-Part 8-

1.1K 156 18
                                    

Setelah kondisi Rosie membaik, dia akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan kini, hanya ada Chandra yang datang untuk menjemputnya.

Sekarang juga jam sudah menunjukkan pukul 6 petang. Itu artinya sang Mama berada dimansion untuk menyiapkan makan malam. Saudaranya? Ah, Rosie yakin Jenniefer sama Lalice sibuk sama urusan mereka sehingga mereka tidak datang untuk menjemputnya. Jisoora? Kakak pertamanya itu sudah berangkat ke Australia sejak tadi malam untuk menguruskan urusan pekerjaannya.

"Abang," panggil Rosie.

Chandra yang lagi menyetir itu sontak melirik spion "Iya Rosie?"

"Tolong bawa aku ke pantai," pinta Rosie.

"Maaf Rosie, tapi kamu baru sembuh. Kamu harus istirahat,"

"Tapi pikiran aku belum sembuh. Aku butuh waktu untuk menenangkan pikiran aku,"

Chandra bungkam untuk beberapa detik "Baiklah," pada akhirnya dia tetap membawa Rosie menuju ke pantai.

Tidak butuh waktu yang lama, mereka tiba dipantai, dan Rosie langsung berjalan jalan disekitar pantai ditemani oleh Chandra yang berjalan dibelakangnya.

"Abang," panggil Rosie menghentikan langkahnya.

"Iya Rosie? Ada sesuatu yang kamu perlukan?"

Rosie mendudukkan dirinya diatas pasir "Ayo duduk disamping aku," ajaknya.

Tanpa membantah, Chandra berganjak duduk disamping Rosie, namun sebelum itu dia melepaskan jas yang dipakainya dan memakaikannya dibadan Rosie.

Sontak saja gadis itu tersenyum tipis dengan perlakuan manis Chandra "Menurut Abang, senja itu apa?" tanya Rosie beralih menatap senja didepan matanya.

Chandra kelihatan melamun sebelum memberi jawaban "Menurut aku, senja itu sesuatu yang indah," dia ikut menatap senja.

"Apa Abang tahu apa arti senja?"

"Tidak. Memangnya kamu tahu artinya?"

Rosie mengangguk "Aku tahu. Senja itu sering dikaitkan dengan perasaan cinta dan rindu. Dan itu lah keinginan aku,"

Chandra beralih menatap Rosie sehingga dirinya terpaku ketika melihat side profile Rosie yang begitu sempurna "Maksud kamu apa? Keinginan kamu?"

"Iya, keinginan aku. Aku ingin dicintai dan dirindui oleh Papa sama seperti apa yang dirasakan oleh ketiga saudara aku...," Rosie membasahi bibir bawahnya sebelum melanjutkan kata-katanya "Tapi nyatanya aku hanya anak bodoh yang tidak pantas untuk menerima kasih sayang Papa. Apa lagi yang harus aku lakukan agar Papa menerima aku? Aku sudah berusaha untuk menjadi pintar seperti ketiga saudara aku tapi takdir aku masih sama. Aku tetap saja bodoh!"

Chandra tersenyum tipis "Sebelum kamu memikirkan Papa kamu, kamu seharusnya memikirkan diri kamu sendiri,"

"Aku bingung. Maksud Abang?"

Kini mereka berdua saling bertatapan "Cintailah diri kamu sendiri sebelum kamu mencintai orang lain. Diri kamu juga butuh penghargaan. Aku memang tidak tahu apa yang sudah Tuan Askara lakukan kepada kamu, tapi aku yakin kamu bisa mengubah apa yang terjadi dalam hidup kamu. Kamu tidak boleh menyerah Rosie. Kamu harus berjuang untuk membuktikan kalau kamu bisa menjadi pintar. Abaikan saja omongan pedas orang-orang diluar sana. Hanya kamu yang lebih memahami diri kamu sendiri,"

Rosie terdiam. Dia masih memproses semua kata kata Chandra. Menurutnya, kata-kata itu memang ada benarnya. Selama ini dia tidak pernah mencintai dirinya sendiri. Selama ini dia terus saja membenci dirinya sendiri gara-gara tidak mampu memberikan apa yang sang Papa inginkan. Sekarang dia akan bertekad untuk mencintai dirinya sendiri dan terus berjuang untuk membuktikan kalau dia bisa menjadi pintar seperti ketiga saudaranya.

"Terima kasih Bang. Sekarang, aku mengerti," ujar Rosie membuat Chandra tersenyum.

"Baguslah. Sekarang, ayo pulang sebelum Tuan Askara tiba dirumah," ajak Chandra.

Rosie mengangguk patuh "Baiklah," dia bangkit dan berganjak memasuki mobil disusul oleh Chandra.
*
Setibanya dirumah, Chandra bergegas membukakan pintu mobil untuk Rosie bahkan dia ikut membawa tas kelengkapan pakaian gadis itu.

"Biar aku saja," Rosie mengambil tas kelengkapan miliknya dari Chandra.

"Apa Abang tinggal disini?" tanya Rosie.

Chandra menggeleng "Apa kamu lihat rumah yang ada di pojokan sebelum kita masuk ke area perumahan ini?" Rosie mengangguk "Itu rumah aku. Tuan Askara sudah menyiapkan semuanya untuk aku agar aku bisa terus dekat sama kalian. Jadi, kamu bisa mengubungi aku kapan-kapan saja,"

Rosie mengangguk paham "Aku masuk dulu. Terima kasih Abang,"

Chandra tersenyum dan membiarkan Rosie berjalan memasuki rumah.

"Rosie," Herlina bergegas menghampiri Rosie ketika anaknya itu memasuki rumah.

"Mama," balas Rosie.

"Dari mana saja kamu!? Kenapa baru pulang!?" suara berat sang Papa mula kedengaran.

Sontak saja gadis itu menelan ludahnya dengan kasar sebelum melirik sang Papa yang sudah duduk dimeja makan itu "T-Tadi ada sedikit masalah dirumah sakit," untuk kali ini, Rosie terpaksa berbohong.

"Abaikan saja Papa kamu itu," timpal Herlina "Sekarang kita makan malam ya,"

Rosie kembali melirik sang Pqpa yang sudah menatap kearahnya dengan tajam "A-aku tidak lapar. Aku mau istirahat saja,"

"Baiklah sayang. Kamu istirahat saja dikamar. Nanti Mama bawakan makanan untuk kamu," bisik Herlina agar sang suami tidak mendengarkannya.

"Terima kasih Ma," Rosie ikut berbisik, lalu dia bergegas kekamarnya.

Herlina pula kembali menghampiri sang suami "Rosie baru saja pulang dari rumah sakit. Tidak seharusnya kamu bikin dia semakin stress sama kata-kata kamu,"

Askara terkekeh sinis "Dia hanya pura-pura stress. Orang bodoh seperti dia memangnya tahu apa itu stress?"

Herlina hanya mampu menghela nafasnya dengan kasar. Jika dia membalas kata-kata suaminya, dapat dipastikan perdebatan akan berlaku.

"Dimana Jenniefer sama Lalice?" tanya Askara setelah sang istri menghidangkan makanan kedalam piringnya.

"Jenniefer lagi ke toko buku. Lalice lagi ada tugas kelompok sama teman-temanya,"

Askara tersenyum bangga "Mereka memang anak-anak yang bisa dibanggakan. Tidak seperti anak bodoh kamu itu,"

Tanpa mereka sadar, sosok Rosie yang bersembunyi itu mampu mendengarkan semuanya. Dan sekarang, hati gadis ini kembali terluka dengan semua kata-kata yang dilontarkan oleh sang Papa.

"Askara, aku mohon sama kamu untuk berhenti ngomong kalau Rosie itu anak yang bodoh!" tegur Herlina.

"Tapi itu kenyataan Her! Anak kamu itu bodoh! Andai dia pintar, aku pasti tidak akan malu didepan keluarga besar aku! Anak adik aku bahkan lebih pintar dari anak aku!" sentak Askara.

"Pintar tidak bisa menjamin apa-apa As! Rosie mungkin punya bakat yang lain. Apa kamu lupa kalau waktu kecil itu Rosie suka sama sesuatu yang berbaur music?"

Askara berdecak "Itu juga gara-gara Mama kamu yang terus mengajar Rosie tentang music,"

"Mama aku hanya ingin anak-anak kita bebas melakukan apa-apa yang mereka suka,"

"Dan cara Mama kamu itu salah! Tidak seharusnya dia mengajar Rosie tentang sesuatu yang berbaur music! Mama kamu benar-benar payah!"

"Cukup!" marah Herlina "Kamu semakin lama semakin ngelunjak ya! Kamu sudah menghina anak aku, dan sekarang kamu ingin menghina almarhum Mama aku!?"

"Itu kenyataannya Her!"

Herlina berusaha menenangkan dirinya. Tanpa berlama-lama lagi, dia langsung berganjak pergi dari sana meninggalkan sang suami.

Rosie pula hanya bisa menangis dalam diam. Apa lagi yang harus dia lakukan Tuhan? Kenapa dia sering menjadi alasan kedua orang tuanya berdebat? Apa dia tidak bisa menjadi anak yang mampu membanggakan kedua orang tuanya itu?

Tekan
   👇

Senja(SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang