awal

27 9 0
                                    

Gemerisik dedaunan yang saling bersahutan memenuhi sela-sela pepohonan yang tumbuh menjulang. Tanah-tanah gembur ini melembab karena hujan turun seusai subuh tadi. Berkas sinar matahari perlahan menembus celah dedaunan, membuat langit yang tadinya gelap kini sedikit demi sedikit bercahaya.

"Gas, aku datang..."

Ucapku, menatap pepohonan yang tumbuh tegak itu. Ia diam, sunyi senyap seakan membiarkan aku untuk meratapi gemuruh dalam dadaku.

"Kamu nggak kangen sarapan bubur ayam di persimpangan deket kantor, Gas?"

Rasanya panas. Ujung pelupukku telah penuh dengan genangan air mata. Pun bibirku yang mulai gemetar menahan isak.

"Kamu belum sempet nyobain bubur diaduk, Gas. Pulang yuk, kamu harus tau betapa enaknya makan bubur diaduk..."

Persetan dengan orang-orang yang berlalu-lalang di belakang jalan di mana aku berdiri ini, menatapku penuh iba. Pertahananku runtuh. Kaki yang tadinya sanggup melangkah begitu jauh hingga ke tempat ini, kini harus menubruk tanah. Membiarkan lututku menyapa tanah gembur di tempat ini.

"Bagas, aku takut, setelah kamu pergi tanpa pamit, aku masih berharap kamu akan pulang..."

Hari itu, gemerisik dedaunan menutupi isakanku. Tanah di mana Bagaskara pergi membiarkan air mataku membasahinya. Sinar matahari pagi membiarkan aku merintih hingga mendung dan gemuruh di dalam diriku terbenam dengan sendirinya.

•••

Bagaskara dan kehilangan.

Aira dan segala lukanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aira dan segala lukanya.

Aira dan segala lukanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






written by ©akkindaseo, 2023.

Arunika | Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang