aku temennya Jeana." Rendi turun dari motornya lalu menyalami kedua orang ini.
"Oalah temen toh, kirain" Kenniro bersiul sambi menyunggar rambutnya kebelakang.
"Mas plis jangan rese dulu ya, situasi nya nggak pas." Jeana mencoba menetralkan nafas, mungkin habis ini Rendi bakal tanya tentang Kenniro.
"Oke, monggo dilanjut kencannya. Wa ku bales ya Jea. See you next time." Kenniro langsung berlalu meninggalkan mereka.
"Wong gendeng"
"Heh kalau ngomong dijaga, itu siapa sih? Kayanya tidak asing ya mukanya"
Jeana mendengus langsung menyuruh Rendi untu menyalakan mesin motornya "udah ren cepet nyalain motornya"
Mood Jeana sudah jelas hancur gara gara tadi, apa coba maksudnya si Ken.
"Nanti aku jelasin, sekarang cepet ke tujuan keburu sore. Aku udah janji sama bunda untuk nemenin beliau belanja"
Jeana masih ingin tau apakah benar Kenniro mengirimkan pesan atau cuma omong kosong belaka.
Sejenak dia menyalakan HP nya yang sejak tadi dalam mode silent.
+62 856734... Jeana, nanti malem mas jemput. Jangan banyak cincong. Jangan bales pesan ini, percuma. Kalau misalnya kamu jawab engga, tetep tak jemput. see you.
plak'
Jeana memukul helmnya Rendi agak keras, sehingga membuat Rendi meringis terlihat dari kaya spion kiri.
"Buset Jea, kenapa sih? jutek terus perasaan."
Jeana mengusap helm itu merasa bersalah "eh Maaf maaf, reflek Ren. hehe"
Jeana dulu sempat ada rasa sekitar enam puluh persen kepada Rendi, waktu semester satu. Waktu itu Rendi jadi ketua kelas. Pada dasarnya Rendi friendly ke semua orang, jadi percuma kalau salah mengartikan perlakuan baik Rendi. Padahal Rendi sesuai kriteria Jeana banget, Seperti sama sama menyukai musik, fotografi, dan Lukisan. Semua itu memudar saat Rendi curhat ternyata suka sama Meta temen Jeana.
Jadi sekarang Jeana cuma mengaggap Rendi teman dekat saja tidak lebih. Enak kaya gini, Kalau ada apa apa tidak sungkan. Jeana juga mikir seratus kali kalau dulu mau ngungkapin rasa sukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About him
Teen Fictiontentang dia yang menghargai setiap pertemuan tentang dia penyuka musik western tentang dia yang selalu meluangkan waktu untuk bertemu