6. Menyewa

12 1 0
                                    


Tentunya jika dibandingkan dengan kejahatannya kini, harga diri lebih dari segalanya. Semi tersenyum mendengar cerita lebih tepatnya curhatan itu.

Sampai kapan ia harus mengatakan, "Anak bodoh" dalam hatinya?

"Jadi kamu udah tanyain belum tentang warisan dari ayah kamu itu?" Tanya Semi, si keponakan hanya mengangguk tapi ekspresinya tak menunjukkan hal baik.

"Semua harta itu dikelola langsung sama bank, jadi selama sebulan si Syiddah itu bakal dapet transferan sebanyak 9 juta."

Dan Semi mengeluarkan ekspresi kurang senang, "Ah orang itu ikut campur juga," ucapnya dalam hati.

"Kok dikit banget Ran, cuman 9 juta?"

"Nah makanya itu! Gue udah minta dilebihin tapi si orang yang bertanggung jawab itu gak ngizinin! Padahal itukan uang bapak gue!" Dendran mengacak-ngacak rambutnya.

"Berarti satu hari itu cuman 300 ribu dong? Kalo dibagi 3 berarti masing-masing cuman dapat 100 ribu?"

"Gak sih, gue 150."

Seketika Semi tertawa, "Pasti uang Faza kamu ambil alih kan?"

"Hm"

"Uang sekolah kalian sih?"

"Udah lunas sampe 3 tahun, berasa nyewa kos-an gue haha," Dendran tersenyum hambar. Ia kadang penasaran berapa banyak harta ayahnya itu? Sampai-sampai semuanya sudah diatur, bahkan biaya untuk pernikahan Dendran dan Faza yang entah akan terjadi atau tidak itu sudah di atur, tak banyak masing-masing hanya 100 juta.

"Padahal ayah kamu itu kaya raya loh, kasian ya kalian,"

"Oh iya om!" Dendran menegakkan duduknya.

"Emangnya ayah gue itu sebanyak apa sih hartanya?"

"Ya mana om tahu Ran, om tahunya ayah kamu itu punya perusahaan aja yang di Sumatera," Jelas Semi namun Dendran rasa informasi itu belum memuaskan.

"Batu bara?"

"Mungkin semacam itu,"

"Terus sekarang sama siapa dipegangnya?"

"Gunawan"

"Gunawan? Gunawan yang mana?"

"Adik dari ayah kamu, masa kamu enggak tahu?"

Dendran mendongak, "kalo orang itu sih tau!"

Tantri istri dari Semi mulai mendudukan dirinya di samping Semi.

"Dia yang memegang semua harta ayahmu."
Lanjut Tantri.

"Maklum lah, dia ini jarang banget kan kumpul kalo ada acara keluarga. Hobby nya aja keluyuran gak jelas." Jelas Semi sambil kembali menyeruput kopinya.

"Hm, malu kali ibunya buat kumpul-kumpul,"
Dan Dendran hanya tersenyum tipis,G ucapan wanita itu benar. Jadi, tak ada yang harus disalahkan.

Bahkan tak ada kesempatan baginya untuk melihat sang kakek, kesempatan itu telah habis ketika pria tua itu telah tiada.

"Gue mau balik dah!" Pamitnya dengan tak ramah.

"Padahal om masih mau tanya-tanya lagi,"

"Sorry gue bukan mau lamar kerja,"

"Haha kamu ini... Kalau mau mampir, mampir aja jangan malu," Semi tersenyum. "Karena ketika kamu mendekat, harta itu juga akan mendekat," lanjutnya ketika Dendran sudah keluar dari rumahnya.

***

Cklek Brug

Dendran masuk ke dalam kamar Syiddah dengan sedikit membuat kegaduhan.

Mutiara Di tengah Lautan (on going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang